Tampilkan postingan dengan label Hikmah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hikmah. Tampilkan semua postingan

Rabu, 13 Juni 2012

UNTUK ISTERIKUN TERCINTA


Istriku yang kucinta, semoga engkau berbahagia..
pena-bungaAku tidak tahu dari mana harus memulai menuliskan beberapa rumpun kalimat buatmu, wahai istriku. Aku juga tidak tahu apakah kepolosanku dan ketulusanku ini akan mendapat sambutanmu. Tapi aku tiada pedulikan itu. Yang pasti, aku hanya ingin engkau tahu bahwa aku adalah suamimu.
Aku tahu bahwa sebagai suami ternyata aku sangat membutuhkanmu, aku katakan ini sejujurnya. Lalu apakah engkau juga sangat membutuhkan aku, suamimu, wahai istriku? Maafkan aku atas pertanyaan ini. Bukan aku meragukan cintamu padaku, aku hanya ingin meyakinkan diriku. Sebab, kebanyakan istri kerabat maupun sahabat-sahabatku pun sangat besar rasa butuhnya terhadap suami mereka. Oleh sebab itulah aku mencarimu untuk kujadikan istri, sebab engkau adalah seorang wanita yang sholihah, lembut, sopan santun, mulia, bertakwa, suci, menjaga diri dan penuh kasih sayang.
Istriku, aku tidak segan-segan berterus terang kepadamu, meski hanya dalam bentuk goresan tinta kita ini di atas lembaran kertas yang juga milik kita, bahwa aku sangat membutuhkanmu. Dan aku tidak menginginkan dari itu semua selain agar tumbuh rasa dalam dada kita berdua akan pentingnya saling menjaga hubungan baik di antara kita. Dan bahwa hubungan yang baik itu jauh lebih mulia daripada kita berlomba-lomba dengan maksud agar diketahui siapa di antara kita berdua yang lebih unggul. Aku berharap engkau pun telah memahaminya.
Istriku, jujur aku katakan bahwa keberadaanmu sebagai istri bagiku kurasakan sangat penting bagi diriku, akalku, hati serta jiwaku. Bahkan sangat penting bagi kehidupanku juga setelah kematianku. Maka kutuliskan suratku ini untukmu, semoga engkau benar-benar mengerti betapa tingginya kedudukanmu sebagai seorang istri, betapa beratnya wasiat agama kita yang telah dibebankan kepadaku setelah aku menikahimu, dan betapa berartinya dirimu bagiku, suamimu.
Istriku, jujur kukatakan, bagiku engkau laksana permata yang sangat berharga yang tadinya aku tak tahu dimana engkau berada dan ke mana aku harus mencari. Sungguh dunia ini penuh dengan perhiasan, sampai aku tidak kuasa memilih perhiasan mana yang harus kuambil untuk kumiliki, sampai akhirnya Alloh azza wajalla memberikan petunjuk kepadaku, suamimu ini, yang telah payah dan lelah mencarimu sampai akhirnya aku menemukanmu dan menjadikanmu sebagai istri. Aku memuji Alloh azza wajalla dengan sebanyak-banyak pujian bagi-Nya subhanahu wata’ala. Aku tidak mengada-ada untuk sekedar membesarkan hatimu, namun begitulah Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam telah menyatakannya.

إِنَّمَا الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَلَيْسَ مِنْ مَتَاعِ الدُّنْيَا شَيْءٌ أَفْضَلَ مِنْ الْمَرْأَةِ الصَّالِحَةِ

Dunia ini tiada lain hanyalah perhiasan, dan tak ada satu pun dari perhiasan dunia ini yang lebih utama daripada seorang istri yang sholihah.”[1]
Semoga engkau mengerti ini…
Istriku, jujur kukatakan, bagiku engkau adalah sumber kebahagiaan dan penderitaanku. Engkau adalah penghias rumah tempat tinggalku dan kendaraan mewahku, dan engkau adalah sebaik-baik tetanggaku. Aku memuji Alloh azza wajalla dengan sebanyak-banyak pujian bagi-Nya subhanahu wata’ala. Aku tidak mengada-ada untuk mendapat tempat di hatimu, namun begitulah Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengabarkannya.

أَرْبَعٌ مِنَ السَّعَادَةِ : الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ ، وَ الْمَسْكَنُ الْوَاسِعُ ، وَ الْجَارُ الصَّالِحُ ، وَ الْمَرْكَبُ الْهَنِيْءُ . وَ أَرْبَعٌ مِنَ الشَّقَاءِ : الجْاَرُ السُّوْءُ ، وَ الْمَرْأَةُ السُّوْءُ ، وَ الْمَسْكَنُ الضَّيِّقُ وَالْمَرْكَبُ السُّوْءُ” .

“Ada empat hal yang termasuk kebahagiaan; istri sholihah, rumah yang lapang nan luas, tetangga yang sholih dan kendaraan yang nyaman. Dan ada empat hal yang termasuk kesengsaraan; tetangga yang jelek (akhlaknya), istri yang jelek (akhlaknya), rumah yang sempit dan kendaraan yang tak nyaman.”[2]
Istriku, tahukah kau bahwa aku bisa berbahagia bersamamu dan bisa sengsara lagi menderita olehmu? Bukan aku tidak percaya kepadamu bahwa engkau akan membahagiakanku, tentunya engkau bisa memilih. Sebab, aku sudah tahu engkau adalah seorang wanita yang memiliki kecerdasan, apakah engkau akan menjadi sumber kebahagiaanku atau menjadi sumber penderitaanku? Aku memuji Alloh azza wajalla dengan sebanyak-banyak pujian bagi-Nya subhanahu wata’ala, aku berbahagia bersamamu di atas keberkahan hidup bersamamu yang telah dianugerahkan kepadaku, tentunya juga kepadamu. Aku merasa bahagia meski menurut orang lain aku sengsara, aku tidak menyesali banyaknya penderitaan, namun aku sangat berharap keberkahannya. Semoga engkau mengerti ini.
Istriku, jujur kukatakan bahwa tiada sebuah rumah pun yang akan kupandang indah dan kurasa nyaman meski seluas apapun rumah itu bila aku tinggal di dalamnya tanpamu. Aku memuji Alloh azza wajalla dengan sebanyak-banyak pujian bagi-Nya subhanahu wata’ala, sungguh aku bangga padamu, istriku, karena kini aku rasakan rumahku begitu teduh, tentram dan nyaman bagiku setelah engkau yang menjadi pendampingku sejak pernikahan dulu. Semoga engkau mengerti ini.
Istriku, jujur kukatakan, tiada kendaraan mewah yang nyaman aku kendarai meski apapun jenisnya dan berapa rupiah pun harganya jika engkau tidak bersamaku di atas kendaraan itu. Aku memuji Alloh azza wajalla dengan sebanyak-banyak pujian bagi-Nya subhanahu wata’ala, sebab aku merasa tiada tetangga yang berdampingan denganku saat ini, baik di rumahku maupun di kendaraanku yang kurasakan kesholihannya selain dirimu. Semoga engkau mengerti ini.
Istriku, sejujurnya kukatakan, bagiku engkau adalah ukuran kebaikanku di duniaku. Semoga engkau tahu dan memahami ini. Betapa berat amanah yang telah dipikulkan di atas pundakku setelah aku menikahimu. Aku diwasiati untuk menjagamu, bahkan aku diingatkan sekali lagi dan berikutnya dan berikutnya demi kebaikanmu. Aku mengetahui hal ini bukan sekedar mengikuti perasaanku, juga bukan berdasarkan buaian mimpiku, bukan pula dari lamunan dan khayalanku. Namun aku mengerti dan paham lalu seyakin-yakinnya aku yakini dari sabda seorang manusia yang tidak didustakan kabarnya dan tidak dimaksiati perintahnya shallallahu ‘alaihi wasallam. Tahukah dirimu bahwa beliau telah menjadikan bagaimana caraku mempergaulimu dalam kebersamaan ini sebagai tanda baik buruknya akhlakku? Beliau pernah bersabda:

أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ خُلُقًا

Kaum mukminin yang paling sempurna imannya ialah yang paling baik akhlaknya, dan orang yang paling baik di antara kalian ialah yang paling baik akhlaknya terhadap istrinya””[3]
Oleh karenanya, istriku, aku tidak ingin menjadi seorang yang berakhlak buruk sebab tidak bisa berbuat baik kepadamu, dan aku berharap engkau membantuku agar aku bisa memperbaiki akhlakku, (yaitu) dengan memudahkan caraku agar bisa berbuat baik kepadamu. Semoga engkau mengerti ini.
Istriku, bila engkau mendapati kebaikanku, sesungguhnya aku tidak berharap perhatianmu, aku juga tidak berharap pujianmu. Namun, aku hanya ingin semoga Alloh azza wajalla menjadikanmu istri yang sholihah yang berbuat baik kepadaku. Dan, bila engkau mendapatiku tidak berbuat baik kepadamu, semoga kesholihanmu bisa membuka pintu maafmu bagiku, dan semoga Alloh subhanahu wata’ala Yang di atas sana memaafkan kekhilafanku.
Istriku, sebenarnya masih banyak yang ingin aku goreskan dalam lembaran ini. Namun, aku cukupkan dengan mengatakan di ujung suratku ini, bahwa pada akhirnya engkau adalah pelabuhan bahteraku yang aku akan merasa tenang setelah tadinya jiwaku diliputi kecemasan dan ketakutan akan dalam dan dahsyatnya gelombang samudra kehidupan saat masih sendiri sebelum kehadiran seorang istri, dan bagiku ialah dirimu. Aku memuji Alloh azza wajalla dengan sebanyak-banyak pujian kepada-Nya azza wajalla, dan semoga Dia memberkahi hari-hari kita berdua, dalam suka maupun duka.
Dari yang mencintaimu karena Alloh dan untuk Alloh subhanahu wata’ala, aku, suamimu.

[1] HR. Ibnu Majah no. 1845, dishohihkan oleh al-Albani dalam Shohih Ibnu Majah no. 1504.
[2] HR. Ibnu Hiban no: 1232 dishohihkan oleh al-Albani dalam ash-shohihah 1/509
[3] HR. Tirmidzi no. 1082, dishohihkan oleh al-Albani dalam ash-Shohihah no. 284.
Tulisan Karya: Ust. Abu Ammar al-Ghoyami

Senin, 30 Januari 2012

MINTA AMPUNLAH PADA SETIAP KESEMPATAN


وَاسْتَغْفِرِ اللّهِ إِنَّ اللّهَ كَانَ غَفُورًا رَّحِيمًا

dan mohonlah ampun kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. An Nisaa

: 106 )

Dalam surah An Nisaa ayat 106 sebagaimana yang dikutipkan diatas, Allah memeritahkan kepada seluruh hamba-hamba-Nya untuk meminta ampun. Karena sesungguhnya Allah itu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang kepada seluruh makhluknya, yang tentunya kepada manusia. Diperintahkannya kepada seluruh hamba-hambanya untuk meminta ampun, dikarenakan Allah subhanahu wa ta’ala itu maha mengetahui bahwa mereka-mereka itu setiap harinya tidak pernah luput dari berbagai kesalahan dan perbuatan yang berdosa, sedangkan manusia itu sendiri banyak yang tidak menyadari bahwa mereka telah berbuat salah sehingga wajib meminta ampun kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Ketidak sadaran kebanyakan orang akan kesalahan yang dilakukannya menyebabkan seseorang itu lupa meminta ampun kepada Allah, mereka lebih sibuk melakukan amalan-amalan seperti dzikir dan melantunkan puji-pujian kepada Allah. Padahal sebenarnya keutamaan melantunkan pujian itu tidaklah sebanding dengan keutamaan meminta ampun. Hal tersebut dikarenakan orang-orang yang meminta ampun itu mengakui eksistensi Allah sebagai zat yang tempat satu-satunya bagi manusia meminta pertolongan berupa ampunan dari segala dosa.

Sudah menjadi kewajiban rutin bagi setiap hamba Allah melaksanakan shalat, dimana setiap orang yang menyadari akan kewajiban shalat tersebut tidak pernah lalai dalam sholat mereka. Dimana meskipun sepanjang hari banyak orang-orang bekerja namun mereka masih menyisakan waktu untuk melakukan shalat selama paling lama 10 menit. Sehingga ketika mereka memohon ampunan kehadirat Allah dilakukan sambil lalu saja dan bahkan tergesa-gesa. Kemudian mereka tidak peduli, apakah permohonannya didengar Allah atau tidak. Banyak orang tidak perduli apakah permohonan yang telah disampaikan dengan tergesa-gesa dan sambil lalu itu dikabulkankah atau tidak oleh Allah subhanahu wa ta’ala . Menurut kebanyakan orang yang penting bahwa kewajiban shalat sudah terpenuhi.

Sesungguhnya meminta ampun kepada Allah subhanahu wa ta’ala tersebut mempunyai nilai keutamaan, sehingga Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam sebagai panutan umat islam dalam kehidupan sehari-harinya mempunyai disiplin yang tinggi untuk melaksanakan kewajiban sebagai hamba Allah. Diantaranya yang paling menonjol dalam kehidupan beliau adalah memohon ampunan dari Allah Yang Maha Mengetahui. Dari riwayat yang shahih kita mengetahui bahwasanya Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam itu dalam sehari semalam beliau beristigfar 70 sampai 100 kali. Alangkah kokoh ibadah beliau dan sungguh-sungguh mengesampingkanbahwa beliau adalah seorang Rasul, bahkan telah dijanjnikan diampuni dosa-dosanya dan dikarunia surga.

Sejalan dengan itu maka mengapa kita sebagai manusia yang setiap harinya tidak pernah luput dari berbagai kesalahan dan perbuatan dosa, tidak berteladan kepada Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam dalam hal meminta ampun. Sudah sepatutnya setiap hamba untuk memperbanyak mengajukan permohonan ampun kepada Allah Tabaraka wa ta’ala. Seberapa banyak dosa-sosa dan kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan oleh setiap individu, hanya Allah sajalah yang tahu. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :

وَلِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ يَغْفِرُ لِمَن يَشَاء وَيُعَذِّبُ مَن يَشَاء وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمً

Dan hanya kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi.Dia memberikan ampun kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan mengazab siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS. Al Fath : 14 )

Dalam hadits Arba’in Imam Nawawi rahimahullah menyinggung tentang meminta ampun dalam Bab : Allah Mengampuni Segala Dosa Orang Yang Tidsak Berbuat Syirik :

عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : قَالَ اللهُ تَعَالَى : يَا ابْنَ آدَمَ، إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِي وَرَجَوْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَاكَانَ مِنْكَ وَلاَ أُبَالِي، يَا ابْنَ آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوْبُكَ عَنَانَ السَّماَءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ، يَا ابْنَ آدَمَ، إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِي بِقُرَابِ اْلأَرْضِ خَطاَياَ ثُمَّ لَقِيْتَنِي لاَ تُشْرِكْ بِي شَيْئاً لأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً [رواه الترمذي وقال حديث حسن صحيح ]

Dari AnasAllah ta'ala telah berfirman : "Wahai anak Adam, selagi engkau meminta dan berharap kepada-Ku, maka Aku akan mengampuni dosamu dan Aku tidak pedulikan lagi. Wahai anak Adam, walaupun dosamu sampai setinggi langit, bila engkau mohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku memberi ampun kepadamu. Wahai anak Adam, jika engkau menemui Aku dengan membawa dosa sebanyak isi bumi, tetapi engkau tiada menyekutukan sesuatu dengan Aku, niscaya Aku datang kepadamu dengan (memberi) ampunan sepenuh bumi pula".( HR. Tirmidzi, Hadits hasan shahih )

Penjelasan:

Hadits ini berisikan kabar gembira, belas kasih dan kemurahan yang besar. Tidak terhitung banyaknya karunia, kebaikan, belas kasih dan pemberian Allah kepada hamba-Nya. Yang semakna dengan Hadits ini adalah sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Allah lebih bergembira atas tobat seorang hamba-Nya daripada (kegembiraan) seseorang di antara kamu yang menemukan kembali hewannya yang hilang".

Dari Abu Ayyub ketika ia hendak wafat ia berkata : Saya telah merahasiakan dari kalian sesuatu yang pernah aku dengar dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam , yaitu saya mendengar beliau bersabda : "Sekiranya kamu sekalian tidak mau berbuat dosa, niscaya Allah akan menggantinya dengan makhluk lain yang mau berbuat dosa, lalu Allah memberi ampun kepada mereka".

Juga banyak Hadits lain yang semakna dengan Hadits ini.

Sabda beliau "wahai anak Adam, selagi engkau meminta dan berharap kepada-Ku" semakna dengan sabda beliau : "Aku senantiasa mengikuti anggapan hamba-Ku kepada-Ku. Oleh karena itu, hendaknya ia mempunyai anggapan kepada-Ku sesuai kesukaannya".

Telah disebutkan bahwa bila seorang hamba (manusia) telah berbuat dosa kemudian menyesal, misalnya dengan mengatakan : "Wahai Tuhanku, aku telah berbuat dosa, karena itu ampunilah aku. Tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosaku kecuali Engkau". Maka Allah akan menjawab : "Hamba-Ku mengakui bahwa dia mempunyai Tuhan yang mengampuni dosanya dan menghukum kesalahannya, karena itu Aku persaksikan kepada kamu sekalian bahwa Aku telah memberikan ampunan kepadanya". Kemudian hamba itu berbuat seperti itu kedua atau ketiga kalinya, lalu Allah menjawab seperti itu setiap kali terulang kejadian itu. Kemudian Allah berfirman: "Berbuatlah sesukamu, karena Aku telah mengampuni kamu" maksudnya ketika kamu berbuat dosa kemudian kamu mohon ampun.

Ketahuilah, syarat bertobat itu ada tiga, yaitu meninggalkan perbuatan maksiatnya, menyesali yang sudah terjadi dan bertekad tidak akan mengulangi. Jika kesalahan itu berkaitan dengan sesama manusia, maka hendaklah ia segera menunaikan apa yang menjadi hak orang lain atau minta dihalalkan. Jika berkaitan dengan Allah, sedangkan di dalam urusan tersebut ada sanksi kafarat, maka hendaklah ia segera menunaikan pembayaran kafarat. Ini adalah syarat keempat. Sekiranya seseorang mengulangi dosanya berkali-kali dalam satu hari dan ia melakukan tibat sesuai dengan syarat tersebut, maka Allah akan mengampuni dosanya.

Sabda beliau (Allah berfirman) : "maka Aku akan mengampuni dosamu dan Aku tidak pedulikan lagi" maksudnya engkau mengulangi perbuatan dosa kamu dan Aku tidak mempermasalahkan dosa-dosamu itu.

Sabda beliau (Allah berfirman) : "Wahai anak Adam, walaupun dosamu sampai setinggi langit, bila engkau mohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku memberi ampun kepadamu" maksudnya adalah sekiranya dosa beberapa orang dikumpulkan, kemudian memenuhi ruang antara langit dan bumi. Hal ini menunjukkan seberapa pun besarnya dosa, tetapi kemurahan, belas kasih Allah pengampunan-Nya jauh lebih luas dan lebih besar, sehingga tidak berimbang antara dosa dan pengampunan dan siat keagungan Allah ini tidak terhingga, sehingga dosa yang memenuhi alam ini tidak mengalahkan sifat pemurah dan pengampunan-Nya.

Sabda beliau (Allah berfirman) : "Wahai anak Adam, jika engkau menemui Aku dengan membawa dosa sebanyak isi bumi, tetapi engkau tiada menyekutukan sesuatu dengan Aku, niscaya Aku datang kepadamu dengan (memberi) ampunan sepenuh bumi pula" maksudnya adalah engkau datang kepada-Ku dengan membawa dosa-dosa sebesar bumi.

Kalimat "kemudian engkau menemui Aku" maksudnya engkau mati dalam keadaan beriman, tanpa sedikit pun menyekutukan Aku dengan apa pun tiada rasa senang bagi orang mukmin yang melebihi rasa senangnya saat ia bertemu Tuhannya. Allah berfirman : "Sungguh, Allah tidak mengampuni orang yang menyekutukan-Nya, tetapi mengampuni dosa selain dari itu kepada siapa yang dikehendaki". (QS 4 : 48)

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Tidaklah dikatakan terus-menerus berbuat dosa orang yang mau meminta ampun, sekalipun dia mengulangi tujuh puluh kali dalam sehari".

Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Mempunyai anggapan baik kepada Allah termasuk beribadah yang baik kepada

( Wallahu’alam bish-shawab )

Sumber:

1.Hadits Arba’in Imam Nawawi, Software Salafi DB

2.Hikmah Harian Republika.

Ba’da ashar, Senin 6 Rabiul Awal 1433 H/30 Januari 2012

( Musni Japrie _)