Di negeri dimana kita tinggal sekarang ini konon katanya menurut para
turist yang datang berkunjung disebutkan sebagai negeri yang penduduknya
mempunyai ciri khas yaitu keramah tamahan masyarakatnya serta murah senyum sehingga amat menarik.
Sinyalemen tersebut tidaklah sebenarnya betul, tetapi juga tidak sepenuhnya
benar. Mungkin saja apa yang dinilai oleh pata turist tersebut karena mereka
rata-rata bergaul dengan insan atau orang-orang kesehariannya terlibat dan
bergerak di bidang pariwisata, dimana rata-rata mereka yang bekerja seperti di
perhotelan, biro perjalanan dan pekerjaan-pekerjaan lain yang mendukung
pariwisata seperti mereka yang bekerja di rumah-rumah makan, warung-warung,
penjual souveniur wajib untuk ramah tamah terhadap tamu-tamu mereka, murah
dengan senyum, ringan tangan memberikan bantuan dan lain-lainnya. Karena
apabila mereka-mereka yang bekerja disektor pariwisata bersikap sombong,
angkuh,tidak ramah dan sulit tersenyum serta cuek bebek niscaya para turist
merasa kurang dihargai dan dihormati dan mereka akan ditinggalkan pelanggan.
Sikap sedemikian juga nampaknya ditunjukkan oleh banyak pekerja yang
bergerak dibidang jasa pelayanan lainnya seperti yang ditunjukkan oleh pegawai
bank, rumah-rumah sakit, sales girl dan sales man juga para penjaga toko-toko
dan supermarket serta di mall-mall.
Kalau masyarakat di negeri ini yang
bergerak di sektor pariwisata dikenal dengan keramah tamahan, bermuka manis,
murah senyum, saling sapa tegur, tetapi sebaliknya akan kita temui kondisi yang
sebaliknya, dimana dewasa ini kita sudah jarang dan sulit untuk mendapatkan
orang-orang dalam pergaulan sehari-harinya sesama saudaranya meskipun sesama
muslim yang menampakkan keramah tamahan apabila bertemu, bermuka manis dan
menghiasi wajahnya dengan senyuman.
Sikap Kaku dan Cuek
Terhadap Sesama Saudara Muslim
Cobalah kita perhatikan bagaimana sekarang ini sikap antar saudara sesama
muslim, sepertinya sekarang ini diantara kita sesama muslim telah dibatasi dan
dipisahkan oleh sebuah garis semacam hijab yang melindungi penglihatan dan
perhatian kita kepada orang-orang yang ada disekitar kita. Banyak diantara kita
yang saling acuh saja terhadap saudara kita sesama muslim yang berada didekat
kita, kita bersikap cuek saja dan tidak mau bertegur sapa, tidak mau berbasa
basi menunjukkan keramah tamahan dan tidak mau menunjukkan perhatian kepada
orang lain.Orang-orang yang ada disekitar
kita dianggap tidak pernah ada, sehingga ketika mereka datang
menjulurkan tangan untuk berjabatan tangan dan mengucapkan salam, kita tidak
menggubrisnya, meskipun kita menyambut uluran tangan untuk berjabatan tangan,
tetapi sambutan itu terasa dingin, tidak menunjukkan keakraban terhadap sesama
muslim.
Banyak diantara kita yang tidak mau menjawab salam sebagai balasan dari
salam yang disampaikan oleh orang lain,kebanyakan kita bersikap acuh saja terhadap saudaranya yang
mendoakan keselamatan dan kesejahteraan atas diri kita. Kita malas dan enggan
untuk menjawab salam orang lain dan kita merasa tidak perlu merasa
berterimakasih atas kebaikan orang lain yang telah mendoakan kita dengan
salamnya.
Apabila seseorang datang memasuki masjid kemudian menyalami satu persatu
jama’ah yang ada di dalam masjid sambil
mengucapkan salam, dari sekian puluh jama’ah yang ada, yang menjawab salam
paling banter hanya 1 – 2 orang saja, sedangkan selebihnya hanya sekedar
menyambut jabatan tangan tanpa memberikan jawaban salam. Mereka menyambut
jabatan tangan tanpa eksperisi wajah yang menunjukkan rasa gembira karena telah
disalami, tanpa ada sesunggingpun senyum dibibirnya, wajahnya cuek bebek saja
tidak membalas keramah tamahan yang telah ditunjukkan oleh orang yang datang
menyambanginya menjulurkan tangan menjabat tangan dan mendokannya. Sungguh
suatu sikap yang tidak seimbang, karena ternyata banyak diantara umat Islam
sekarang ini sepertinya hanya lebih suka menerima sapa tegur, keramah tamahan,
dan penghormatan serta senyum dari orang lain saja, tetapi yang bersangkutan
enggan membalasnya dengan hal yang serupa. Apalagi mendahului dalam hal
mengucapkan salam dan menjabat tangan
serta menunjukkan keramah tamahan tentunya merupakan sesuatu hal yang sudah
langka.
Sesungguhnya dewasa ini bersikap kaku, tidak menghormati orang lain sesama
muslim yang ada disekitar kita, menunjukkan ekspresi wajah yang tidak
bersahabat dan lain sebagainya sudah dijadikan gaya hidup. Senyum untuk sesama
saudara muslim tidak pernah lagi dijadikan alat untuk menunjukkan rasa senang
dan bahagia kita ketika bertemu saudara sesama muslim.
Sombong Terhadap
Sesama Saudara Muslim
Sikap dan perilaku kebanyakan orang-orang dewasa ini yang menunjukkan
kurangnya memiliki rasa persahabatan dan keakraban kepada sesama saudara muslim
sesungguhnya termasuk dalam kelompok orang-orang yang memiliki rasa sombong,
meskipun mereka tidak menyadari akan hal tersebut.
Bagaimana tidak disebut memiliki rasa sombong, orang yang datang secara
sengaja mengucapkan salam dan menjulurkan tangan untuk berjabatan tangan secara
khusus kepada yang bersangkutan tetapi tidak ditanggapi sebagaimana mestinya.
Hal seperti ini malah akan menimbulkan rasa kurang simpati antar sesama saudara
muslim.
Sebagaimana diketahui sikap sombong tersebut merupakan sikap kurang
menghargai orang lain sebagaimana layaknya, karena menganggap bahwa orang lain
tersebut tidak selayaknya diberikan penghargaan dan dihormati serperti
layaknya. Dimana sikap sombong tersebut muncul dalam diri seseorang karena
merasa dirinya mempunyai kelebihan.
Sesungguhnya tidaklah pula dapat dikatakan seseorang memiliki sifat sombong dalam dirinya karena
hanya sikap cueknya terhadap orang lain, namun sikap cuek dan masa bodoh yang
ada dalam diri seseorang tersebut mungkin hanya karena kebodohan atau ketidak
tahuan mereka bahwa seharusnya sebagai seorang muslim yang bersangkutan
seyogyanya tampil dengan keramah tamahan, bermuka manis, murah senyum serta
sikap rendah hati.
B agaimana Menurut
Islam Adab Terhadap Sesama Saudara Muslim ?
Betapa sempurnanya syari’at Islam yang mengatur secara terperinci dari
hal-hal yang bersifat kecil sampai kepada hal-hal yang berskala besar, dari
hal-hal yang bersifat tuntunan untuk beribadah maupun bermuamalah dan aqidah.
Islam telah mengatur dan memberikan tuntunan secara lengkap kepada umatnya
segala sesuatunya termasuk dalam hal ini adalah bagaimana adab seseorang dalam
pergaulannya terhadap sesama saudaranya muslim. Adab-ada dan akhlak tersebut antara
lain meliputi :
1.Sesama Muslim Saling
Bersaudara Satu Sama lainnya Dan Saling Kasih Mengasihi dan Sayang Menyayangi
Islam memerintahkan agar sesama muslim saling bersaudara satu sama
lainnya, sehingga dengan adanya rasa persaudaraan satu dengan yang lainnya maka
tidak akan ada saling zhalim satu sama lainnya, tidak aka nada perbuatan aniaya
yang dilakukan oleh seseorang kepada saudaranya yang lain. Berkenaan dengan
perlunya rasa persaudaraan ini, maka Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam
dalam sebuah hadits menyebutkan :
صحيح مسلم ٤٦٧٧: حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ عَنْ عُقَيْلٍ
عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ سَالِمٍ عَنْ أَبِيهِ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْمُسْلِمُ أَخُو
الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ مَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ
اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ
بِهَا كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ
اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Shahih Muslim 4677: Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin
Sa'id; Telah menceritakan kepada kami Laits dari 'Uqail dari Az Zuhri dari
Salim dari Bapaknya bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Seorang muslim dengan muslim yang lain adalah bersaudara. Ia tidak boleh berbuat
zhalim dan aniaya kepada saudaranya yang muslim. Barang siapa yang membantu
kebutuhan saudaranya, maka Allah akan memenuhi kebutuhannya. Barang siapa
membebaskan seorang muslim dari suatu kesulitan, maka Allah akan membebaskannya
dari kesulitan pada hari kiamat. Dan barang siapa menutupi aib seorang muslim,
maka Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat kelak."
Dengan adanya rasa persaudaraan maka
antara sesama muslim akan saling kasih mengasihi, cinta mencintai dan
sayang menyayangi. Hal ini ditegaskan oleh Rasullullah shallallahu’alaihi wa
sallam dalam hadits yang diriwayatkan oleh imam Bukhari rahimahullah dalam
kitab Shahihnya:
صحيح البخاري ٥٥٥٢: حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ حَدَّثَنَا زَكَرِيَّاءُ عَنْ عَامِرٍ
قَالَ سَمِعْتُهُ يَقُولُ سَمِعْتُ النُّعْمَانَ بْنَ بَشِيرٍ يَقُولُ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَرَى الْمُؤْمِنِينَ
فِي تَرَاحُمِهِمْ وَتَوَادِّهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى
عُضْوًا تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ جَسَدِهِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
Shahih Bukhari 5552: Telah menceritakan kepada kami Abu Nu'aim
telah menceritakan kepada kami Zakariya` dari 'Amir dia berkata; saya mendengar
An Nu'man bin Basyir berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Kamu akan melihat orang-orang mukmin dalam hal saling mengasihi,
mencintai, dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota
tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga dan panas (turut
merasakan sakitnya
Perintah Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam kepada umatnya agar
mempuny tidak ada rasa prasangka, saling mencari aib orang lain, saling menebar
kebencian sehingga jadilah sebagai orang-orang yang bersaudara satu sama
lainnya. Hal ini diungkapkan oleh Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam
dalam hadits dari Abu Hurairah radhyallahu’anhu :
صحيح البخاري ٤٧٤٧: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ
جَعْفَرِ بْنِ رَبِيعَةَ عَنْ الْأَعْرَجِ قَالَ قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ
يَأْثُرُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِيَّاكُمْ
وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا تَحَسَّسُوا
وَلَا تَبَاغَضُوا وَكُونُوا إِخْوَانًا وَلَا يَخْطُبُ الرَّجُلُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ
حَتَّى يَنْكِحَ أَوْ يَتْرُكَ
Shahih Bukhari 4747: Telah menceritakan kepada kami Yahya bin
Bukair Telah menceritakan kepada kami Al Laits dari Ja'far bin Rabi'ah dari Al
A'raj ia berkata; Abu Hurairah berkata; Satu warisan dari Nabi shallallahu
'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Jauhilah oleh kalian perasangka, sebab
perasangka itu adalah ungkapan yang paling dusta. Dan janganlah kalian
mencari-cari aib orang lain, jangan pula saling menebar kebencian dan jadilah kalian
orang-orang yang bersaudara. Janganlah seorang laki-laki meminang atas pinangan
saudaranya hingga ia menikahinya atau meninggalkannya."
Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh imam Bukhari rahimahullah
Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda :
صحيح البخاري ٥٦٠٤: حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ مُحَمَّدٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ
أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ هَمَّامِ بْنِ مُنَبِّهٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ
فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ وَلَا تَحَسَّسُوا وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا تَحَاسَدُوا
وَلَا تَدَابَرُوا وَلَا تَبَاغَضُوا وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا
Shahih Bukhari 5604: Telah menceritakan kepada kami Bisyr bin
Muhammad telah mengabarkan kepada kami Abdullah telah mengabarkan kepada kami
Ma'mar dari Hammam bin Munabbih dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam beliau bersabda: "Jauhilah prasangka buruk, karena prasangka
buruk adalah ucapan yang paling dusta, janganlah kalian saling mendiamkan,
janganlah suka mencari-cari isu, saling mendengki, saling membelakangi, serta
saling membenci, tetapi, jadilah kalian hamba-hamba Allah yang
bersaudara."
Sesama muslim hendaknya saling kasih mengasihi sebagaimana yang
diisyaratkan oleh Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhari sebuah hadits dari Jabir bin Abdullah :
صحيح البخاري ٦٨٢٨: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلَامٍ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ
عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ زَيْدِ بْنِ وَهْبٍ وَأَبِي ظَبْيَانَ عَنْ جَرِيرِ بْنِ عَبْدِ
اللَّهِ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَرْحَمُ اللَّهُ
مَنْ لَا يَرْحَمُ النَّاسَ
Shahih Bukhari 6828: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin
Salam telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah dari Al A'masy dari Zaid bin
Wahb dan Abu dlabyan dari Jarir bin Abdullah berkata, "Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Allah tidak akan menyayangi siapa
saja yang tidak menyayangi manusia."
Orang-orang yang tidak saling kasih mengasihi maka ia tidak akan dikasihi,
sebagaimana yang disebutkan dalam hadits riwayat Imam Bukhari , Rasullullah
shallallahu’alaihi wa sallam bersabda :
صحيح البخاري ٥٥٣٨: حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ
حَدَّثَنَا أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
قَبَّلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحَسَنَ بْنَ عَلِيٍّ
وَعِنْدَهُ الْأَقْرَعُ بْنُ حَابِسٍ التَّمِيمِيُّ جَالِسًا فَقَالَ الْأَقْرَعُ إِنَّ
لِي عَشَرَةً مِنْ الْوَلَدِ مَا قَبَّلْتُ مِنْهُمْ أَحَدًا فَنَظَرَ إِلَيْهِ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ مَنْ لَا يَرْحَمُ لَا يُرْحَمُ
Shahih Bukhari 5538: Telah menceritakan kepada kami Abu Al Yaman
telah mengabarkan kepada kami Syu'aib dari Az Zuhri telah menceritakan kepada
kami Abu Salamah bin Abdurrahman bahwa Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata;
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah mencium Al Hasan bin Ali
sedangkan disamping beliau ada Al Aqra' bin Habis At Tamimi sedang duduk, lalu
Aqra' berkata; "Sesungguhnya aku memiliki sepuluh orang anak, namun aku
tidak pernah mencium mereka sekali pun, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam memandangnya dan bersabda: "Barangsiapa tidak mengasihi maka ia
tidak akan dikasihi."
2. Ramah Tamah ,Rendah
Hati Serta Tidak Sombong
Islam adalah agama yang mengajarkan akhlak yang luhur dan mulia. Oleh
karena itu, banyak dalil al Quran dan as Sunnah yang memerintahkan kita untuk
memiliki akhlak yang mulia dan menjauhi akhlak yang tercela. Demikian pula
banyak dalil yang menunjukkan pujian bagi pemilik akhlak baik dan celaan bagi
pemilik akhlak yang buruk. Salah satu akhlak buruk yang harus dihindari oleh
setiap muslim adalah sikap sombong.
Sikap sombong adalah memandang dirinya berada di atas kebenaran dan merasa
lebih di atas orang lain. Orang yang sombong merasa dirinya sempurna dan
memandang dirinya berada di atas orang lain.
Islam Allah Ta’ala berfirman,
وَلاَ تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلاَ تَمْشِ فِي اللأَرْضِ مَرَحاً إِنَّ
اللهَ لاَ يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَجُوْرٍ
{18}
“Dan janganlah kamu
memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di
muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Luqman:18)
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْتَكْبِرِينَ
“Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang menyombongkan diri.”
(QS. An Nahl: 23)
Sebuaa hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Haritsah bin Wahb
Al Khuzai’i berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَهْلِ النَّارِ قَالُوا بَلَى قَالَ كُلُّ عُتُلٍّ جَوَّاظٍ
مُسْتَكْبِرٍ
“Maukah kamu aku beritahu tentang penduduk neraka? Mereka semua adalah
orang-orang keras lagi kasar, tamak lagi rakus, dan takabbur(sombong).“
(HR. Bukhari no. 4918 dan Muslim no. 2853).
Bagaimana sebenarnya Kesombongan
itu ?
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dari Nabi
shalallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ
قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً
قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ
النَّاسِ
“Tidak akan masuk
surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi.”
Ada seseorang yang bertanya, “Bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju
dan sandal yang bagus?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah itu indah dan
menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.“ (HR. Muslim no. 91)
Imam An Nawawi rahimahullah berkata, “Hadist ini berisi larangan dari
sifat sombong yaitu menyombongkan diri kepada manusia, merendahkan mereka,
serta menolak kebenaran” (Syarah Shahih Muslim Imam Nawawi, II/163, cet. Daar
Ibnu Haitsam)
Kesombongan ada dua macam, yaitu sombong terhadap al haq dan sombong terhadap
makhluk. Hal ini diterangkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada
hadist di atas dalam sabda beliau, “sombong adalah menolak kebenaran dan suka
meremehkan orang lain”. Menolak kebenaran adalah dengan menolak dan berpaling
darinya serta tidak mau menerimanya. Sedangkan meremehkan manusia yakni
merendahkan dan meremehkan orang lain, memandang orang lain tidak ada
apa-apanya dan melihat dirinya lebih dibandingkan orang lain. (Syarh Riyadus
Shaalihin, II/301, Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin, cet Daar Ibnu
Haitsam)
Sombong Terhadap
Makhluk
Bentuk kesombongan terhadap makhluk, yakni dengan meremehkan dan
merendahkannya. Hal ini muncul karena seseorang bangga dengan dirinya sendiri
dan menganggap dirinya lebih mulia dari orang lain. Kebanggaaan terhadap diri
sendiri membawanya sombong terhadap orang lain, meremehkan dan menghina mereka,
serta merendahkan mereka baik dengan perbuatan maupun perkataan. Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ
“Cukuplah seseorang dikatakan berbuat jahat jika ia menghina saudaranya
sesama muslim” (H.R. Muslim 2564). (Bahjatu Qulubill Abrar, hal 195)
Di antara bentuk kesombongan terhadap manusia di antaranya adalah sombong
dengan pangkat dan kedudukannya, sombong dengan harta, sombong dengan kekuatan
dan kesehatan, sombong dengan ilmu dan kecerdasan, sombong dengan bentuk tubuh,
dan kelebihan-kelebihan lainnya. Dia merasa lebih dibandingkan orang lain
dengan kelebihan-kelebihan tersebut. Padahal kalau kita renungkan, siapa yang
memberikan harta, kecerdasan, pangkat, kesehatan, bentuk tubuh yang indah?
Semua murni hanyalah nikmat dari Allah Ta’ala. Jika Allah berkehendak, sangat
mudah bagi Allah untuk mencabut kelebihan-kelebihan tersebut. Pada hakekatnya
manusia tidak memiliki apa-apa, lantas mengapa dia harus sombong terhadap orang
lain?
Kebalikan dari sikap sombong adalah sikap tawadhu’ (rendah hati). Sikap
inilah yang merupakan sikap terpuji, yang merupakan salah satu sifat ‘ibaadur
Rahman yang Allah terangkan dalam firman-Nya,
وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ
الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا
“Hamba-hamba Tuhan
Yang Maha Pengasih adalah orang-orang yang berjalan di atas muka bumi dengan
rendah hati (tawadhu’) dan apabila orang jahil menyapa mereka, mereka
mengucapkan kata-kata yang baik.” (QS. Al Furqaan: 63)
Diriwayatkan dari Iyadh bin Himar radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
وَإِنَّ اللَّهَ أَوْحَى إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّى لَا يَفْخَرَ أَحَدٌ
عَلَى أَحَدٍ وَلَا يَبْغِ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ
‘Sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku agar kalian bersikap rendah hati
hingga tidak seorang pun yang bangga atas yang lain dan tidak ada yang berbuat
aniaya terhadap yang lain” (HR Muslim no. 2865).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ
عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ.
“Sedekah itu tidak
akan mengurangi harta. Tidak ada orang yang memberi maaf kepada orang lain,
melainkan Allah akan menambah kemuliaan untuknya. Dan tidak ada orang yang
tawadhu’ (merendahkan diri) karena Allah, melainkan Allah akan mengangkat
derajatnya.” (HR. Muslim no. 2588)
Sikap tawadhu’ inilah yang akan mengangkat derajat seorang hamba,
sebagaimana Allah berfirman,
دَرَجَاتٍ الْعِلْمَ أُوتُوا وَالَّذِينَ مِنكُمْ آمَنُوا الَّذِينَ اللَّهُ يَرْفَعِ
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara
kalian dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat “ (QS. Al
Mujadilah: 11).
Ketahuilah bahwa sesungguhnya bagi mereka-mereka yang sombong oleh Allah
ta’ala disebutkan tempatnya adalah neraka jahanam sebagai tempat yang
seburuk-buruknya. Sebagaimana yang disebutkan dalam Firman Allah azza wa jalla
:
ادْخُلُوا أَبْوَابَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا فَبِئْسَ مَثْوَى الْمُتَكَبِّرِينَ
(Dikatakan kepada mereka):
"Masuklah kamu ke pintu-pintu neraka Jahannam, sedang kamu kekal di
dalamnya. Maka itulah seburuk-buruk tempat bagi orang-orang yang sombong
".(QS.Al Mu’min : 76)
3.Saling Mengucapkan
Salam Ketika Bertemu
As-Salam adalah salah satu Nama Allah yang diletakkan-Nya di muka bumi,
maka oleh Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam kepada umatnya diperintahkan
untuk disebarkan utnuk menghidupkan sunnah , hingga tercipta kasih sayang
diantara kita dan keselamatan .Karena salam penghormatan tidak berlangsung
kecuali di antara dua orang yang mencara keselamatan, bukan diantara dua orang
yang menginginkan tiupu daya .
Mengucapkan salam kepada sesama Muslim adalah perkara yang terpuji dan
disukai dalam Islam. Dengan perbuatan ini hati kaum Muslimin dapat saling
bersatu dan berkasih sayang di antara mereka. Sunnah ini sudah lama diamalkan
oleh para sahabat -radhiyallahu ‘anhum-.
Mendoakan keselamatan sesama muslim
ketika bertemu dengan sesama saudara muslim adalah sebagai bentuk manifestasi (
wujud ) dari silaturahim , sebagaimana juga yang dilakukan oleh Rasullullah
shallallahu’alaihi wa sallam .
Rasullullah shallallahu’alahi wa sallam mencontohkan bagaimana beliau
ketika berjumpa dengan seseorang, beliau menjabat tangan orang tersebut dan
mengucapkan salam ( mendoa’kan)
Assalamualaikum (al-salāmu 'alaykum); selamat sejahtera ke atas kamu
semua) merupakan ucapan salam dalam bahasa Arab, dan digunakan oleh umat Islam.
Ucapan ini adalah sunah Nabi Muhammad s.a.w., yang dapat merekatkan ukhuwah
Islamiyyah umat Muslim di seluruh dunia. Memberi salam adalah sunat, sedangkan
menjawabnya adalah wajib.
Allah s.w.t. berfirman dalam Surah Al-Hasyr Ayat 23:
هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلَامُ
الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ سُبْحَانَ اللَّهِ
عَمَّا يُشْرِكُونَ
Dialah Allah Yang
tiada Tuhan selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang
Mengaruniakan Keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha
Kuasa, Yang Memiliki segala Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka
persekutukan.(QS. Al Hasyr :23 )
Di dalam ayat ini, al-Salam; dibaca As-Salam (Maha Sejahtera) adalah satu
dari nama-nama agung Allah s.w.t.
Ungkapan Islami ini lebih berbobot dibandingkan dengan ungkapan-ungkapan
kasih-sayang yang digunakan oleh umat lain. Hal ini dapat dijelaskan dengan
alasan-alasan berikut ini.
1. Salam bukan sekedar ungkapan kasih-sayang, tetapi memberikan juga
alasan dan logik kasih-sayang yang di wujudkan dalam bentuk doa pengharapan
agar anda selamat dari segala macam duka-derita. Tidak seperti kebiasaan orang
Arab jahiliyah yang mendoakan untuk tetap hidup, tetapi Salam mendoakan agar
hidup dengan penuh kebaikan.
2. Salam mengingatkan kita bahwa kita semua bergantung kepada Allah
subhanahu wa ta’ala. Tidak satupun makhluk yang dapat menghalangi atau
memberikan manfaat kepada siapapun juga tanpa perkenan Allah subhanahu wa
ta’ala.
3. Perhatikanlah bahwa ketika seseorang mengatakan kepada anda, “Aku
berdoa semoga kamu sejahtera.” Maka dia menyatakan dan berjanji bahawa anda
aman dari tangan (perlakuan)nya, lidah (lisan)nya, dan dia akan menghormati hak
hidup, kehormatan, dan harga-diri anda.
Pengucapan salam antar sesama Muslim dan beliau menyebutnya sebagai
perbuatan baik yang paling utama diantara perbuatan-perbuatan baik yang di
kerjakan. Ada beberapa Sabda Rasulullah shallallahu’alahi wa sallam yang
menjelaskan pentingnya ucapan salam antara sesama Muslim.
Hasan Basri rahimahullah berkata :
"Mengawali mengucapkan salam sifatnya adalah sukarela, sedangkan
membalasnya adalah kewajiban” Disebutkan didalam Muwattha’ Imam Malik,
diriwayatkan oleh Tufail bin Ubai bin Ka’ab bahwa, Abdullah bin Umar
radhyallahu’anhu biasa pergi ke pasar hanya untuk memberi salam kepada
orang-orang disana tanpa ada keperluan membeli atau menjual apapun. Ia
benar-benar memahami erti penting mengawali mengucapkan salam."
Di sini, mendahului memberi salam dan membalasnya juga termasuk yang
diperhitungkan. Maka kita hendaknya menyukai mendahului memberi salam. Sama
halnya kita harus membalas salam demi menyenangkan Allah subhanahu wa
ta’ala dan menyuburkan kasih-sayang
diantara kita semua.
4.Saling Berjabatan
Tangan Ketika Bertemu
. Syaikh Bin Baz rahimahullaah berkata : Pada dasarnya disyariatkan
bersalaman ketika berjumpanya sesama muslim, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
senantiasa menyalami para sahabatnya Radhiyallahu ‘anhum saat berjumpa dengan
mereka, dan para sahabat pun jika berjumpa mereka saling bersalaman, Anas
Radhiyallahu ‘anhu dan Asy-Sya’bi rahimahullah berkata : “Adalah para sahabat
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila berjumpa mereka saling bersalaman,
dan apabila mereka kembali dari bepergian, mereka berpelukan” Disebutkan dalam
Ash-Shahihain bahwa Thalhah bin Ubaidillah Radhiyallahu ‘anhu, salah seorang
yang dijamin masuk surga, bertolak dari halaqah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam di masjidnya menuju Ka’ab bin Malik Radhiyallahu ‘anhu ketika Allah
menerima taubatnya, lalu ia menyalaminya dan mengucapkan selamat atas diterima
taubatnya. Ini perkara yang masyhur di kalangan kaum Muslimin pada masa Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallm dan setelah wafatnya beliau, juga riwayat dari
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda. Dari al-Bara’ bin
‘Azib radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ
فَيَتَصَافَحَانِ إِلاَّ غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أَنْ يَفْتَرِقَا “
Tidaklah dua orang
muslim saling bertemu kemudian berjabat tangan, kecuali akan diampuni
(dosa-dosa) mereka berdua sebelum mereka berpisah.“
Orang-orang yang menjulurkan tangan untuk berjabatan tangan kepada
saudara-saudaranya sesama muslim, maka
berguguranlah dosda-dosanya sebagaimana bergugurannya daun-daun dari pohon. Hal
ini disebutkandalam hadits hadits Rasullullah shalllahu’alahi wa sallam :
إِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا لَقِيَ الْمُؤْمِنَ وَأَخَذَ بِيَدِهِ فَصَافَحَهُ تَنَاثَرَتْ
خَطَايَاهُمَا كَمَا يَتَنَاثَرُ وَرَقُ الشَّجَرُ.
“Sesungguhnya seorang mukmin jika bertemu dengan seorang mukmin, dan
mengambil tangannya, lalu ia menjabatinya, maka akan berguguran dosa-dosanya
sebagaimana daun pohon berguguran”. [HR. Ath-Thobroniy dalam Al-Ausath
(245).
Hadits ini di-shohih-kan oleh
Syaikh Al-Albaniy dalam Shohih At-Targhib (no.2720)]
Bersalaman dilakukan dimana saja dan kapan saja apabila bertemu dengan orang
lain, termasuk juga seharusnya juga dilakukan ketika berjumpa di masjid atau di dalam
barisan shaf shalat, jika keduanya belum bersalaman sebelum shalat maka
bersalaman setelahnya, hal ini sebagai pelaksanaan sunnah yang agung itu
disamping karena hal ini bisa menguatkan dan menghilangkan permusuhan. Kemudian
jika belum sempat bersalaman sebelum shalat fardhu, disyariatkan untuk
bersalaman setelahnya, yaitu setelah dzikir yang masyru’.
5.Bermuka manis dan Menunjukkan
senyum
Di antara bentuk akhlak mulia yang diajarkan dalam Islam adalah bermuka
manis di hadapan orang lain. Bahkan hal ini dikatakan oleh Syaikh Musthofa Al
‘Adawi menunjukkan sifat tawadhu’ seseorang. Namun sedikit di antara kita yang
mau memperhatikan akhlak mulia ini. Padahal di antara cara untuk menarik hati
orang lain pada dakwah adalah dengan akhlak mulia.
Lihatlah bagaimana akhlak mulia ini diwasiatkan oleh Lukman pada anaknya,
sebagaimana yang digambarkan dalam al-Quran :
وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّ
اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
“Dan janganlah kamu
memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di
muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
sombong lagi membanggakan diri” (QS. Lukman: 18).
Ibnu Katsir menjelaskan mengenai ayat tersebut, “Janganlah palingkan
wajahmu dari orang lain ketika engkau berbicara dengannya atau diajak bicara.
Muliakanlah lawan bicaramu dan jangan bersifat sombong. Bersikap lemah
lembutlah dan berwajah cerialah di hadapan
orang lain” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 11: 56).
Dalam sebuah hadits riwayat dari Imam Muslim dalam kitab Shahihnya
Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam menyebutkan untuk tidak menganggap
remeh sedikitpun kebaikan, walaupun hanya bermanis muka ;
صحيح مسلم ٤٧٦٠: حَدَّثَنِي أَبُو غَسَّانَ الْمِسْمَعِيُّ حَدَّثَنَا عُثْمَانُ
بْنُ عُمَرَ حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ يَعْنِي الْخَزَّازَ عَنْ أَبِي عِمْرَانَ الْجَوْنِيِّ
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الصَّامِتِ عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ
قَالَ لِيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَحْقِرَنَّ مِنْ
الْمَعْرُوفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ
Shahih Muslim 4760: Shamit dari Abu Dzar dia berkata; Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam berkata kepadaku: "Janganlah kamu menganggap
remeh sedikitpun terhadap kebaikan, walaupun kamu hanya bermanis muka kepada
saudaramu (sesama muslim) ketika bertemu."
Dari Jarir, ia berkata,
مَا حَجَبَنِى النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - مُنْذُ أَسْلَمْتُ ، وَلاَ رَآنِى
إِلاَّ تَبَسَّمَ فِى وَجْهِى
“Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak menghalangiku sejak aku memberi salam dan beliau selalu
menampakkan senyum padaku” (HR. Bukhari no. 6089 dan Muslim
no. 2475).
Wajah berseri dan tersenyum termasuk bagian dari akhlak mulia. Ibnul
Mubarok berkata bahwa makna ‘husnul khulq’ (akhlak mulia),
طَلاَقَةُ الوَجه ، وَبَذْلُ المَعروف ، وَكَفُّ الأذَى
“Wajah berseri,
berbuat kebaikan (secara umum) dan menghilangkan gangguan”. Dinukil dari
Riyadhus Sholihin karya Imam Nawawi rahimahullah.
Bermuka manis dan murah senyum telah dicontohkan oleh Rasullullah shallallahu’alaihi
wa sallam sekalipun orang telah berbuat kasar terhadap beliau. Hal ini
digambarkan dalam hadits dari Anas bin Malik, Rasullullah shallallahu’alaihi wa
sallam bersabda :
صحيح البخاري ٥٦٢٤: حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْأُوَيْسِيُّ
حَدَّثَنَا مَالِكٌ عَنْ إِسْحَاقَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي طَلْحَةَ عَنْ أَنَسِ
بْنِ مَالِكٍ قَالَ
كُنْتُ أَمْشِي مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَيْهِ
بُرْدٌ نَجْرَانِيٌّ غَلِيظُ الْحَاشِيَةِ فَأَدْرَكَهُ أَعْرَابِيٌّ فَجَبَذَ بِرِدَائِهِ
جَبْذَةً شَدِيدَةً قَالَ أَنَسٌ فَنَظَرْتُ إِلَى صَفْحَةِ عَاتِقِ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَدْ أَثَّرَتْ بِهَا حَاشِيَةُ الرِّدَاءِ مِنْ شِدَّةِ
جَبْذَتِهِ ثُمَّ قَالَ يَا مُحَمَّدُ مُرْ لِي مِنْ مَالِ اللَّهِ الَّذِي عِنْدَكَ
فَالْتَفَتَ إِلَيْهِ فَضَحِكَ ثُمَّ أَمَرَ لَهُ بِعَطَاءٍ
Shahih Bukhari 5624: Telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz
bin Abdullah Al Uwaisi telah menceritakan kepada kami Malik dari Ishaq bin
Abdullah bin Abu Thalhah dari Anas bin Malik dia berkata; "Saya berjalan
bersama Rasulullah Shallallahu'alaihi wa Sallam, ketika itu beliau mengenakan
kain (selimut) Najran yang tebal ujungnya, lalu ada seorang Arab badui (dusun)
yang menemui beliau. Langsung ditariknya Rasulullah dengan kuat, Anas
melanjutkan; "Hingga saya melihat permukaan bahu beliau membekas lantaran
ujung selimut akibat tarikan Arab badui yang kasar. Arab badui tersebut
berkata; "Wahai Muhammad berikan kepadaku dari harta yang diberikan Allah
padamu", maka beliau menoleh kepadanya diiringi senyum serta menyuruh
salah seorang sahabat untuk memberikan sesuatu kepadanya."
Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam sebagai panutan umat selalu
menunjukkan senyumannya kepada siapa saja sebagaimana yang diceritakan dalam
sebuah hadits dari Jarir radhyallahu’anhu :
صحيح البخاري ٥٦٢٥: حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا ابْنُ إِدْرِيسَ عَنْ
إِسْمَاعِيلَ عَنْ قَيْسٍ عَنْ جَرِيرٍ قَالَ
مَا حَجَبَنِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُنْذُ أَسْلَمْتُ
وَلَا رَآنِي إِلَّا تَبَسَّمَ فِي وَجْهِي وَلَقَدْ شَكَوْتُ إِلَيْهِ أَنِّي لَا
أَثْبُتُ عَلَى الْخَيْلِ فَضَرَبَ بِيَدِهِ فِي صَدْرِي وَقَالَ اللَّهُمَّ ثَبِّتْهُ
وَاجْعَلْهُ هَادِيًا مَهْدِيًّا
Shahih Bukhari 5625: Telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair
telah menceritakan kepada kami Ibnu Idris dari Isma'il dari Qais dari Jarir dia
berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah
menghalangiku untuk bertemu semenjak aku memeluk Islam dan tidaklah dia
melihatku kecuali tersenyum. Aku telah mengadukan kepadanya, bahwa aku tidak
kokoh berada di atas kuda, maka beliau menepukkan tangannya ke dadaku seraya
berdoa: "Ya Allah, kokohkan dia dan jadikanlah dia petunjuk lagi pemberi
petunjuk."
Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dalam kitab Sunannya : tentang perintah Rasullullah
shallallahu’alaihi wa sallam agar tidak meremehkan
perkara ma'ruf, berbicara dengan wajah yang penuh senyum dan berseri
سنن أبي داوود ٣٥٦٢: حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ أَبِي غِفَارٍ
حَدَّثَنَا أَبُو تَمِيمَةَ الْهُجَيْمِيُّ وَأَبُو تَمِيمَةَ اسْمُهُ طَرِيفُ بْنُ
مُجَالِدٍ عَنْ أَبِي جُرَيٍّ جَابِرِ بْنِ سُلَيْمٍ قَالَ
رَأَيْتُ رَجُلًا يَصْدُرُ النَّاسُ عَنْ رَأْيِهِ لَا يَقُولُ شَيْئًا إِلَّا
صَدَرُوا عَنْهُ قُلْتُ مَنْ هَذَا قَالُوا هَذَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قُلْتُ عَلَيْكَ السَّلَامُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَرَّتَيْنِ قَالَ لَا تَقُلْ
عَلَيْكَ السَّلَامُ فَإِنَّ عَلَيْكَ السَّلَامُ تَحِيَّةُ الْمَيِّتِ قُلْ السَّلَامُ
عَلَيْكَ قَالَ قُلْتُ أَنْتَ رَسُولُ اللَّهِ قَالَ أَنَا رَسُولُ اللَّهِ الَّذِي
إِذَا أَصَابَكَ ضُرٌّ فَدَعَوْتَهُ كَشَفَهُ عَنْكَ وَإِنْ أَصَابَكَ عَامُ سَنَةٍ
فَدَعَوْتَهُ أَنْبَتَهَا لَكَ وَإِذَا كُنْتَ بِأَرْضٍ قَفْرَاءَ أَوْ فَلَاةٍ فَضَلَّتْ
رَاحِلَتُكَ فَدَعَوْتَهُ رَدَّهَا عَلَيْكَ قَالَ قُلْتُ اعْهَدْ إِلَيَّ قَالَ لَا
تَسُبَّنَّ أَحَدًا قَالَ فَمَا سَبَبْتُ بَعْدَهُ حُرًّا وَلَا عَبْدًا وَلَا بَعِيرًا
وَلَا شَاةً قَالَ وَلَا تَحْقِرَنَّ شَيْئًا مِنْ الْمَعْرُوفِ وَأَنْ تُكَلِّمَ أَخَاكَ
وَأَنْتَ مُنْبَسِطٌ إِلَيْهِ وَجْهُكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ الْمَعْرُوفِ وَارْفَعْ إِزَارَكَ
إِلَى نِصْفِ السَّاقِ فَإِنْ أَبَيْتَ فَإِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِيَّاكَ وَإِسْبَالَ
الْإِزَارِ فَإِنَّهَا مِنْ الْمَخِيلَةِ وَإِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمَخِيلَةَ
وَإِنْ امْرُؤٌ شَتَمَكَ وَعَيَّرَكَ بِمَا يَعْلَمُ فِيكَ فَلَا تُعَيِّرْهُ بِمَا
تَعْلَمُ فِيهِ فَإِنَّمَا وَبَالُ ذَلِكَ عَلَيْهِ
Sunan Abu Daud 3562: - dari Abu Jurai Jabir bin Sulaim ia berkata,
"Aku melihat seorang laki-laki yang fikirannya dijadikan sandaran oleh
orang banyak, dan ia tidak mengatakan sesuatu kecuali orang-orang akan
mengikutinya. Aku lalu bertanya, "Siapakah dia?" orang-orang
menjawab, "Ini adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam." maka
aku pun berkata, 'Wahai Rasulullah, 'Alaika As Salam (semoga keselamatan bersamamu)
' wahai Rasulullah, sebanyak dua kali. Beliau bersabda: "Jangan engkau
ucapkan 'Alaika As Salam', karena 'Alaika As Salam adalah penghormatan dan
salam untuk mayit. Tetapi ucapkanlah 'As Salamu 'Alaika'." Jabir bin
Sulaim berkata, "Aku lalu bertanya, "Apakah engkau utusan
Allah?" beliau menjawab: "Ya, aku adalah utusan Allah, Dzat yang jika
engkau tertimpa musibah, lalu engkau berdoa kepada-Nya, maka Dia akan
menghilangkannya darimu. Jika kamu tertimpa paceklik, lalu engkau berdoa maka
Dia akan menumbuhkan (tanaman) bagi kamu. Jika engkau berada di suatu tempat
yang luas hingga kendaraanmu hilang, lalu engkau berdoa kepada-Nya, maka Dia
akan mengembalikannya kepadamu." Jabir bin Sulaim berkata, "Lalu aku
berkata, "Berilah kami perjanjian." Beliau bersabda: "Jangan
sekali-kali engaku cela orang lain." Jabir bin Sulaim berkata,
"Setelah itu aku tidak pernah mencela seorang pun; orang merdeka atau
budak, unta atau kambing." Beliau bersabda lagi: "Janganlah engkau
remehkan perkara ma'ruf, berbicaralah kepada saudaramu dengan wajah yang penuh
senyum dan berseri, sebab itu bagian dari perkara yang ma'ruf. Angkatlah
sarungmu hingga setengah betis, jika tidak maka hingga kedua mata kaki. Dan
janganlah engkau julurkan sarungmu karena itu bagian dari sifat sombong,
sesungguhnya Allah tidak menyukai sifat sombong. Jika ada seseorang yang
mencela dan memakimu karena cela yang ia ketahui darimu, maka janganlah engkau
balas memaki karena cela yang engkau ketahui padanya, karena hal itu akan
memberatkannya (pada hari kiamat)."
Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam selalu menunjukkan senyum beliau
kepada para sahabat meskipun beliau dalam kondisi sakit, sebagaimana yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan kitab Musnad beliau :
مسند أحمد ١١٦٢٩: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ أَنَسٍ قَالَ
آخِرُ نَظْرَةٍ نَظَرْتُهَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَوْمَ الِاثْنَيْنِ كَشَفَ السِّتَارَةَ وَالنَّاسُ خَلْفَ أَبِي بَكْرٍ فَنَظَرْتُ
إِلَى وَجْهِهِ كَأَنَّهُ وَرَقَةُ مُصْحَفٍ فَأَرَادَ النَّاسُ أَنْ يَتَحَرَّكُوا
فَأَشَارَ إِلَيْهِمْ أَنْ اثْبُتُوا وَيَلْقَى السَّجْفَ وَتُوُفِّيَ فِي آخِرِ ذَلِكَ
الْيَوْمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Musnad Ahmad 11629: Telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Az
Zuhri dari Anas ia berkata; "Terakhir kali aku bisa melihat Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam adalah pada hari senin, yaitu ketika beliau
membuka tirai (kamar), sedang waktu itu orang-orang berada di belakang Abu
Bakar. Aku melihat wajah beliau seperti selembar kertas yang bersih.
Orang-orang ingin bergerak (menemui beliau) tetapi beliau memberikan isyarat
agar tetap diam, beliau melemparkan senyum lalu beliau shallallahu 'alaihi
wasallam meninggal dunia pada penghujung hari itu."
Sebagai umat Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam hendaklah kita
selalu banyak tersenyum sebagaimana yang telah contoh bagaimana Rasullullah shallallahu’alaihi
wa sallam sebagai seorang panutan yang banyak tersenyum , hal ini berdasarkan hadits
riwayat Imam Ahmad dalam kitab Musnad-nya :
مسند أحمد ١٧٠٤٣: حَدَّثَنَا حَسَنٌ حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ عَنْ عُبَيْدِ
اللَّهِ بْنِ الْمُغِيرَةِ قَالَ سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ الْحَارِثِ بْنِ جَزْءٍ
يَقُولُ
مَا رَأَيْتُ أَحَدًا كَانَ أَكْثَرَ تَبَسُّمًا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Musnad Ahmad 17043: Telah menceritakan kepada kami Hasan Telah
menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah dari Ubaidullah bin Mughirah ia berkata,
saya mendengar Abdullah bin Harits bin Juz` berkata, "Saya tidak pernah
melihat seseorang yang paling banyak senyum daripada Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam."
Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam melarang kepada umatnya untuk
tidak menganggap remeh sedikitpun kebaikan walaupun hanya sekedar hanya
bermanis muka, hal ini sejalan dengan hadits riwayat dari Imam Muslim dalam
kitab Shahihnya;
صحيح مسلم ٤٧٦٠: حَدَّثَنِي أَبُو غَسَّانَ الْمِسْمَعِيُّ حَدَّثَنَا عُثْمَانُ
بْنُ عُمَرَ حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ يَعْنِي الْخَزَّازَ عَنْ أَبِي عِمْرَانَ الْجَوْنِيِّ
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الصَّامِتِ عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ
قَالَ لِيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَحْقِرَنَّ مِنْ
الْمَعْرُوفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ
Shahih Muslim 4760: Shamit dari Abu Dzar dia berkata; Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam berkata kepadaku: "Janganlah kamu menganggap
remeh sedikitpun terhadap kebaikan, walaupun kamu hanya bermanis muka kepada
saudaramu (sesama muslim) ketika bertemu."
Tersenyum kepada sesama saudara muslim sangatlah penting artinya,karena
memberikan senyuman merupakan sedekah, hal ini sesuai dengan hadits yang
diriwayatkan imam at-Tirmidzi dalam kitab Sunannya :
سنن الترمذي ١٨٧٩: حَدَّثَنَا عَبَّاسُ بْنُ عَبْدِ الْعَظِيمِ الْعَنْبَرِيُّ
حَدَّثَنَا النَّضْرُ بْنُ مُحَمَّدٍ الْجُرَشِيُّ الْيَمَامِيُّ حَدَّثَنَا عِكْرِمَةُ
بْنُ عَمَّارٍ حَدَّثَنَا أَبُو زُمَيْلٍ عَنْ مَالِكِ بْنِ مَرْثَدٍ عَنْ أَبِيهِ
عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَبَسُّمُكَ فِي وَجْهِ
أَخِيكَ لَكَ صَدَقَةٌ وَأَمْرُكَ بِالْمَعْرُوفِ وَنَهْيُكَ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ
وَإِرْشَادُكَ الرَّجُلَ فِي أَرْضِ الضَّلَالِ لَكَ صَدَقَةٌ وَبَصَرُكَ لِلرَّجُلِ
الرَّدِيءِ الْبَصَرِ لَكَ صَدَقَةٌ وَإِمَاطَتُكَ الْحَجَرَ وَالشَّوْكَةَ وَالْعَظْمَ
عَنْ الطَّرِيقِ لَكَ صَدَقَةٌ وَإِفْرَاغُكَ مِنْ دَلْوِكَ فِي دَلْوِ أَخِيكَ لَكَ
صَدَقَةٌ
قَالَ وَفِي الْبَاب عَنْ ابْنِ مَسْعُودٍ وَجَابِرٍ وَحُذَيْفَةَ وَعَائِشَةَ
وَأَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ وَأَبُو زُمَيْلٍ
اسْمُهُ سِمَاكُ بْنُ الْوَلِيدِ الْحَنَفِيُّ
Sunan Tirmidzi 1879: dari Abu Dzarr ia berkata; Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Senyummu kepada saudaramu merupakan
sedekah, engkau berbuat ma'ruf dan melarang dari kemungkaran juga sedekah,
engkau menunjukkan jalan kepada orang yang tersesat juga sedekah, engkau
menuntun orang yang berpenglihatan kabur juga sedekah, menyingkirkan batu, duri
dan tulang dari jalan merupakan sedekah, dan engkau menuangkan air dari embermu
ke ember saudaramu juga sedekah."
K e s i m p u l a n
Manusia sebagai makhluk sosial dalam kehidupan pergaulannya sehari-hari
memerlukan interaksi dengan sesama manusia lainnya. Sebagai umat islam yang
menganggap sesama muslim lainnya sebagai saudara mempunyai aturan yang mutlak
untuk dita’ati berupa larangan dan perintah berupa adab yang telah digariskan oleh syari’at islam.
Syari’at Islam melarang umatnya untuk bersikap sombong dan kasar terhadap
sesama manusia. Islam melarang umatnya untuk saling membeci satu sama lain .Islam
melarang umatnya untuk menunjuk muka yang cemberut tidak enak dipandang mata.
Islam melarang umatnya untuk memalingkan muka dari saudaranya sesama muslim.
Islam melarang umatnya untuk bersikap cuek atau tidak mengacuhkan orang lain.
Dari beberapa larangan tersebut sebaliknya syari’at Islam telah
menggariskan bagaimana ada seseorang muslim terhadap muslim lainnya yaitu
antara lain bahwa sesama muslim itu saling bersaudara satu sama lainnya, bahwa
seseorang muslim itu harus saling sayang menyayangi satu sama lain. Seseorang
muslim itu harus ramah tamah tidak sombong dan rendah hati.
Selaku umat muslim maka seseorang
itu di sunnahkan untuk memberikan atau mengucapkan salam kepada saudara muslim
lainnya ketika bertemu, serta saling
berjabatan tangan.
Dan terakhir adab seorang muslim sebagaimana yang disyari’atkan adalah
bermuka manis kepada sesama muslim lainnya serta murah senyum, karena semuanya
itu mempunyai nilai pahala di sisi Allah subhanahu wa ta’ala ( Wallaahu’alam )
Sumber :
1.Al Qur’an dan Terjemahan, www.salafi-db.com
2.Ensiklopedi Hadits Kitab 9 imam,www.lidwapusaka.com
3.Shahih Fadhail A’mal, Syaikh Ali bin Muhammad al-Maghribi.
4.Wikipedia Indonesia
5.A rtikel www. Al-Atssyariyah
6. Artikel .www.darussallam.wordpress.com.
7.Artikel www.asy-syariah online
8.Artikel Muslim.or.id
9.Artikel Rumaysho.Com
Samarinda ,Minggu,waktu dhuha,15 Rabiul Awwal 1434H/27 Januari 2013 M
(Musni Japrie )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar