Gambar Ilustrasi
Bagi mereka-mereka yang berpegang teguh kepada agama Islam diberikan kemuliaan oleh Allah , dan sebaliknya bagi mereka yang mencari agama lain selain Islam akan diberikan kehinaan dan kerendahan. Selain itu Allah subhanahu wa ta’ala melarang hamba-hamba-Nya kaum Muslimin untuk menyerupai, meniru-niru atau mengikuti ( tasyabbuh ) terhadap orang –orang kafir, agar kemuliaan mereka terjaga dan terlindungi dari tertimpanya kerendahan dan kenihaan atas mereka. Larangan bertasyabbuh bagi umat Islam terhadap orang-orang kafir tersirat di dalamnya perintah agar kaum muslimin itu berbeda atau menyelisihi orang-orang kafir. Sedangkan perbedaan itu sendiri merupakan konsekwensi logis dari adanya perbedaan syari’at antara agama Islam dengan agama yang dianut oleh orang-orang kafir.
Allah –ta'ala- berfirman:
ذَلِكَ مِنْ فَضْلِ الله عَلَيْنَا وَعَلَى النَّاسِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَشْكُرُون [يوسف: 38].
"Yang demikian itu adalah dari karunia Alloh kepada kami dan kepada manusia seluruhnya, tetapi kebanyakan manusia tidak mensyukuri-Nya." (QS. Yusuf: 38)
Namun ternyata banyak diantara kaum Muslimin yang sedikit sekali mempunyai rasa syukur atas kenikmatan yang diberikan Allah, yaitu mereka lebih menyukai untuk menyerupai, mengikuti atau meniru-niru orang-orang kafir. Bahkan banyak diantara kalangan kaum muslimin yang menjadi penyeru akan hal tersebut dengan dalih dan pertimbangan untuk kepentingan modernisasi dan kesemuanya tiada lain adalah untuk mengikuti hawa nafsu belaka. Sebagian orang-orang Muslim tidak mau menyelisihi atau berbeda dengan orang-orang kafir.
ISTIQOMAH DI ATAS JALAN YANG LURUS
AllAh –ta'ala- telah mengabarkan tentang pentingnya ketegaran di atas jalan-Nya yang lurus dengan firman-Nya:
فَمَنْ يُرِدِ الله أَنْ يَهدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ وَمَنْ يُرِدْ أَنْ يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ كَذَلِكَ يَجْعَلُ الله الرِّجْسَ عَلَى الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ * وَهَذَا صِرَاطُ رَبِّكَ مُسْتَقِيمًا قَدْ فَصَّلْنَا الْآَيَاتِ لِقَوْمٍ يَذَّكَّرُونَ [الأنعام/125، 126]
"Siapa yang Alloh menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk memeluk agama Islam dan siapa yang dikehendaki AllAh kesesatannya lantaran keingkarannya dan tidak mau memahami petunjuk-petunjuk AllAh, niscaya AllAh menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. Begitulah AllAh menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman. Inilah jalan Rabb-mu yang lurus. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan ayat-ayat Kami kepada orang-orang yang mengambil pelajaran." (QS. Al-An'am: 125-126)
Dalam ayat lain Allah –ta'ala- berfirman:
فَاسْتَمْسِكْ بِالَّذِي أُوحِيَ إِلَيْكَ إِنَّكَ عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ . وَإِنَّهُ لَذِكْرٌ لَكَ وَلِقَوْمِكَ وَسَوْفَ تُسْأَلُونَ [الزخرف/43، 44]
"Maka berpegang teguhlah kamu kepada agama yang telah diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya kamu berada di atas jalan yang lurus. Sesungguhnya Al-Quran itu benar-benar adalah suatu kemuliaan besar bagimu dan bagi kaummu dan kelak kamu akan diminta pertanggungan jawab." (QS. Az-Zukhruf: 43-44)
Allah –'azza wa jalla-juga berfirman:
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ [الأنعام/153]
"Bahwa yang Kami perintahkan ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah jalan itu dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan yang lain, karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Alloh agar kalian bertakwa." (QS. Al-An'am: 153)
Allah –subhanahu wa ta'ala- berfirman:
فَلِذَلِكَ فَادْعُ وَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَقُلْ آَمَنْتُ بِمَا أَنْزَلَ الله مِنْ كِتَابٍ [الشورى/15]
"Maka karena itu, serulah mereka kepada agama ini dan tetaplah dalam agama itu dan lanjutkanlah berdakwah, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan katakanlah: "Aku beriman kepada semua kitab yang diturunkan Alloh…" (QS. Asy-Syuro: 15)
Sesungguhnya manusia sangatlah membutuhkan hidayah kepada jalan yang lurus. Karenanya Allah telah mewajibkan atas hamba-hamba-Nya yang beriman untuk memohon hidayah tersebut pada setiap rakaat sholat lima waktu.
Imam Ibnul Qoyyim –rahimahulloh- berkata: " bahwasanya seorang hamba itu tidaklah mempunyai jalan lain untuk meraih kebahagiaannya, kecuali dengan istiqomah di atas jalan yang lurus dan tidak ada jalan lain untuk istiqomah di atas jalan tersebut, kecuali dengan hidayah-Nya semata. Adapun dua golongan yang menyimpang dari jalan yang lurus dan menjelaskan bahwasanya penyimpangan kepada salah satu dari dua golongan tersebut merupakan penyimpangan menuju kesesatan yang itu merupakan kerusakan ilmu dan keyakinan (aqidah). Adapun penyimpangan kepada golongan kedua merupakan jalan menuju kemurkaan yang disebabkan oleh kerusakan amal dan tujuan." (Al-Fawaid, hal. 40, cet. Maktabah Darul Bayan)
Syaikhul Islam –rahimahullah- berkata: "Sesungguhnya jalan yang lurus itu mencakup perkara-perkara batin yang terdapat dalam hati, baik berupa keyakinan, kehendak dan sebagainya. Demikian pula mencakup perkara-perkara dzahir (yang nampak), baik berupa perkataan atau perbuatan. Hal itu terkadang berupa perkara peribadatan dan terkadang berupa perkara adat-istiadat, baik dalam berpakaian, makanan, pernikahan, tempat tinggal, persatuan, perpecahan, safar, bermukim, kendaraan dan lain sebagainya." (Iqtidho' Ash-Shirothil Mustaqim: 1/92)
Ibnul Qoyyim –rahimahullah- berkata: "Siapa yang diberi petunjuk (hidayah) di dunia ini kepada jalan yang lurus yang karenanya diutuslah para Rasul dan diturunkanlah kitab-kitab suci, niscaya ia akan diberikan petunjuk kepada jalan yang lurus kelak, mengantarkannya kepada jannah (surga) dan negeri pembalasan amalan. Semakin kokoh kaki seorang hamba di atas jalan yang lurus ini yang telah dibentangkan oleh Allah untuk hamba-hamba-Nya di dunia, maka demikian juga kekokohannya di atas jalan yang terbentang di atas punggung Jahannam. Seberapa panjang kadar perjalanannya di atas jalan ini, maka akan mempengaruhi perjalanannya kelak di atas jalan itu (di akherat kelak). Sebagian mereka ada yang melewatinya dengan secepat kilat, sebagian yang lain melewatinya dengan sekejap mata, sebagian lainnya secepat angin, sebagian lainnya seperti mengendarai kendaraan, sebagian mereka berlari dan yang lainnya berjalan. Di antara mereka ada yang merangkak. Sebagian mereka ada yang selamat dalam keadaan terkoyak-koyak dan sebagian yang lain terbanting ke neraka. Maka hendaknya seorang hamba itu melihat perjalanan hidupnya di atas jalan ini (di dunia) sama persis dengan jalan akherat itu sebagai balasan yang setimpal.
هل تجزون إلا ما كنتم تعملون
"Tiadalah kalian dibalasi, melainkan setimpal dengan apa yang dahulu kalian kerjakan." (QS. An-Naml: 90)
PERINTAH SYARI’AT UNTUK BERBEDA DENGAN ORANG-ORANG KAFIR
Sesungguhnya dalil-dalil Al-Qur'an dan Sunnah menunjukkan akan besarnya perkara menyelisihi jalannya orang-orang kafir. Di antara pentingnya penyelisihan tersebut –terkandung di dalamnya bahaya penyerupaan terhadap mereka- adalah sebagai berikut:
Allah –ta'ala- berfirman:
ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَى شَرِيعَةٍ مِنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ * إِنَّهُمْ لَنْ يُغْنُوا عَنْكَ مِنَ الله شَيْئًا وَإِنَّ الظَّالِمِينَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَالله وَلِيُّ الْمُتَّقِين [الجاثية/18، 19]
"Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan agama itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. Sesungguhnya mereka sekali-kali tidak akan dapat menolak darimu sedikitpun dari siksaan Alloh. Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain dan Alloh adalah pelindung orang-orang yang bertakwa." (QS. Al-Jatsiyah: 18-19)
Pentingnya berbeda atau menyelisihi orang-orang kafir juga ditegaskan dalam beberapa hadits Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam dimana beliau memerintahkan untuk menyelisihi orang-oramng kafir sebagaimana hadits dari Ibnu Umar -radhiallahu anhuma-:
خَالِفُوا الْمُشْرِكِيْنَ: أَحْفُوا الشَّوَارِبَ وَأَوْفُوا اللُّحَى
“Selisihilah orang-orang musyrikin: Cukurlah kumis dan peliharalah jenggot”. (HR. Al-Bukhari no. 5553 dan Muslim no. 259)
Dalam hadits dari Abu Hurairah , ia berkata bahwa Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam bersabda:
صحيح مسلم ٣٨٢: حَدَّثَنَا سَهْلُ بْنُ عُثْمَانَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ زُرَيْعٍ عَنْ عُمَرَ بْنِ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا نَافِعٌ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ أَحْفُوا الشَّوَارِبَ وَأَوْفُوا اللِّحَى
Shahih Muslim 382: Telah menceritakan kepada kami Sahal bin Utsman telah menceritakan kepada kami Yazid bin Zurai' dari Umar bin Muhammad telah menceritakan kepada kami Nafi' dari Ibnu Umar dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Selisihilah kaum musyrikin, cukurlah kumis dan peliharalah jenggot."
Hadits tersebut diakhiri dengan perintah yang selaras dengan bagian awalnya. Hadits itu menunjukkan bahwa sifat berbeda terhadap golongan Majusi merupakan tujuan syari‘at. Tujuan inilah yang merupakan salah satu sebab adanya ketetapan hukum ini. Secara umum berlaku sebab ketetapan suatu hukum telah lengkap.
Oleh karena itu, setelah kaum salaf memahami larangan menyerupai golongan Majusi dalam masalah kumis dan jenggot, mereka juga membenci menyerupai hal-hal yang lain yang merupakan kebiasaan Majusi walaupun tidak ditegaskan secara khusus oleh Nabi .
Imam Marwazi berkata: “Saya bertanya kepada Imam Ahmad bin Hambal tentang mencukur rambut bagian tengkuk. Jawabnya, perbuatan itu merupakan perbuatan kaum Majusi dan barang siapa meniru suatu kaum maka dia termasuk golongan mereka.”
Pada sebuah hadits dari Syadad bin Aus, ia berkata bahwa
Rasulullah Shalallohu 'alaihi wasallam bersabda:
سنن أبي داوود ٥٥٦: حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا مَرْوَانُ بْنُ مُعَاوِيَةَ الْفَزَارِيُّ عَنْ هِلَالِ بْنِ مَيْمُونٍ الرَّمْلِيِّ عَنْ يَعْلَى بْنِ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَالِفُوا الْيَهُودَ فَإِنَّهُمْ لَا يُصَلُّونَ فِي نِعَالِهِمْ وَلَا خِفَافِهِمْ
Sunan Abu Daud 556: Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id telah menceritakan kepada kami Marwan bin Mu'awiyah Al-Fazari dari Hilal bin Maimun Ar-Ramli dari Ya'la bin Syaddad bin Aus dari Ayahnya dia berkata; Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda: "Selisihilah orang-orang yahudi, yang mereka beribadah dengan tidak mengenakan sandal-sandal dan juga khuf (sepatu) mereka."
Juga hadits dari ‘Amr bin ‘Ash ia berkata bahwa Rasulullah Shalallohu 'alaihi wasallam bersabda:
صحيح مسلم ١٨٣٦: حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ عَنْ مُوسَى بْنِ عُلَيٍّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي قَيْسٍ مَوْلَى عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ عَنْ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ أَكْلَةُ السَّحَرِ
و حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى وَأَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ جَمِيعًا عَنْ وَكِيعٍ ح و حَدَّثَنِيهِ أَبُو الطَّاهِرِ أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ كِلَاهُمَا عَنْ مُوسَى بْنِ عُلَيٍّ بِهَذَا الْإِسْنَادِ
Shahih Muslim 1836: Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id telah menceritakan kepada kami Laits dari Musa bin Ulay dari bapaknya dari Abu Qais Maula Amru bin Ash, dari Amru bin Ash bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Perbedaan antara puasa kita dengan puasanya Ahli Kitab adalah makan sahur." Dan telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya dan Abu Bakar bin Abu Syaibah semuanya dari Waki' -dalam jalur lain- Dan telah menceritakannya kepadaku Abu Thahir telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb keduanya dari Musa bin Ulayy dengan isnad ini.
Hal ini menunjukkan bahwa membedakan dua macam ibadah tersebut merupakan tujuan syari‘at. Jika dengan sikap menyelisihi orang-orang non-Islam merupakan suatu cara untuk menampakkan Islam, maka perbuatan tersebut merupakan tujuan pokok dari diutusnya para rasul, karena maksud diutusnya para rasul Allah adalah untuk memenangkan agama Allah di atas agama-agama lain.
MENGAPA MENYELISIHI KAUM KAFIR ITU PENTING ?
Menyelisihi atau berbeda dengan orang-orang kafir bagi umat Islam mempunyai arti yang sangat penting, karena sesungguhnya menyelisisi atau berbeda dengan orang-orang kafir tersebut merupakan syari’at yang wajib untuk dita’ati oleh umat Islam.
Syari’at Islam itu mempunyai aturan yang bersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah, dimana aturan-aturan itu sedemikian detail, lengkap dan sangat sempurna sebagai acuan/pegangan bagi umat Islam. Tidak ada satupun aturan yang tertinggal, dari hal sepele dan kecil seperti bagaimana cara beristinja, sampai kepada hal-hal yang lebih besar lagi. Kesempurnaan agama Islam itu disebutkan dalam firman Allah ta’ala :
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالْدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلاَّ مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَن تَسْتَقْسِمُواْ بِالأَزْلاَمِ ذَلِكُمْ فِسْقٌ الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُواْ مِن دِينِكُمْ فَلاَ تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِينًا فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّإِثْمٍ فَإِنَّ اللّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah [394], daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya [395], dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah [396], (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini [397] orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa [398] karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS.Al Maidah : 3 )
K e t e r a n g a n :
[394] Ialah: darah yang keluar dari tubuh, sebagaimana tersebut dalam surat Al An-aam ayat 145. [395] Maksudnya ialah: binatang yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk dan yang diterkam binatang buas adalah halal kalau sempat disembelih sebelum mati. [396] Al Azlaam artinya: anak panah yang belum pakai bulu. Orang Arab Jahiliyah menggunakan anak panah yang belum pakai bulu untuk menentukan apakah mereka akan melakukan suatu perbuatan atau tidak. Caranya ialah: mereka ambil tiga buah anak panah yang belum pakai bulu. Setelah ditulis masing-masing yaitu dengan: "lakukanlah", "jangan lakukan", sedang yang ketiga tidak ditulis apa-apa, diletakkan dalam sebuah tempat dan disimpan dalam Ka'bah. Bila mereka hendak melakukan sesuatu maka mereka meminta supaya juru kunci Ka'bah mengambil sebuah anak panah itu. Terserahlah nanti apakah mereka akan melakukan atau tidak melakukan sesuatu, sesuai dengan tulisan anak panah yang diambil itu. Kalau yang terambil anak panah yang tidak ada tulisannya, maka undian diulang sekali lagi. [397] Yang dimaksud dengan hari ialah: masa, yaitu: masa haji wada', haji terakhir yang dilakukan oleh Nabi Muhammad r [398] Maksudnya: dibolehkan memakan makanan yang diharamkan oleh ayat ini jika terpaksa.
Mengingat sudah lengkapnya aturan yang diturunkan Allah maka tidaklah perlu lagi menambahkan hal-hal baru yang datangnya dari agama diluar Islam. Mengingat syari’at Islam sudah memuat segala hal maka tidaklah diperlukan lagi menjadikan tradisi orang-orang kafir ke dalam kehidupan kaum muslimin dan meniru-niru, mengikuti atau menyerupai orang-orang kafir.
Islam itu adalah agama tauhid yang murni datangnya Allah dan as-Sunnah dan bersih dari campur tangan manusia sebagaimana syari’at agama lain. Menyerupai atau meniru-niru atau mengikuti orang-orang kafir sama saja mengganggap bahwa apa yang datangnya dari Islam itu masih kurang sempurna dan belum lengkap sehingga perlu penambahan.
Pentingnya untuk menyelisihi atau berbeda dengan orang kafir itu antara lain :
1. Bahwasanya penyerupaan/penyesuaian terhadap mereka dalam hal itu dapat menghantarkan kepada penyesuaian pada selainnya. Sesungguhnya orang yang mendekat di sekitar tanah larangan, akan mudah untuk masuk ke dalamnya. (lihat Al-Iqtidho': 1/98, cet. Maktabah Ar-Rusyd)
2. Penyesuaian/penyerupaan terhadap orang kafir menyebabkan hilangnya loyalitas kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan perlindungan-Nya terhadap si pelaku. Allah ta’ala berfirman:
وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَمَا جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ الله مِنْ وَلِيٍّ وَلَا وَاق
"Seandainya kamu mengikuti hawa nafsu mereka setelah datang pengetahuan kepadamu, maka sekali-kali tidak ada pelindung dan pemelihara bagimu terhadap siksa Alloh."(QS. Ar-Ro'd: 37)
(lihat Al-Iqtidho': 1/99, cet. Maktabah Ar-Rusyd)
3. Penyesuaian/penyerupaan terhadap mereka menyebabkan kesesatan, berdasarkan firman Alloh –ta'ala-:
وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى الله هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ الله مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِير
"Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Alloh itulah petunjuk yang benar." Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Alloh tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu." (QS. Al-Baqoroh: 120)
Dalam ayat ini terdapat dalil bahwa agama Yahudi dan Nasrani tidaklah di atas hidayah (petunjuk yang benar). Siapa yang mengikuti mereka, maka sungguh dia telah menyimpang dari petunjuk yang benar dan terjatuh ke dalam kesesatan.
4. Penyesuaian terhadap orang-orang kafir menyebabkan tidak adanya pertolongan Allah terhadap si pelakunya, sebagaimana dalam ayat:
وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ الله مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِير الآية.
"Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Alloh tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu." (QS. Al-Baqoroh: 120)
5. Penyesuaian terhadap orjang-orang kafir termasuk bentuk kedzaliman. Firman Allah –ta'ala-:
وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ إِنَّكَ إِذًا لَمِنَ الظَّالِمِينَ
"Sesungguhnya jika kamu mengikuti keinginan mereka setelah datang ilmu kepadamu, sesungguhnya kamu -kalau begitu- termasuk golongan orang-orang yang dzolim." (QS. Al-Baqoroh: 145)
6. Penyelisihan terhadap orang-orang kafir merupakan senjata kaum mukminin untuk mematahkan hujjah ahli kitab terhadap mereka. Allah –ta'ala- berfirman:
وَمِنْ حَيْثُ خَرَجْتَ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُمَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَيْكُمْ حُجَّة الآية
"Darimana saja kamu keluar, maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Harom dan dimana saja kamu sekalian berada, maka palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang zalim di antara mereka." (QS. Al-Baqoroh: 150)
Syaikhul Islam –rahimahulloh- berkata: "Lebih dari seorang salaf berkata: "Maknanya adalah supaya orang-orang Yahudi itu tidak mampu berhujjah atas kalian dengan adanya kesesuaian dalam arah kiblat, sehingga mereka mengatakan: "Mereka telah menyesuaikan diri dengan kiblat kita. Maka sebentar lagi mereka akan menyesuaikan diri dengan agama kita." Maka Alloh mematahkan hujjah mereka dengan penyelisihan kaum muslimin dalam perkara kiblat. Yang dimaksud hujjah di sini adalah segala sesuatu yang dijadikan alasan (argumentasi), baik itu perkara yang benar (haq) ataupun batil (salah)." (lihat Al-Iqtidho': 1/99, cet. Maktabah Ar-Rusyd)
Beliau –rohimahulloh- juga berkata: "Maka Alloh telah menerangkan bahwa termasuk hikmah dirubahnya arah kiblat adalah penyelisihan terhadap orang-orang kafir dalam perkara kiblat mereka. Hal itu lebih kuat untuk mematahkan ambisi mereka yang batil tersebut. Telah dimaklumi bahwa makna ini telah ada pada setiap perkara penyelisihan dan penyesuaian. Sesungguhnya orang kafir itu jika diikuti suatu perkaranya, maka ia akan mempunyai hujjah seperti atau menyerupai hujjah orang Yahudi dalam masalah kiblat tersebut." (lihat Al-Iqtidho': 1/100-101, cet. Maktabah Ar-Rusyd)
7. Jauhnya dia dari penyerupaan terhadap orang kafir merupakan kemaslahatan itu sendiri. Syaikhul Islam –rohimahulloh- berkata: "Semakin jauh seseorang itu dari penyerupaan terhadap mereka dalam perkara yang tidak disyariatkan bagi kita, maka semakin jauh pula dari terjatuh ke dalam bentuk penyerupaan pada sesuatu yang dilarang. Ini merupakan kemaslahatan yang besar." (Al-Iqtidho': 1/101, cet. Maktabah Ar-Rusyd)
8. Di sisi lain bahwa penyelisihan terhadap orang-orang kafir termasuk upaya mengalahkan mereka. Dari Abu Huroiroh –rodhiyallohu 'anhu- bahwa Nabi –shollallohu 'alaihi wa sallam- bersabda:
سنن أبي داوود ٢٠٠٦: حَدَّثَنَا وَهْبُ بْنُ بَقِيَّةَ عَنْ خَالِدٍ عَنْ مُحَمَّدٍ يَعْنِي ابْنَ عَمْرٍو عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَزَالُ الدِّينُ ظَاهِرًا مَا عَجَّلَ النَّاسُ الْفِطْرَ لِأَنَّ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى يُؤَخِّرُونَ
Sunan Abu Daud 2006: Telah menceritakan kepada kami Wahb bin Baqiyyah dari Khalid dari Muhammad bin 'Amr dari Abu Salamah dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau berkata: "Agama ini akan senantiasa nampak selama orang-orang (kaum muslimin) menyegerakan berbuka, karena orang-orang yahudi dan nashrani menundanya."
Syaikhul Islam –rahimahullah- berkata: "Ini adalah dalil bahwa kemenangan agama itu terwujud dengan penyegeraan berbuka puasa guna menyelisihi Yahudi dan Nasrani. Jika penyelisihan terhadap mereka merupakan sebab kemenangan agama ini dan maksud dari pengutusan para Rosul itu adalah untuk memenangkan agama Alloh atas agama lainnya, maka bentuk penyelisihan itu sendiri merupakan salah satu tujuan terbesar diutusnya para Rosul tersebut." (Al-Iqtidho': 1/209, cet. Maktabah Ar-Rusyd)
9. Penyelisihan terhadap orang-orang kafir merupakan sebab untuk meraih kebaikan dan keselamatan kaum mukminin serta untuk memperoleh kemanfaatan bagi mereka. Hal ini karena pada penyelisihan terhadap para penghuni neraka Jahim tersebut membantu mereka untuk memisahkan diri dari orang-orang berpenyakit dan menjauhi mereka. Itu merupakan salah satu sebab terbesar untuk selamat dari penyakit yang lebih berbahaya daripada penyakit-penyakit fisik tersebut." (Al-Iqtidho': 1/197-198, cet. Maktabah Ar-Rusyd)
10. Penyelisihan terhadap orang-orang kafir merupakan sebab kesempurnaan kaum mukminin. Syaikhul Islam –rohimahulloh- berkata: "Tidaklah terdapat pada perkara-perkara mereka itu melainkan sesuatu yang membahayakan atau mengandung kekurangan. Hal itu karena ulah tangan-tangan mereka berupa amalan-amalan kebid'ahan, tidak berlalu lagi (mansukh) dan sebagainya. Sama sekali tidak mungkin tergambar bahwa sesuatu dari amalan mereka tersebut mengandung kesempurnaan. Sehingga, penyelisihan terhadap mereka pada seluruh perkara itu adalah manfaat dan kebaikan bagi kita sampai-sampai pada perkara-perkara dunia yang mereka tekuni, bisa jadi hal itu membahayakan sisi akherat atau sisi dunia yang lebih penting. Penyelisihan terhadap itu semua merupakan kemanfaatan bagi kita." (Al-Iqtidho': 1/198, cet. Maktabah Ar-Rusyd)
11. Penyelisihan terhadap orang-orang kafir merupakan sebab keselamatan dari murka Alloh –'azza wa jalla-. Dari Ibnu 'Abbas –rodhiyallohu 'anhuma- bahwasanya Nabi –shollallohu 'alaihi wa sallam- bersabda:
«أبغض الناس إلى الله ثلاثة: ملحد في الحرم، ومبتغ في الإسلام سنة جاهلية، ومطلب دم امرئ بغير حق ليريق دمه».
"Tiga jenis manusia yang paling dibenci oleh Alloh: mulhid (pembuat penyelewengan syariat) di tanah harom, orang yang mencari sunnah jahiliyyah dalam berislam, orang yang menuntut darah seseorang untuk ditumpahkan tanpa haq."(HR. Bukhori, no. 6882, bab Man Tholaba Dam Imriin, cet. Darul Kitab Al-Arobi)
Syaikhul Islam -rohimahulloh- berkata: "Setiap yang menginginkan dalam Islam untuk melakukan sesuatu dari sunnah jahiliyah, maka dia telah masuk dalam hadits ini. Yang dimaksud sunnah jahiliyah adalah setiap adat-istiadat yang mereka lestarikan. Sunnah itu adat, yaitu jalan atau metode kehidupan yang terulang-ulang, dilakukan oleh segolongan manusia yang mereka anggap sebagai bentuk peribadatan ataupun tidak. Alloh –ta'ala- berfirman:
قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِكُمْ سُنَنٌ فَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ
"Sesungguhnya telah berlalu sebelum kalian sunnah-sunnah, karena itu berjalanlah kalian di muka bumi." (QS. Ali-Imron: 137)
Nabi –shollallohu 'alaihi wa sallam- bersabda:
«لتتبعن سنن من كان قبلكم»( )
"Sungguh kalian akan mengikuti sunnah-sunnah orang-orang sebelum kalian."
Yang dimaksud dengan ittiba' itu adalah pengikutan jejak dan pengambilan metode. Jadi siapa yang melakukan sesuatu dari sunnah-sunnah mereka, maka dia telah melakukan ittiba' terhadap sunnah jahiliyah. Ini adalah dalil umum yang melazimkan keharaman mengikuti segala sesuatu dari sunnah jahiliyah, baik dalam perayaan-perayaan mereka ataupun selainnya." (Al-Iqtidho': 1/254, cet. Maktabah Ar-Rusyd)
Bukanlah yang dimaksud dengan jahiliyah itu adalah sekedar perbuatan-perbuatan orang Arab sebelum diutusnya Nabi, tetapi sebagaimana perkataan Syaikhul Islam –rohimahulloh-: "Demikian juga segala apa yang menyelisihi apa yang para Rosul datang dengannya, baik hal itu dari Yahudi dan Nasrani. Semuanya itu adalah perkara jahiliyah." (Al-Iqtidho': 1/258, cet. Maktabah Ar-Rusyd)
Beliau –rohimahulloh- juga berkata: "Sabda Rosululloh –shollallohu 'alaihi wa sallam- dalam hadits (tersebut di atas):
«ومبتغ في الإسلام سنة جاهلية»
"…orang yang mencari sunnah jahiliyyah dalam agama islam…"
Termasuk dalam hal ini adalah seluruh perkara jahiliyah secara mutlak atau terkait dengan Yahudi, Nasrani, Majusi, Sho'ibah, penyembah berhala atau campuran dari itu semua atau sebagiannya. Demikian juga pecahan dari sekte-sekte jahiliyah tersebut. Maka sesungguhnya semuanya itu, baik perkara yang diada-adakan (bid'ah) atau yang telah dihapus hukumnya (mansukh), adalah termasuk perkara jahiliyah setelah diutusnya Rosululloh Muhammad –shollallohu 'alaihi wa sallam-. Meskipun istilah jahiliyyah itu tidaklah dipakai kecuali ketika masa bangsa Arab ketika itu, akan tetapi maknanya adalah satu." (Al-Iqtidho': 1/259-260)
12. Penyelisihan kita terhadap para penghuni neraka Jahim tersebut lebih selamat daripada diikut-sertakan bersama mereka dari sisi hukum. Dari Ibnu Umar –rodhiyallohu 'anhuma-, beliau berkata: "Rosululloh –shollallohu 'alaihi wa sallam- bersabda:
«ومن تشبه بقوم فهو منهم»( )
"Dan barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka." (HR. Abu Dawud, no. 4026, hadits shohih)
Syaikhul Islam –rohimahulloh- berkata: "Sanadnya jayyid. Kemudian beliau berkata: "Hadits ini paling sedikit menunjukkan keharaman menyerupai mereka meskipun dzohirnya menunjukkan kafirnya orang yang menyerupai mereka, sebagaimana firman Alloh:
وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ
"Siapa di antara kalian berloyalitas dengan mereka, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka." (QS. Al-Maidah: 51)
…sampai pada ucapan beliau: "Kemungkinan bahwa orang itu dianggap sebagai golongan mereka tersebut pada sisi kesamaan yang terjadi dalam penyerupaan terhadap mereka. Jika hal itu berupa kekafiran, maksiat atau penampilan, maka hukumnya mengikuti hal tersebut. Semuanya itu menunjukkan keharaman penyerupaan terhadap mereka." (Al-Iqtidho': 1/270-271, cet. Maktabah Ar-Rusyd)
Beliau –rohimahulloh- juga berkata: "Telah diketahui bahwa penyerupaan terhadap sesuatu itu mengharuskan adanya kesamaan hukum dengan yang diserupai sesuai dengan besarnya kadar penyerupaan." (Majmu' Fatawa: 22/259)
13. Penyelisihan terhadap para penghuni neraka Jahim itu lebih baik daripada kebinasaan. Dari Ibnu 'Abbas –rodhiyallohu 'anhuma-, beliau berkata: "Rosululloh –shollallohu 'alaihi wa sallam- bersabda pada siang hari melempar jumroh 'Aqobah di atas onta beliau:
«القط لي حصى»
"Ambilkan aku kerikil." Maka kuambilkan beliau tujuh biji kerikil kecil untuk dilemparkan. Kemudian beliau meletakkannya pada telapak tangannya sembari bersabda:
«أمثال هؤلاء فارموا»، ثم قال: «أيها الناس إياكم والغلو في الدين فإنما أهلك من كان قبلكم الغلو في الدين»( ).
"Kerikil seperti inilah yang hendaknya kalian lemparkan." Kemudian beliau bersabda: "Wahai manusia, janganlah kalian bersikap ghuluw (melampaui batas) dalam agama ini. Sesungguhnya yang telah membinasakan orang-orang sebelum kalian hanyalah sikap ghuluw dalam beragama."(HR. Ibnu Majah, no. 3029, hadits shohih)
Syaikhul Islam –rohimahulloh- berkata: "Hal tersebut menunjukkan bahwa menjauhi dan memisahkan diri jalan hidup mereka secara mutlak menjadikan lebih jauh lagi untuk terjatuh ke dalam apa yang membuat mereka binasa. Sebaliknya berpartisipasi bersama mereka, meskipun dalam beberapa metode kehidupan mereka, dikhawatirkan akan menjadikan dirinya binasa." (Al-Iqtidho': 1/329, cet. Maktabah Ar-Rusyd)
14. Syaikhul Islam –rohimahulloh- berkata: "Telah jelas bagimu bahwa di antara inti penyebab hilangnya agama dan syariat Allah serta munculnya kekafiran dan kemaksiatan adalah tasyabbuh (penyerupaan) terhadap orang-orang kafir, sebagaimana inti segala kebaikan adalah dengan melestarikan sunnah-sunnah para Nabi dan syariat mereka. Karena tujuan itulah (yaitu hilangnya agama dan syariat Allah) besarnya kemunculan kebid'ahan dalam agama, meskipun tidak dengan penyerupaan terhadap orang-orang kafir. Bagaimana lagi kalau terkumpul keduanya (yaitu bid'ah dan tasyabbuh)?" (Al-Iqtidho': 1/198, cet. Maktabah Ar-Rusyd)
15. Di antara yang menunjukkan atas besarnya perkara penyelisihan terhadap penghuni neraka Jahim tersebut adalah hadits Abu Huroiroh –radhiyallahu 'anhu-, beliau berkata: "Rasulullah –shallallahu 'alaihi wa sallam- bersabda:
«إن اليهود والنصارى لا يصبغون فخالفوهم»
"Sesungguhnya orang-orang Yahudi dan Nasrani itu tidak menyemir uban mereka, maka selisihilah mereka." (HR. Bukhori, no. 3462, kitab Ahadits Ambiya', bab Maa Dzukiro 'an Bani Isroil dan Muslim, no. 2103, kitab Libas, bab Fii Mukholafatil Yahud) dan yang selainnya dari dalil-dalil tentang perintah merubah warna uban.
Syaikhul Islam –rahimahulloh- berkata: "Lafadz hadits ini menunjukkan perintah untuk menyelisihi mereka dan larangan untuk menyerupai mereka untuk membiarkan warna putih uban yang itu bukanlah hasil perbuatan kita sendiri. Maka pelarangan untuk melakukan tasyabbuh terhadap mereka itu lebih utama. Oleh karena itu, perbuatan tasyabbuh tersebut hukumnya haram berbeda dengan yang pertama." (Al-Iqtidho': 1/303, cet. Maktabah Ar-Rusyd).
K E S I M P U L A N
1. Dengan ditetapkannya Islam sebagai satu-satunya agama yang benar maka seluruh agama samawi yang dulunya diturunkan kepada para Rasul Allah telah dinyatakan batal, tidak berlaku lagi (mansyukh). Karenanya wajib bagi seluruh umat manusia untuk tunduk kepada syari’at Islam, sedangkan syari’at yang diatur oleh agama samawi lainnya dinyatakan gugur tidak patut untuk dijadikan acuan.
2. Merupakan suatu kenikmatan besar bagi seluruh kaum Muslimin yang patut disyukuri karena dengan dipilih dan ditetapkannya Islam sebagai agama bagi kaum muslimin. Mengingat syari’at Islam merupakan syari’at yang lengkap dan sempurna maka tidak diperlukan lagi adanya penambahan-penambahan diluar apa yang telah ditetapkan. Tetapi meskipun demikian masih ada saja diantara kaum muslimin yang menganggap bahwa dalam syari’at Islam masih belum lengkap sehingga mereka menambahinya dengan mengambil dari apa-apa yang dilihatnya pada diri orang-orang kafir. Maka orang-orang muslim itu lalu melakukan penyerupaan, meniru-niru atau mengikuti tradisi dari orang-orang kafir yang jauh menyimpang.
3.Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam sesungguhnya telah melarang kaum muslimin untuk menyerupai, meniru-meniru atau mengikuti ( tasyabbuh ) terhadap orang-orang kafir dan memerintahkan untuk menyelisihi atau berbeda dengan mereka tertsebut. . Karena dengan menyelisihi orang-orang kafir tersebut maka akan jelaslah perbedaan antara agama yang hak dan yang bathil
4. Bahwa di antara inti penyebab hilangnya agama dan syariat Allah serta munculnya kekafiran dan kemaksiatan adalah tasyabbuh (penyerupaan) terhadap orang-orang kafir, sebagaimana inti segala kebaikan adalah dengan melestarikan sunnah-sunnah para Nabi dan syariat mereka.
5.Larangan syari’at Islam bagi umatnya untuk menyerupai dan perintah untuk menyelisihi orang-orang kafir sesungguhnya mengandung hikmah yaitu untuk membedakan antara kaum Muslimin dengan orang-orang kafir, maka patut untuk mendapatkan perhatian bagi sebagian orang-orang muslim yang suka bertasyabbuh kepada orang-orang kafir.
( Wallaahu ta’ala a’lam )
S u m b e r :
1. Al-Qur’an dan Terjemahan, www.salafi-db
2. Ensiklopedi Hadits Kitab 9 Imam, www.lidwapusaka.com
3. B ahaya Mengekor non Muslim ( Muhtarat Iqtidha’ Ash-Shirathal Mustaqim ), Muhammad bin ‘Aliu Adh Dhabi’i
4. Pentingnya Menyelisihi Jalan Orang-Orang Kafir,Abu Fairuz
Samarinda, Ahad ba’da ashar , 20 Rabiul ASkhir 1434 H / 3 Maret 2013
( Musni Japrie )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar