I.P e n d a h u
l u a n
Sungguh banyak
diantara kaum muslimin yang sangat giat melakukan berbagai bentuk ibadah
sebagai upaya mereka untuk melakukan pendekatan kepada Allah subhanahu wa
ta’ala serta mendapatkan ganjaran pahala yang berlipat. Mereka melakukan
ibadah apa saja dengan sebanyak-banyaknya yang menurut perkiraan dan pikiran
mereka sebagai perbuatan yang baik, apalagi kalau yang mereka namakan ibadah
tersebut dilakukan sesuai dengan apa yang oleh para guru, ustadz, atau para
kiayi ajarkan dan perintahkan. Sekalipun apa yang disampaikan oleh para guru,
ustadz atau kiayi tersebut tidak dilandasi oleh hujjah atau dalil sebagai
sumber hukum yaitu dalam hal ini as-Sunnah Rasullullah shallallahu’alaihi wa
sallam.
Hal tersebut dilakukan
oleh sebagian kalangan umat Islam dikarenakan jahilnya mereka terhadap
as-Sunnah, sedangkan as-Sunnah itu sendiri sesungguhnya tiada lain memberikan
tuntunan kepada umat agar dalam beribadah dapat diterima oleh Allah
subhanahu wa ta’ala.
Beribadah kepada Allah
subhanahu wa ta’ala sebagai wujud dari keta’atan agar dapat diterimana maka
tidak saja memenuhi syarat ikhlas yaitu ibadah hanya ditujukan kepada
Allah semata, tetapi juga wajib untuk memenuhi kreteria yang digariskan atau
mengikuti as- Sunnah Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam
II. Apa Itu As-Sunnah
Ketika membaca
kitab-kitab para Ulama, kita sering menjumpai kata “As-Sunnah” dalam satu
pembahasan ilmiah. Namun tidak jarang dari kaum Muslimin yang masih memahami
kata “As-Sunnah” tersebut secara general, atau bahkan disempitkan kepada
pengertian “dilakukan mendapat pahala dan ditinggalkan tidak apa-apa.” Hal ini
tentu saja akan berakibat fatal dan dapat melemahkan semangat mereka dalam
mempelajari Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam.
Pada dasarnya
“As-Sunnah” itu pengertiannya ialah jalan hidup Nabi atau ajaran-ajaran beliau
shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam. Sebagaimana hal ini ditegaskan oleh
Al-Imam Abu Muhammad Al-Hasan bin ‘Ali bin Khalaf Al-Barbahaari rahimahullah:
اعلم أن الإسلام هو
السنة والسنة هي الإسلام ولا يقوم أحدهما إلا بالآخر
“Ketahuilah,
sesungguhnya Islam itu adalah Sunnah dan Sunnah itu adalah Islam, dan tidak
akan bisa tegak salah satunya kecuali dengan menegakkan yang lainnya.” [Syarhus Sunnah Al-Barbahaari hal. 21]
Namun kata “As-Sunnah”
ditinjau dari jenisnya ada dua macam, sebagaimana yang diterangkan oleh Al-Imam
Mak-hul rahimahullahu ta’ala:
السنة سنتان سنة الأخذ
بها فريضة وتركها كفر وسنة الأخذ بها فضيلة وتركها إلى غير حرج
“As-Sunah itu ada dua
macam, yakni sunnah yang wajib kita berpegang dengannya dan meninggalkannya
adalah kufur, (yang kedua) adalah sunnah yang bila mengerjakannya mendapat
keutamaan dan meninggalkannya tidak berdosa.” [Asy-Syari'ah Al-Imam Al-Ajurri 1/424
no.108]
Maka As-Sunnah jenis
pertama ialah sunnah dalam konteks syari’ah secara umum, sedangkan jenis yang
kedua ialah sunnah dalam pengertian fiqh secara khusus.
Lebih lanjut lagi
Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd Al-’Abbaad Al-Badr hafidzhahullah menerangkan
secara rinci tentang pengertian As-Sunnah sebagaimana berikut:
“Sesungguhnya syari’at
Islam yang sempurna ini adalah sunnah beliau shallallahu ‘alaihi wa alihi
wasallam dalam makna yang umum. Dan sesungguhnya kata As-Sunnah itu dimutlakkan
kepada empat makna:
Pertama, semua yang
datang dari Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah sunnah beliau shallallahu ‘alaihi wa
alihi wasallam. Sunnah beliau di sini pengertiannya adalah jalan hidup beliau
shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam. Hal ini berdasarkan sabda Nabi
shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam, “Barangsiapa yang membenci sunnahku
(ajaranku) maka ia bukan termasuk dari golonganku.” [HR. Al-Bukhari 5063 dan
Muslim 1401]
Kedua, As-Sunnah itu
bisa bermakna Al-Hadits, pengertian ini bila digandengkan dengan kata
Al-Qur’an. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam,
“Sesungguhnya aku telah meninggalkan kepada kalian dua perkara, (jika kalian
berpegang teguh kepada dua perkara tersebut) kalian tidak akan sesat, yaitu
Kitabullah dan Sunnahku.” [Al-Hakim dalam Mustadraknya 1/93]. Sebagian Ulama
juga ketika menyebutkan sebagian permasalahan mereka mengatakan, “Permasalahan
ini telah ditunjukkan oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah serta Ijma’.
Ketiga, As-Sunnah
dimutlakkan pengertiannya jika berhadapan dengan kata Al-Bid’ah (yakni
As-Sunnah lawan daripada Al-Bid’ah). Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi
wa alihi wasallam, “….Karena sesungguhnya barangsiapa yang masih hidup
sepeninggal aku, maka ia akan melihat perselisihan yang banyak, maka wajib atas
kalian (ketika melihat perselisihan itu, -pent) berpegang teguh dengan sunnahku
dan sunnah para Khulafa’ur rasyidin Al-Mahdiyin sepeninggalku, gigitlah ia
(sunnah-sunnah itu, -pent) dengan gigi-gigi gerahammu, dan hati-hatilah kalian
dari perkara yang baru dalam agama, karena setiap perkara yang baru dalam agama
(bid’ah) itu sesat.” [HR. Abu Dawud 4607 dan ini lafadznya, At-Tirmidzi 2676,
Ibnu Majah 43-44. At-Tirmidzi mengatakan hadits ini Hasan Shahih].
As-Sunnah menurut
istilah syari’at ialah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam dalam bentuk qaul (ucapan), fi’il (perbuatan), taqrir
(penetapan), sifat tubuh serta akhlak yang dimaksudkan dengannya sebagai
tasyri’ (pensyari’atan) bagi ummat Islam. Adapun hadits menurut bahasa ialah
sesuatu yang baru. Secara istilah sama dengan As-Sunnah menurut Jumhur Ulama.
Ada ulama yang menerangkan makna asal secara bahasa bahwa: Sunnah itu untuk
perbuatan dan taqrir, adapun hadits untuk ucapan. Akan tetapi ulama sudah
banyak melupakan makna asal bahasa dan memakai istilah yang sudah lazim
digunakan, yaitu bahwa As-Sunnah muradif (sinonim) dengan hadits. As-Sunnah
menurut istilah ulama ushul fiqih ialah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi
j selain dari Al-Qur-an, baik perbuatan, perkataan, taqrir (penetapan) yang
baik untuk menjadi dalil bagi hukum syar’i. Ulama ushul fiqih membahas dari segala
yang disyari’atkan kepada manusia sebagai undang-undang kehidupan dan
meletakkan kaidah-kaidah bagi perundang-undangan tersebut. As-Sunnah menurut
istilah ahli fiqih (fuqaha’) ialah segala sesuatu yang sudah tetap dari Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam dan hukumnya tidak fardhu dan tidak wajib, yakni
hukumnya sunnah.
III.Kedudukan
As-Sunnah Dalam Syari'at Islam
Kedudukan As-Sunnah
dalam pembinaan hukum Islam dan pengaruhnya dalam kehidupan kaum Muslimin mulai
dari masa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, para Shahabatnya, Tabi’in,
Tabi’ut Tabi’in sampai zaman sekarang ini dan sampai hari Kiamat merupakan
suatu kenyataan yang diterima sebagai kebenaran yang pasti dan tidak perlu
dibuktikan lagi serta tidak dapat diragukan. Barangsiapa yang menela’ah
Al-Qur-an dan As-Sunnah, niscaya akan menemukan besarnya pengaruh As-Sunnah
dalam pembinaan syari’at Islam dan keagungan serta keabadiannya yang tidak
mungkin diingkari oleh pakar-pakar yang mengerti masalah ini. Pembinaan hukum
yang luhur diakui oleh para ahli ilmu di segala penjuru dunia. Kekaguman mereka
menjadi bertambah apabila mempelajari As-Sunnah dengan sistem sanad yang telah
dipaparkan oleh para ahli hadits, rangkaian sanad yang sampai kepada Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dari ahli hadits telah diteliti dan diuji serta
mereka menulis kitab-kitab jarh wat ta’dil tentang para perawi hadits, hingga
dengan cara demikian dapat dibedakan mana hadits yang shahih, dha’if dan
maudhu’. Namun, di samping adanya ulama yang berjuang membela As-Sunnah, ada
pula orang-orang yang merongrong terhadap Islam, mereka menolak As-Sunnah,
meragukan hujjah As-Sunnah serta meragukan pula pengumpulan hadits dan
penyampaian riwayat dari para Shahabat, Tabi’in dan orang-orang setelah mereka
IV.As-Sunnah Adalah
Bagian Dari Syari’at
Sebelum membicarakan
tentang hadits Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam sebagai dasar rujukan
dalam beribadah, terlebih dahulu perlu dikemukakan mengapa hadits ( As-sunnah )
dijadikan dasar rujukan?
Sesungguhnya dalam
islam syari’at yang dijadikan dasar hukum dan pedoman tidak saja terbatas hanya
kepada Al-Qur’an semata, tetapi selain itu As-sunnah juga bagian dari syari’at
sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah subhanahu wa ta’ala
As-Sunnah atau yang
juga dikenal dengan sebutan al-Hadits merupakan dasar pijakan hukum bagi umat
islam setelah Al-Qur’an, dan wajib bagi seluruh umat islam untuk berhukum
kepada As-Sunnah tersebut. Kenapa As-Sunnah dijadikan landasan hukum bagi umat
Islam di dalam bermuamalah dan beribadah, karena pada dasarnya As-Sunnah itu
didalamnya mengandung segala bentuk perintah, larangan, contoh perbuatan dan
teladan Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam yang wajib untuk dita’ati serta
diikuti dan diteladani.
Banyak sekali
ayat-ayat Al-Qur’an yang memerintahkan kepada umat Islam untuk berhukum kepada
As-Sunnah, antara lain sebagai berikut :
1.Firman Allah :
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ
وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ
الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَن يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ
ضَلَالًا مُّبِينًا
Dan tidaklah patut
bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila
Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka
pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah
dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.(QS.Al Ahzab:36)
2. Firman Allah :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللَّهَ
إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasulnya [1408] dan bertakwalah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.(QS Al Hujaraat : 1 )
________________________________________
[1408] Maksudnya
orang-orang mu'min tidak boleh menetapkan sesuatu hukum, sebelum ada ketetapan
dari Allah dan RasulNya.
3. Firman Allah :
قُلْ أَطِيعُواْ اللّهَ
وَالرَّسُولَ فإِن تَوَلَّوْاْ فَإِنَّ اللّهَ لاَ يُحِبُّ الْكَافِرِينَ
Katakanlah:
"Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang kafir".(QS. Ali Imran : 32 )
4. Firman Allah :
وَأَطِيعُواْ اللّهَ
وَرَسُولَهُ وَلاَ تَنَازَعُواْ فَتَفْشَلُواْ وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُواْ
إِنَّ اللّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
Dan ta'atlah kepada
Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan
kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah
beserta orang-orang yang sabar.(QS.Al Anfaal :46)
5. Firman Allah :
تِلْكَ حُدُودُ اللّهِ
وَمَن يُطِعِ اللّهَ وَرَسُولَهُ يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا
الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
وَمَن يَعْصِ اللّهَ
وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَارًا خَالِدًا فِيهَا وَلَهُ
عَذَابٌ مُّهِينٌ
“Barangsiapa
mentaati Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga yang
mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang ia kekal di dalamnya; dan itulah
kemenangan yang besar. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya dan
melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api
neraka sedang ia kekal di dalamnya dan mendapatkan siksa yang menghinakan.” (Q.S.
An Nisa’: 13-14)
6.firman Allah :
رَبَّنَا وَابْعَثْ
فِيهِمْ رَسُولاً مِّنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ
الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ إِنَّكَ أَنتَ العَزِيزُ الحَكِيمُ
Ya Tuhan kami, utuslah
untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada
mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Qur'an) dan
Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha
Kuasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al Baqarah : 129)
Sesungguhnya As-Sunnah
atau Al-Hadits merupakan wahyu kedua setelah Al-Qur’an sebagaimana disebutkan
dalam sabda Rasulullah :
سنن أبي داوود ٣٩٨٨:
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ بْنُ نَجْدَةَ حَدَّثَنَا أَبُو عَمْرِو بْنُ
كَثِيرِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ حَرِيزِ بْنِ عُثْمَانَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ
أَبِي عَوْفٍ عَنْ الْمِقْدَامِ بْنِ مَعْدِي كَرِبَ
عَنْ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ أَلَا إِنِّي أُوتِيتُ
الْكِتَابَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ أَلَا يُوشِكُ رَجُلٌ شَبْعَانُ عَلَى أَرِيكَتِهِ
يَقُولُ عَلَيْكُمْ بِهَذَا الْقُرْآنِ فَمَا وَجَدْتُمْ فِيهِ مِنْ حَلَالٍ
فَأَحِلُّوهُ وَمَا وَجَدْتُمْ فِيهِ مِنْ حَرَامٍ فَحَرِّمُوهُ أَلَا لَا يَحِلُّ
لَكُمْ لَحْمُ الْحِمَارِ الْأَهْلِيِّ وَلَا كُلُّ ذِي نَابٍ مِنْ السَّبُعِ
وَلَا لُقَطَةُ مُعَاهِدٍ إِلَّا أَنْ يَسْتَغْنِيَ عَنْهَا صَاحِبُهَا وَمَنْ
نَزَلَ بِقَوْمٍ فَعَلَيْهِمْ أَنْ يَقْرُوهُ فَإِنْ لَمْ يَقْرُوهُ فَلَهُ أَنْ
يُعْقِبَهُمْ بِمِثْلِ قِرَاهُ
Sunan Abu Daud
3988: dari 'Abdurrahman bin Abu Auf dari Al Miqdam bin Ma'di Karib dari
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Ketahuilah,
sesungguhnya aku diberi Al -Qur'an dan yang semisal bersamanya (As Sunnah).
Lalu ada seorang laki-laki yang dalam keadaan kekenyangan duduk di atas kursinya
berkata, "Hendaklah kalian berpegang teguh dengan Al-Qur'an! Apa yang
kalian dapatkan dalam Al-Qur'an dari perkara halal maka halalkanlah. Dan apa
yang kalian dapatkan dalam Al-Qur'an dari perkara haram maka haramkanlah.
Ketahuilah! Tidak dihalalkan bagi kalian daging himar jinak, daging binatang
buas yang bertaring dan barang temuan milik orang kafir mu'ahid (kafir dalam
janji perlindungan penguasa Islam, dan barang temuan milik muslim lebih utama)
kecuali pemiliknya tidak membutuhkannya. Dan barangsiapa singgah pada suatu
kaum hendaklah mereka menyediakan tempat, jika tidak memberikan tempat
hendaklah memberikan perlakukan sesuai dengan sikap jamuan mereka."
Sangat jelas dan tidak
diragukan lagi bahwa seluruh sabda Rasulullah yang berkaitan dengan agama adalah
wahyu dari Allah sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:
وَمَا يَنطِقُ عَنِ
الْهَوَى
“Dan tiadalah
yang diucapkannya (Muhammad) itu menurut kemauan hawa nafsunya.” (Q.S. An-Najm:3)
Tidak ada perselisihan
sedikit pun di kalangan para ahli bahasa atau ahli syariat bahwa setiap wahyu
yang diturunkan oleh Allah merupakan Adz-Dzikr. Dengan demikian, sudah pasti
bahwa yang namanya wahyu seluruhnya berada dalam penjagaan Allah; dan termasuk
di dalamnya As-Sunnah.
Dari dalil-dalil yang
disebutkan oleh Al-Qur’an serta Hadits tersebut diatas , maka sangat jelaslah
keterangan b ahwa As-Sunnah tidak lain adalah merupakan pijakan dasar hukum
bagi seluruh umat islam dalam bermuamalah dan beribadah selain Al-Qur’an
sebagai dasar hukum yang kedua.
Sudah menjadi
kesepakatan seluruh kaum muslimin pada generasi awal, bahwa As-Sunnah merupakan
sumber kedua dalam syari’at Islam di semua sisi kehidupan manusia, baik dalam
perkara ghaib yang berupa aqidah dan keyakinan, maupun dalam urusan hukum,
politik, pendidikan dan lainnya. Tidak boleh seorang pun melawan As-Sunnah
dengan pendapat, ijtihad maupun qiyas. Imam Syafi’i rahimahullah di akhir
kitabnya, Ar-Risalah berkata, “Tidak halal menggunakan qiyas tatkala ada hadits
(shahih).” Kaidah Ushul menyatakan, “Apabila ada hadits (shahih) maka gugurlah
pendapat”, dan juga kaidah “Tidak ada ijtihad apabila ada nash yang (shahih)”.
Dan perkataan-perkataan di atas jelas bersandar kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah
V.Hadits Rasulullah
shalallahu’alaihi wa sallam Sebagai Dasar Rujukan
Sungguh umat islam
patut bersyukur bahwa dalam melaksanakan berbagai ibadah sebagaimana yang
diperintahkan oleh Allah azza wa jalla tidak mengalami kesulitan karena adanya
pedoman rujukan, tidak dapat dibayangkan bagaimana manusia dapat melaksanakan
ibadahnya tanpa ada pedoman. Dan As-Sunnah ( hadits ) yang di dalamnya berisi
aturan dan tata cara dalam beribadah sehingga umat islam dapat menjalankan
ibadahnya secara benar. Sehingga tidak seorangpun yang diperkenankan untuk
menetapkan jalan dan cara beribadah sesuka hatinya sebagaimana firman Allah
azza wa jalla :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللَّهَ
إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasulnya [1408] dan bertakwalah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.(QS Al Hujaraat : 1 )
________________________________________
[1408] Maksudnya orang-orang
mu'min tidak boleh menetapkan sesuatu hukum, sebelum ada ketetapan dari Allah
dan RasulNya.
Setiap melakukan apa
saja dan segala hal yang berkaitan dengan ibadah maka wajib berpedoman kepada
As-Sunnah ( hadits Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam ) Karenanya dengan
adanya tuntunan As-Sunnah itu agama Islam dalam bentuk syari’at yang sangat
sempurna, sebagaimana yang difirmankan Allah subhanahu wa ta’ala :
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ
الْمَيْتَةُ وَالْدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللّهِ بِهِ
وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا
أَكَلَ السَّبُعُ إِلاَّ مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَن
تَسْتَقْسِمُواْ بِالأَزْلاَمِ ذَلِكُمْ فِسْقٌ الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ
كَفَرُواْ مِن دِينِكُمْ فَلاَ تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ
لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ
دِينًا فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّإِثْمٍ فَإِنَّ
اللّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Diharamkan bagimu (memakan)
bangkai, darah daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain
Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam
binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya dan (diharamkan bagimu)
yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak
panah (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini
orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu
janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah
Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan
telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena
kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang. (
QS. Al Maidaah : 3 )
As-sunnah secara
detail dan lengkap telah memberikan pedoman sebagai acuan kepada seluruh umat
islam sampai hal terkecil sekalipun diajarkan, seperti cara untuk beristinja,
sebagaimana disebutkan dalam sabda rasulullah shalallahu’alahi wa sallam :
صحيح مسلم ٣٨٦:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ حَدَّثَنَا
سُفْيَانُ عَنْ الْأَعْمَشِ وَمَنْصُورٍ عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ عَبْدِ
الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ عَنْ سَلْمَانَ قَالَ
قَالَ لَنَا
الْمُشْرِكُونَ إِنِّي أَرَى صَاحِبَكُمْ يُعَلِّمُكُمْ حَتَّى يُعَلِّمَكُمْ
الْخِرَاءَةَ فَقَالَ أَجَلْ إِنَّهُ نَهَانَا أَنْ يَسْتَنْجِيَ أَحَدُنَا
بِيَمِينِهِ أَوْ يَسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةَ وَنَهَى عَنْ الرَّوْثِ وَالْعِظَامِ
وَقَالَ لَا يَسْتَنْجِي أَحَدُكُمْ بِدُونِ ثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ
Shahih Muslim
386: dari Salman ( al Faarisyi) dia berkata, "Kaum musyrikin
berkata kepada kami, 'Sungguh, aku melihat sahabat kalian (Rasulullah)
mengajarkan kepada kalian hingga masalah adab beristinja', maka dia berkata,
'Ya. Beliau melarang kami dari beristinja' dengan tangan kanannya atau
menghadap kiblat, dan beliau juga melarang dari beristinja' dengan kotoran
hewan dan tulang.' Beliau bersabda: "Janganlah salah seorang dari kalian
beristinja' kurang dari tiga batu'."
Berkata Ustadz Abul
Hakim bin Amir Abdat tentang hadits tersebut diatas bahwa jawaban para sahabat
kepada kaum musyrikin, menegaskan kepada kita; Sesungguhnya Rasulullah
shalallahu’alaihi wasallam telah mengajarkan kepada umatnya segala sesuatunya
tentang agama Allah ini al Islam, baik aqidahnya, ibadahnya, muamalahnya,
adab-adab dan akhlaknya dan seterusnya bahkan adab buang air. Dan ini merupakan
persaksian bahwa dari kaum musyrikan pada zaman itu tentang kesempurnaan Islam.
Dan mereka pada waktu menjadi saksi-saksi hidup meskipun mereka tidak
menyukainya dan membencinya.
As-sunnah ( hadits )
memandang perlu hal yang kecil sekalipun seperti beristinja diberi tuntunan
tata caranya, karena beristinja sebagai bagian thaharah merupakan syarat sah
nya ibadah shalat.
Tentang As-sunnah
sebagai acuan pedoman dalam beribadah, sebuah atsar yang sangat indah dari
sahabat ;
Abu Bakar As-Shidiq
Radhiyallahu 'anhu berkata: “Tidaklah aku meninggalkan sedikitpun perbuatan
yang dilakukan oleh Rasulullah, melainkan aku amalkan. Dan sesungguhnya aku
takut jika aku meninggalkan sedikit saja dari perintahnya, aku akan tersesat”
Sikap Sahabat Abu
Bakar as-Shidiq radlyallahu’anhu patut yang diperlihatkan dengan perkataan
tersebut patut dijadikan panutan bagi seluruh umat Islam.
Begitu banyak
As-Sunnah Rasulullah shalalahu’alaihi wa sallam yang sampai kepada generasi
islam mutakhirin melalui kerja keras yang tidak kenal lelah dan pamrih dari
para ulama besar akhlul hadits yang telah meriwayatkan hadits-hadits shahih
antara lain yang dikenal melalui kitab-kitab shahih dan sunan yang digolongkan
dalam kitab hadits 9 imam. Juga banyak ulama-ulama besar hadits lainnya.
Betapa urgennya
As-Sunnah dalam memberikan sumber rujukan untuk dijadikan pedoman bagaimana
metode beribadah dapat diberikan contoh disini apa yang disusun oleh para Imam
akhlul hadits antara lain, thaharah, shalat, mengurus jenazah, zakat, haji,
puasa dan banyak lagi yang lainnya tentang pedoman yang telah digariskan
berdasarkan hadits-hadist yang shahih untuk beribadah yang benar.
Betapa telah rincinya
pedoman beribadah yang ditetapkan dan diwariskan oleh Rasulullah
shalallahu’alaihi wa sallam untuk dijadikan rujukan bagi seluruh kaum muslimin,
sebagai contoh dalam melakukan shalat yang diawali dengan bersuci (thaharah)
sebagai syarat sahnya shalat, kemudian bertakbir hingga salam telah digambarkan
oleh Rasulullah gerak gerik berikut bacaannya dalam begitu banyak sekali hadits
yang shahih. Sehingga dengan berpegang kepada hadits-hadits yang shahih tentang
tatacata melakukan shalat, maka akan selamatlah mereka karena berpegang teguh
kepada petunjuk (As-Sunnah )Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam.
Berkaitan dengan
pelaksanaan ibadah shalat, Syaikh Muhammad Nashirudin Al-Bani dalam kitab
beliau “Sifat Shalat Nabi” berkata : “ bahwa tidak mungkin menunaikan ibadah
shalat secara benar atau mendekatinya –melainkan jika kita mengetahui tata cara
ibadah shalat Nabi shalallahu’alaihi wa sallam secara rinci,
kewajiban-kewajibannya, adab-adabnya, doa-doa dan dzikirnya, kemudian
mengaktualisasikannya dalam bentuk amal. Setelah itu barulah kita berharap
bahwa shalat kita dapat mencegah dari perbuatan keji dan munkar. Juga berharap
agar ditulis bagi kita pahala dan ganjaran shalat.
Pentingnya kembali
merujuk hadits yang shahih dalam beribadah dikarenakan buku-buku fiqh yang
memuat pedoman untuk beribadah banyak yang tidak dipertanggung jawabkan, hal
ini sesuai dengan yang dikemukan oleh Anul Hasanaat Al-Luknawi ( sebagaimana
yang terdapat dalam kitab sifat shalat Nabi oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin
al-Bani) : “ Betapa banyak kitab yang menjadi rujukan utama-yang dijadikan
rujukan penting oleh ulama-ulama fiqh besar-dipenuhi denmgan hadits-hadits
palsu, telebih dalam kitab-kitab fatwa”
Buku-buku fiqh yang
sedemikianlah yang banyak beredar dan dijadikan acuan oleh sebagian umat islam.
Sehingga karenanya tidaklah mengherankan masih banyak diantara kaum muslimin
dalam beribadah telah menyalahi ( menyelisihi) cara ibadahnya Rasulullah
shalallahu’alaihi wa sallam.
VI. Hubungan As-Sunnah
Dengan Al-Qur'an
As-Sunnah berfungsi
sebagai penguat hukum yang sudah ada di dalam Al-Qur-an. Dengan demikian hukum
tersebut mempunyai dua sumber dan terdapat pula dua dalil. Yaitu dalil-dalil
yang tersebut di dalam Al-Qur-an dan dalil penguat yang datang dari Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam. Berdasarkan hukum-hukum tersebut banyak kita
dapati perintah dan larangan. Ada perintah mentauhidkan Allah, berbuat baik
kepada kedua orang tua, mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa di bulan
Ramadhan, ibadah haji ke Baitullah, dan disamping itu dilarang menyekutukan
Allah, menyakiti kedua orang tua, serta banyak lagi yang lainnya. Terkadang
As-Sunnah itu berfungsi sebagai penafsir atau pemerinci hal-hal yang disebut
secara mujmal dalam Al-Qur-an, atau memberikan taqyid, atau memberikan
takhshish dan ayat-ayat Al-Qur-an yang muthlaq dan 'aam (umum). Karena tafsir,
taqyid dan takhshish yang datang dari As-Sunnah itu memberi penjelasan kepada
makna yang dimaksud di dalam Al-Qur-an. Dalam hal ini Allah telah memberi
wewenang kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk memberikan
penjelasan terhadap nash-nash Al-Qur-an dengan firman-Nya :
"Keterangan-keterangan (mukjizat) dan Kitab-Kitab. Dan Kami turunkan
kepadamu Al-Qur-an, agar kamu menerangkan kepada ummat manusia apa yang telah
diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan
VII. Larangan
(Menyalahi) Menyelisihi Rasulullah Dalam Beribadah
Al-Qur’an dan
As-Sunnah Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam yang mengatur syari’at Islam
merupakan satu-satunya ketentuan yang harus dipedomani oleh setiap muslim dalam
menyelenggarakan segala sesuatunya yang berkaitan dengan agama, melakukan
sesuatu yang tidak ada penggarisan maka berarti telah menyalahi atau
menyelisihi ketentuan syari’at, dan yang sedemikian adalah perbuatan yang
terlarang atau diharamkan.
Allah subhanahu wa
ta’ala berfirman :
لَا تَجْعَلُوا دُعَاء
الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاء بَعْضِكُم بَعْضًا قَدْ يَعْلَمُ اللَّهُ
الَّذِينَ يَتَسَلَّلُونَمِنكُمْ لِوَاذًا فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ
عَنْ أَمْرِهِ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Janganlah kamu jadikan
panggilan Rasul diantara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada
sebahagian (yang lain). Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang
berangsur- angsur pergi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya),
maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa
cobaan atau ditimpa azab yang pedih. ( QS, An- Nuur : 63 )
Diayat yang lain Allah
Ta'ala juga berfirman:
مَّا أَفَاء اللَّهُ
عَلَى رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى
وَالْيَتَامَىوَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ
الْأَغْنِيَاء مِنكُمْ وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ
عَنْهُ فَانتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Apa saja harta
rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang
berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum
kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam
perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di
antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang
dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.(QS. Al Hasyr )
Perintah untuk
berpegang kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam
sebagai syari’at disebutkan dalam firman Allah :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ
فَإِن تَنَازَعْ
مْ فِي شَيْءٍ
فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ
وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً
Hai orang-orang yang
beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara
kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah
ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu)
dan lebih baik akibatnya. ( QS.An Nisaa:59)
Para alim-ulama
berkata: "Maksudnya itu ialah supaya dikembalikan sesuai dengan al-Kitab -
al-Quran - dan as-Sunnah - al-Hadis."
Selain ayat-ayat
Al-Qur’an yang memerintahkan untuk mematuhi ketentuan syari’at dan larangan
menyelisihi, tidak kurang banyak pula hadits yang menyebutkannya, antara lain
sabda Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam :
صحيح البخاري ٦٧٤٤:
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ
الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ دَعُونِي مَا تَرَكْتُكُمْ إِنَّمَا هَلَكَ مَنْ
كَانَ قَبْلَكُمْ بِسُؤَالِهِمْ وَاخْتِلَافِهِمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ فَإِذَا
نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَاجْتَنِبُوهُ وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا
مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ
Shahih Bukhari 6744:
dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda:
"Biarkanlah apa yang aku tinggalkan untuk kalian, hanyasanya orang-orang
sebelum kalian binasa karena mereka gemar bertanya dan menyelisihi nabi mereka,
jika aku melarang kalian dari sesuatu maka jauhilah, dan apabila aku
perintahkan kalian dengan sesuatu maka kerjakanlah semampu kalian."
Keterangan:
Isi yang terkandung
dalam Hadis ini ialah:
Sesuatu yang merupakan
larangan, maka sama sekali jangan dilakukan, tetapi kalau berupa perintah,
cobalah lakukan sedapat-dapatnya dan jangan putus asa untuk memperbaiki dan
menyempurnakannya. Misalnya shalat di waktu sakit: Tidak dapat dengan berdiri,
lakukan dengan duduk; tidak dapat dengan duduk, boleh dengan berbaring dan
pendek kata sedapat mungkin, asal jangan ditinggalkan sekalipun hanya dengan
isyarat memejamkan serta membuka mata dalam melakukan shalat itu.
Rasullullah
shallallahu’alaihi wa sallam bersabda :
سنن الترمذي ٢٦٠٠:
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ حَدَّثَنَا بَقِيَّةُ بْنُ الْوَلِيدِ عَنْ
بَحِيرِ بْنِ سَعْدٍ عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ
عَمْرٍو السُّلَمِيِّ عَنْ الْعِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ قَالَ
وَعَظَنَا رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا بَعْدَ صَلَاةِ الْغَدَاةِ
مَوْعِظَةً بَلِيغَةً ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُونُ وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ
فَقَالَ رَجُلٌ إِنَّ هَذِهِ مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ فَمَاذَا تَعْهَدُ إِلَيْنَا
يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ
وَإِنْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ يَرَى اخْتِلَافًا
كَثِيرًا وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّهَا ضَلَالَةٌ فَمَنْ
أَدْرَكَ ذَلِكَ مِنْكُمْ فَعَلَيْهِ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ
الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
قَالَ أَبُو عِيسَى
هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَقَدْ رَوَى ثَوْرُ بْنُ يَزِيدَ عَنْ خَالِدِ بْنِ
مَعْدَانَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَمْرٍو السُّلَمِيِّ عَنْ الْعِرْبَاضِ
بْنِ سَارِيَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوَ هَذَا حَدَّثَنَا
بِذَلِكَ الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ الْخَلَّالُ وَغَيْرُ وَاحِدٍ قَالُوا حَدَّثَنَا
أَبُو عَاصِمٍ عَنْ ثَوْرِ بْنِ يَزِيدَ عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ عَنْ عَبْدِ
الرَّحْمَنِ بْنِ عَمْرٍو السُّلَمِيِّ عَنْ الْعِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوَهُ وَالْعِرْبَاضُ بْنُ
سَارِيَةَ يُكْنَى أَبَا نَجِيحٍ وَقَدْ رُوِيَ هَذَا الْحَدِيثُ عَنْ حُجْرِ بْنِ
حُجْرٍ عَنْ عِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ نَحْوَهُ
Sunan Tirmidzi 2600: dari
Abdurrahman bin Amru as Sulami dari al 'Irbadh bin Sariyah dia berkata; suatu
hari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memberi wejangan kepada kami
setelah shalat subuh wejangan yang sangat menyentuh sehingga membuat air mata
mengalir dan hati menjadi gemetar. Maka seorang sahabat berkata; 'seakan-akan
ini merupakan wejangan perpisahan, lalu apa yang engkau wasiatkan kepada kami
ya Rasulullah? ' Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Aku
wasiatkan kepada kalian untuk (selalu) bertaqwa kepada Allah, mendengar dan
ta'at meskipun terhadap seorang budak habasyi, sesungguhnya siapa saja diantara
kalian yang hidup akan melihat perselisihan yang sangat banyak, maka jauhilah
oleh kalian perkara-perkara yang dibuat-buat, karena sesungguhnya hal itu
merupakan kesesatan. Barangsiapa diantara kalian yang menjumpai hal itu
hendaknya dia berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah para Khulafaur
Rasyidin yang mendapat petunjuk, gigitlah sunnah-sunnah itu dengan gigi
geraham."
Keta’atan kepada Rasulullah
shalallahu’alaihi wa sallam diwujudkan dengan mengikuti seluruh sunnah-nya,
sedangkan yang enggan mengikuti sunnah Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam
termasuk orang yang membangkan yang tidak akan dapat memasuki surga, sesuai
dengan sabda Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam :
صحيح البخاري ٦٧٣٧:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سِنَانٍ حَدَّثَنَا فُلَيْحٌ حَدَّثَنَا هِلَالُ بْنُ
عَلِيٍّ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ
إِلَّا مَنْ أَبَى قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ يَأْبَى قَالَ مَنْ
أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى
Shahih Bukhari
6737: dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Setiap umatku masuk surga selain yang enggan, " Para
sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, lantas siapa yang enggan?" Nabi
menjawab: "Siapa yang taat kepadaku masuk surga dan siapa yang membangkang
aku berarti ia enggan."
Dalam sebuah hadits
shahih disebutkan tentang seseorang yang tidak mau mematuhi ( membangkang)
perintah Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam yaitu sewaktu makan
diperintahkan oleh beliau agar menggunakan tangan kanan, tetapi orang tersebut
membangkang karena kesombongan sehingga berakibat tangannya betul-betul tidak
menyuap, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits :
صحيح مسلم ٣٧٦٦:
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ الْحُبَابِ
عَنْ عِكْرِمَةَ بْنِ عَمَّارٍ حَدَّثَنِي إِيَاسُ بْنُ سَلَمَةَ بْنِ الْأَكْوَعِ
أَنَّ أَبَاهُ حَدَّثَهُ
أَنَّ رَجُلًا أَكَلَ
عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِشِمَالِهِ فَقَالَ
كُلْ بِيَمِينِكَ قَالَ لَا أَسْتَطِيعُ قَالَ لَا اسْتَطَعْتَ مَا مَنَعَهُ
إِلَّا الْكِبْرُ قَالَ فَمَا رَفَعَهَا إِلَى فِيهِ
Shahih Muslim
3766: dari 'Ikrimah bin 'Ammar; Telah menceritakan kepadaku Iyas bin
Salamah bin Al Akwa'; Bapaknya telah menceritakan kepadanya, bahwa seorang
laki-laki makan di samping Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dengan
tangan kirinya, Lalu Rasulullah bersabda: "Makanlah dengan tangan kananmu!
Dia menjawab; 'Aku tidak bisa.' Beliau bersabda: "Apakah kamu tidak
bisa?" -dia menolaknya karena sombong-. Setelah itu tangannya tidak bisa
sampai ke mulutnya.
VIII. Kesimpulan dan
Penutup
Berdasarkan kepada apa
yang telah dikemukakan diatas, maka wajib bagi setiap yang mengakui dirinya
sebagai pemeluk islam untuk berpegang teguh kepada pedoman sebagai rujukan cara
beribadah yang benar yaitu kepad As- sunnah. Merujuk kepada As-sunnah merupakan
bentuk keta’atan kepada Rasulullah shalallahu’alahi wa sallam. Abu Hurairah
mengatakan bahwa Rasulullah bersabda:
صحيح البخاري ٦٧٣٧:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سِنَانٍ حَدَّثَنَا فُلَيْحٌ حَدَّثَنَا هِلَالُ بْنُ
عَلِيٍّ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ
إِلَّا مَنْ أَبَى قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ يَأْبَى قَالَ مَنْ
أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى
“Setiap umatku akan
masuk Surga, kecuali orang yang engan,” Para sahabat bertanya, ‘Ya Rasulallah,
siapakah orang yang enggan itu?’ Rasulullah menjawab, “Barangsiapa mentaatiku
akan masuk Surga dan barangsiapa yang mendurhakaiku dialah yang enggan”.
(HR.Bukhari dalam kitab al-I’tisham) (Hadits no. 6851).
Untuk dapat mengetahui
tentang bagaimana tuntunan ibadah yang benar sesuai dengan As-sunnah, maka
merupakan sebuah kewajiban yang tidak bisa ditawar-tawar lagi yaitu belajar
tentang hadits-hadits Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam melalui majelis
ta’lim atau membaca buku-buku/kitab-kitab yang memuat hadits-hadits antara lain
kitab terjemahan Shahih Bukhari Muslim, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan
Tirmidzi dan lain-lainnya. ( Wallahu ta’ala ‘alam )
S u m b e r :
.Al-Qur’an dan
Terjemah, http:// www. Salafi-db.com
2.Ensiklopedi Kitab
Hadits 9 imam, http://www. Lidwapusaka.com
3. Tafsir Al-Qur’an
Al-Azhim , Ibnu Katsir
4. Sifat Shalat Nabi,
Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Bani )
5. Pengertian,
Macam-macam dan Hukum Bid’ah, Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan
dalam artikel :http://www.salafi-db.com
6. Al Masaa’il (
Masalah-masalah Agama) Abd.Hakim bin Amir Abdat.
7 Risalah Bid’ah, Abd.
Hakim bin Amir Abdat.
8.Al Manhaj .Or.id
Selesai disusun ba’da
ashar Jum’at 6 Rabiul Awwal 1434 H/18 Januari 2013 M.
( Penyusun : Musni
Japrie )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar