Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَن زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ
وَما الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلاَّ مَتَاعُ الْغُرُورِ
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya
pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari
neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung.
Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. (QS.Ali Imran : 185)
Dari firman
Allah subhanahu wa ta’ala tersebut diatas memberikan makna bahwa kita
sebagai makhluk ciptaan Allah dipastikan akan merasakan mati dan akan
beruntung mendapatkan surga bagi barang siapa yang dijauhkan dari neraka.
Dimana disebutkan bahwa dunia dimana sekarang ini manusia yang hidup ini
hanyalah kesenangan yang dapat memperdayakan manusia, sehingga mereka
terlalaikan dari kebaikan akhirat yang kelak akan mereka dapatkan.
Firman Allah ta’ala tersebut diatas memberikan
peringatan dini kepada manusia bahwa hidup ini ada ujungnya dan berakhir pada
kematian karena memang sejatinya hidup di dunia adalah hanya bersifat sementara, dan kehidupan kekal
abadi akan berlangsung di akhirat. Keabadian hidup diakhirat kelak bagi yang
beruntung akan mendapatkan kenikmatan surga, sedangkan bagi yang merugi akan
mendapatkan neraka. Dimana kunci untuk mendapatkan surga atau neraka itu
diperoleh pada saat hidup di dunia.
Kunci untuk memasuki
surga kelak diakhirat akan diperoleh oleh mereka-mereka yang dalam akhir
hidupnya berada dalam husnul khatimah, sedangkan bagi mereka yang berada dalam
su’ul khatimah niscaya memperoleh neraka sebagai akibat perbuatan selama di
dunia yang mengabaikan akhiratnya.
Apa
,Mengapa dan Bagaimanakah Husnul Khatimah itu ?
Yang dimaksudkan dengan Husnul khatimah artinya
berakhimya kehidupan manusia di dunia dengan kesudahan yang baik, dan
sebaliknya Su’ul khatimah (akhir yang buruk) adalah meninggal dalam keadaan
berpaling dari Allah, berada di atas murka-Nya serta meninggalkan kewajiban
dari Allah. Tidak diragukan lagi, demikian ini akhir kehidupan yang
menyedihkan, selalu dikhawatirkan oleh orang-orang yang bertakwa.
Kita semua sebagai umat islam, pastilah mengingkan
akhir perjalan hidup kita yang baik, kita semua pasti menginginkan husnul
khatimah. Karena itu, husnul khatimah pun menjadi dambaan, rintihan doa
orang-orang yang beriman. Setiap orang yang beriman yang mendambakan husnul
khatimah, akan menjadikan Allah subhanahu wa ta’ala sebagai tujuan hidupnya. Hatinya condong pada
akhirat, karena ia menyadari bahwa ia hanya singgah sebentar di dunia ini,
karena itu ia tidak mudah terpana oleh gemerlap tipu daya dunia, karena
menyadari bahwa segala sesuatu yang ada didunia ini pasti akan musnah.
Bagi orang beriman, kematian adalah pintu perjumpaan
dengan Allah. Dan siapa saja yang suka berjumpa/bertemu dengan Allah, maka
Allah pun akan menyukai pertemuan/perjumpaan dengannya. Perhatikan hadits
Rasulullah SAW berikut ini: Abu Hurairah
r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Allah SWT berfirman: Apabila
hamba-Ku senang untuk bertemu dengan-Ku, Aku pun senang untuk bertemu
dengannya. Dan jika dia tidak suka untuk bertemu dengan-Ku, Aku pun tidak suka
untuk bertemu dengannya.” (HR. Imam Malik, hadits shahih)
صحيح مسلم ٤٨٤٧: حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عَمْرٍو الْأَشْعَثِيُّ أَخْبَرَنَا
عَبْثَرٌ عَنْ مُطَرِّفٍ عَنْ عَامِرٍ عَنْ شُرَيْحِ بْنِ هَانِئٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَحَبَّ
لِقَاءَ اللَّهِ أَحَبَّ اللَّهُ لِقَاءَهُ وَمَنْ كَرِهَ لِقَاءَ اللَّهِ كَرِهَ اللَّهُ
لِقَاءَهُ
قَالَ فَأَتَيْتُ عَائِشَةَ فَقُلْتُ يَا أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ سَمِعْتُ
أَبَا هُرَيْرَةَ يَذْكُرُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
حَدِيثًا إِنْ كَانَ كَذَلِكَ فَقَدْ هَلَكْنَا فَقَالَتْ إِنَّ الْهَالِكَ مَنْ هَلَكَ
بِقَوْلِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَا ذَاكَ قَالَ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَحَبَّ لِقَاءَ اللَّهِ أَحَبَّ
اللَّهُ لِقَاءَهُ وَمَنْ كَرِهَ لِقَاءَ اللَّهِ كَرِهَ اللَّهُ لِقَاءَهُ وَلَيْسَ
مِنَّا أَحَدٌ إِلَّا وَهُوَ يَكْرَهُ الْمَوْتَ فَقَالَتْ قَدْ قَالَهُ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَيْسَ بِالَّذِي تَذْهَبُ إِلَيْهِ وَلَكِنْ
إِذَا شَخَصَ الْبَصَرُ وَحَشْرَجَ الصَّدْرُ وَاقْشَعَرَّ الْجِلْدُ وَتَشَنَّجَتْ
الْأَصَابِعُ فَعِنْدَ ذَلِكَ مَنْ أَحَبَّ لِقَاءَ اللَّهِ أَحَبَّ اللَّهُ لِقَاءَهُ
وَمَنْ كَرِهَ لِقَاءَ اللَّهِ كَرِهَ اللَّهُ لِقَاءَهُ و حَدَّثَنَاه إِسْحَقُ بْنُ
إِبْرَاهِيمَ الْحَنْظَلِيُّ أَخْبَرَنِي جَرِيرٌ عَنْ مُطَرِّفٍ بِهَذَا الْإِسْنَادِ
نَحْوَ حَدِيثِ عَبْثَرٍ
Shahih Muslim 4847: Telah
menceritakan kepada kami Sa'id bin 'Amr Al Asy'atsi telah mengabarkan kepada
kami 'Abtsar dari Mutharrif dari 'Amir dari Syuraih bin Hani' dari Abu Hurairah
dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Siapa
senang berjumpa dengan Allah, maka Allah pun senang berjumpa dengannya; dan
barangsiapa yang benci berjumpa dengan Allah, maka Allah pun benci berjumpa
dengannya." Syuraih berkata; Aku kemudian menemui Aisyah, lalu aku
bertanya; "Wahai Ummul Mukminin! Aku mendengar Abu Hurairah menyebutkan
suatu hadits dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Jika demikian
sungguh kita akan binasa!" Aisyah berkata; sesungguhnya orang yang binasa
itu adalah orang yang dikatakan binasa oleh Rasulullah. Lalu Aisyah bertanya,
"Apa yang dikatakanya itu?" Syuraikh menjawab; "Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Siapa senang berjumpa dengan Allah,
Allah pun senang berjumpa dengannya dan barangsiapa benci berjumpa dengan
Allah, Allah pun benci berjumpa dengannya'. Tetapi tidak ada seorangpun di
antara kita kecuali benci dengan kamatian!" Ia (Aisyah) berkata;
"Sungguh hal itu telah disabdakan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam, dan tidak seperti yang kamu pahami, tetapi -yang dimaksud adalah-
tatkala pandangan terangkat, dada berdetak dan dada menggigil, saat itulah
orang yang senang berjumpa dengan Allah, maka Allah pun senang berjumpa
dengannya; dan barangsiapa benci berjumpa dengan Allah, maka Allah pun benci
berjumpa dengannya?!" Dan telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim
Al Hanzhali telah mengabarkan kepadaku Jarir dari Mutharrif dengan sanad ini
seperti hadits 'Abtsar.
Sesungguhnya kematian merupakan langkah awal manusia untuk menuju
akhirat pada saat tibanya kiamat kelak, dan sementara itu sambil menunggu
kiamat, mereka- mereka yang mati sementara berada dialam kubur ( barzah).
Keadaan/kondisi diakhir hidup seseorang merupakan kunci atau penentu bagaimana kondisi yang akan dialami atau dirasakan oleh
seseorang, kondisi mana dapat berupa kenikmatan-kenikmatan akhirat ataukan
kesengsaraan. Apabila pada akhir dari hidup seseorang ia berada dalam kebaikan
semata, maka niscaya Allah subhanahu wa ta’ala akan memberikan balasan berupa kenikmatan sebagaimana yang dijanjikan-Nya. Begitu juga
sebaliknya apabila akhir hidup dari seseorang
dalam kondisi yang buruk karena meninggalkan apa-apa yang diperintahkan
dan melakukan berbagai hal yang dilarangan, maka niscaya di akhirat kelak akan
mendapatkan pula ganjaran yang setimpal
berupa kesengsaraan akibat ulahnya ketika hidup di dunia terutama pada
hari-hari terakhirnya .
Bagi orang-orang yang mengharapkan akhir dari
kehidupannya dalam husnul khatimah maka mereka hendaknya meninggal dalam keadaan
beramal shalih.
Hudzaifah radhyallaah’anhu menyampaikan sabda
Rasulullah shallallahui’alaihi wa sallam :
مَنْ قَالَ: لاَ إِلهَ إِلاَّ الله ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللهِ خُتِمَ
لَهُ بِهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ. وَمَنْ صَامَ يَوْمًا ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللهِ خُتِمَ
لَهُ بِهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ. وَمَنْ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللهِ
خُتِمَ لَهُ بِهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Siapa
yang mengucapkan La ilaaha illallah karena mengharapkan wajah Allah yang ia
menutup hidupnya dengan amal tersebut maka ia masuk surga. Siapa yang berpuasa
sehari karena mengharapkan wajah Allah yang ia menutup hidupnya dengan amal
tersebut maka ia masuk surga. Siapa yang bersedekah dengan satu sedekah karena
mengharapkan wajah Allah yang ia menutup hidupnya dengan amal tersebut maka ia
masuk surga.” (HR. Ahmad, sanadnya shahih)
Suatu keharusan
bagi umat Islam untuk berusaha mendapatkan husnul khatimah dan dijauhkan
dari u’sul khatimah sebagai mana sabda Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam
:
سنن النسائي ٥٣٩٧: أَخْبَرَنَا قُتَيْبَةُ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ
عَنْ سُمَيٍّ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَسْتَعِيذُ
مِنْ سُوءِ الْقَضَاءِ وَشَمَاتَةِ الْأَعْدَاءِ وَدَرَكِ الشَّقَاءِ وَجَهْدِ الْبَلَاءِ
Sunan Nasa'i 5397: Telah
mengabarkan kepada kami Qutaibah ia berkata; telah menceritakan kepada kami
Sufyan dari Sumay dari Abu Shalih dari Abu Hurairah ia berkata; "Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam berlindung dari ketetapan-N ya
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ
الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ وَيُضِلُّ اللَّهُ الظَّالِمِينَ وَيَفْعَلُ اللَّهُ مَا
يَشَاءُ
“Allah
meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam
kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang
zhalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.”(QS. Ibrahim:27)
Maka, orang yang dilalaikan hatinya dari mengingat
Allah, (selalu) memperturutkan nafsunya dan melampaui batas, bagaimana mungkin
diberi petunjuk agar husnul khatimah?!
Orang yang hatinya selalu jauh dari Allah Ta’ala,
selalu lalai dari-Nya, selalu mengagungkan nafsunya, selalu menyerahkan kepada
syahwatnya, lisannya kering dari dzikir, serta anggota badannya terhalang dari
ketaatan dan sibuk dengan maksiat, maka mustahil diberi petunjuk agar akhir
kehidupannya baik (husnul khatimah).
Husnul khatimah dapat digapai dengan mudah asalkan mereka mau
menjadikan orang yang cerdas, sebagaimana yang disebutkan oleh Rasullullah
shallallahu’alaihi wa sallam dalam sebuah hadits riwayat imam Tarmidzi :
سنن الترمذي ٢٣٨٣: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ وَكِيعٍ حَدَّثَنَا عِيسَى
بْنُ يُونُسَ عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ أَبِي مَرْيَمَ ح و حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ
بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَخْبَرَنَا عَمْرُو بْنُ عَوْنٍ أَخْبَرَنَا ابْنُ الْمُبَارَكِ
عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ أَبِي مَرْيَمَ عَنْ ضَمْرَةَ بْنِ حَبِيبٍ عَنْ شَدَّادِ بْنِ
أَوْسٍ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْكَيِّسُ
مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ
هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللَّهِ
قَالَ هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ قَالَ وَمَعْنَى قَوْلِهِ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ
يَقُولُ حَاسَبَ نَفْسَهُ فِي الدُّنْيَا قَبْلَ أَنْ يُحَاسَبَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
وَيُرْوَى عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ قَالَ حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ
تُحَاسَبُوا وَتَزَيَّنُوا لِلْعَرْضِ الْأَكْبَرِ وَإِنَّمَا يَخِفُّ الْحِسَابُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ عَلَى مَنْ حَاسَبَ نَفْسَهُ فِي الدُّنْيَا وَيُرْوَى عَنْ مَيْمُونِ
بْنِ مِهْرَانَ قَالَ لَا يَكُونُ الْعَبْدُ تَقِيًّا حَتَّى يُحَاسِبَ نَفْسَهُ كَمَا
يُحَاسِبُ شَرِيكَهُ مِنْ أَيْنَ مَطْعَمُهُ وَمَلْبَسُهُ
Sunan Tirmidzi 2383: dari
Syaddad bin Aus dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam beliau bersabda:
"Orang yang cerdas adalah orang yang mempersiapkan dirinya dan beramal
untuk hari setelah kematian, sedangkan orang yang bodoh adalah orang jiwanya
mengikuti hawa nafsunya dan berangan angan kepada Allah." Dia berkata:
Hadits ini hasan, dia berkata: Maksud sabda Nabi "Orang yang mempersiapkan
diri" dia berkata: Yaitu orang yang selalu mengoreksi dirinya pada waktu
di dunia sebelum di hisab pada hari Kiamat. Dan telah diriwayatkan dari Umar
bin Al Khottob dia berkata: hisablah (hitunglah) diri kalian sebelum kalian
dihitung dan persiapkanlah untuk hari semua dihadapkan (kepada Rabb Yang Maha
Agung), hisab (perhitungan) akan ringan pada hari kiamat bagi orang yang selalu
menghisab dirinya ketika di dunia." Dan telah diriwayatkan dari Maimun bin
Mihran dia berkata: Seorang hamba tidak akan bertakwa hingga dia menghisab
dirinya sebagaimana dia menghisab temannya dari mana dia mendapatkan makan dan
pakaiannya."
Mengapa kriteria orang cerdas dalam Islam seperti
itu? Sebab setiap manusia akan menemui kematian. Orang yang paling siap
menghadapi kematian dengan memperbanyak amal sholeh jelas orang yang akan
bahagia. Dan, siapa orang yang mempersiapkan dirinya untuk meraih kebahagiaan
tentu ia adalah orang yang paling beruntung.
Oleh karena itu, al-Qur’an dalam sebuah ayat
memberikan satu kriteria lengkap dan jelas bahwa yang dimaksud orang yang
berakal (berilmu, cerdas) adalah ulul albab. Yaitu orang yang senantiasa
mengisi waktunya dengan dzikir dan fikir agar mendapat keridoan-Nya.
Itulah orang yang memiliki keimanan yang kokoh,
melakukan perbuatan-perbuatan besar, cerdas (berilmu), dan termasuk orang-orang
yang diridhoi oleh Allah untuk meraih kebahagiaan dengan anugerah besar berupa
akhlak yang mulia.
صحيح البخاري ٥٩٣٧: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَبُو المُنْذِرِ الطُّفَاوِيُّ عَنْ سُلَيْمَانَ
الْأَعْمَشِ قَالَ حَدَّثَنِي مُجَاهِدٌ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُمَا قَالَ
أَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَنْكِبِي
فَقَالَ كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ
وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يَقُولُ إِذَا أَمْسَيْتَ فَلَا تَنْتَظِرْ الصَّبَاحَ
وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلَا تَنْتَظِرْ الْمَسَاءَ وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ
وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ
Shahih Bukhari 5937: Telah
menceritakan kepada kami Ali bin Abdullah telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin Abdurrahman Abu Al Mundzir At Thufawi dari Sulaiman Al A'masy dia
berkata; telah menceritakan kepadaku Mujahid dari Abdullah bin Umar radliallahu
'anhuma dia berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah
memegang pundakku dan bersabda: 'Jadilah kamu di dunia ini seakan-akan orang
asing atau seorang pengembara." Ibnu Umar juga berkata; 'Bila kamu berada
di sore hari, maka janganlah kamu menunggu datangnya waktu pagi, dan bila kamu
berada di pagi hari, maka janganlah menunggu waktu sore, pergunakanlah waktu
sehatmu sebelum sakitmu, dan hidupmu sebelum matimu.'
Para alim-ulama sebagaimana yang dikemukakan dalam Kitab
Riyadhus sholihin Imam Nawawi mengatakan dalam syarahnya Hadis ini:
“Janganlah engkau
terlampau cinta pada dunia, jangan pula dunia itu dianggap sebagai tanahair,
juga janganlah engkau mengucapkan dalam hatimu sendiri bahwa engkau akan lama
kekalmu di dunia itu. Selain itu janganlah pula amat besar perhatianmu padanya,
jangan tergantung padanya, sebagaimana orang yang bukan di negerinya tidak akan
menggantungkan diri pada negeri orang yakni yang bukan tanahairnya sendiri.
Juga janganlah bekerja di dunia itu, sebagaimana orang yang bukan di negerinya
tidak akan berbuat sesuatu di negeri orang tadi - yakni yang diperbuat
hendaklah yang baik-baik saja supaya meninggalkan nama harum di negeri orang,
karena pasti ingin kembali ke tempat keluarganya semula
Mendapatkan husnul khatimah sesungguhnya adalah hak setiap
orang yang beriman, dan tidak ada
balasan untuk itu dari Allah subhanahu wa ta’ala kecuali surga sebagai mana
yang dijanjikan-Nya yang tertera di dalam al-Quran :
إِنَّ اللَّهَ يُدْخِلُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ يُحَلَّوْنَ فِيهَا مِنْ أَسَاوِرَ مِن
ذَهَبٍ وَلُؤْلُؤًا وَلِبَاسُهُمْ فِيهَا حَرِيرٌ
Sesungguhnya Allah memasukkan orang-orang beriman dan
mengerjakan amal yang saleh ke dalam surga-surga yang di bawahnya mengalir
sungai-sungai. Di surga itu mereka diberi perhiasan dengan gelang-gelang dari
emas dan mutiara, dan pakaian mereka adalah sutera. (QS. Al Hajj : 23 )
Di dalam al-Qur’an banyak sekali tercantum firman
Allah ta’ala yang menyinggung tentang surga yang diperuntukkan bagi orang-orang
yang beriman antara lain :
Firman Allah ta’ala :
الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ
وَنَعِيمٍ
Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada dalam surga dan
keni'matan, ( QS.Ath-Thuur : 17 )
Di lain ayat Allah berfirman pula :
إِنَّ اللَّهَ يُدْخِلُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ إِنَّ اللَّهَ يَفْعَلُ مَا يُرِيدُ
Sesungguhnya Allah memasukkan orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal yang saleh ke dalam surga-surga yang di bawahnya mengalir
sungai-sungai. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.(QS.Al Hajj 14 )
Bagi orang-orang yang dalam akhir hidupnya berada dalam husnul
khatimah tentunya hanyalah orang-orang yang sepanjang hidupnya dan sampai kepada akhirnya merupakan
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal kebajikan sehingga bagi m ereka
tersebut disediakan Surga ya oleh Allah subhanahu wa ta’ala . Namunsebaliknya bagi mereka-mereka yang akhir hidupnya dalam
su’ul khatimah tentunya akan mendapatkan
ganjaran yang sesuai dengan olah mereka selama hidup di dunia.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
فَأَمَّا الَّذِينَ كَفَرُواْ فَأُعَذِّبُهُمْ عَذَابًا شَدِيدًا فِي
الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَمَا لَهُم مِّن نَّاصِرِينَ
Adapun orang-orang yang kafir, maka akan Ku-siksa mereka dengan
siksa yang sangat keras di dunia dan di akhirat, dan mereka tidak memperoleh
penolong.(QS.Ali Imran : 56 )
Pada ayat lain Allah ta’ala berfirman :
أُوْلَـئِكَ مَأْوَاهُمُ النُّارُ بِمَا كَانُواْ يَكْسِبُونَ
mereka itu tempatnya ialah neraka, disebabkan apa yang selalu
mereka kerjakan.(QS.Yunus:8)
TIGA LANGKAH UNTUK MEMPEROLEH
HUSNUL KHATIMAH
Setiap orang
yang beriman mempunyai hak untuk mendapatkan husnul khatimah
dipenghujung hidupnya, namun hak tersebut tentunya hanya akan didapatkan
apabila memenuhi ketentuan dan syarat-syarat
yang telah digariskan dalam agama. Untuk memenuhi syarat-syarat
tersebut bagi setiap orang tentunya
berbeda, ada yang begitu mudahnya terpenuhi syarat-syarat tersebut dan adapula
yang haru s berjuang keras, yang terakhir ini terbatas bagi mereka-mereka yang
tidak terbiasa dalam melakukan keta’atan, sehingga mereka perlu memaksakan
dirinya untuk membiasakan diri untuk melakukan amal shalih.
Langkah-langkah yang perlu diambil untuk
mendapatkan husnul khatimah ada 3 langkah yaitu :
1.Mengerjakan perbuatan/amal shaleh
2.Meninggalkan dan menjauhi segala bentuk larangan
dari Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam.
3. Bertaubat dari segala perbuatan dosa yang telah
dilakukan
1.Mengerjakan Perbuatan / Amal Shaleh
Amal Saleh artinya perbuatan yang baik. Beramal
shaleh artinya melakukan hal-hal positif secara kreatif. Amal diartikan sebuah
proses. Amal saleh diartikan sebuah proses yang baik sehingga menghasilkan
sesuatu yang baik. Memperbanyak amal saleh berarti banyak jalan/cara yang baik
(halal) untuk memperoleh sesuatu yang baik.
Secara umum dapat dikatakan, amal saleh adalah
perbuatan baik menurut standar nilai Islam, yang mendatangkan manfaat baik bagi
dirinya maupun bagi orang lain.
Amal shalih dapat dikatakan sebagai pelaksanaan
segala perintah Allah dan penghindaran terhadap segala larangan-Nya. Dalam
sebuah hadits disebutkan, kesalehan (amal saleh) merupakan bekal yang paling
baik untuk dibawa ke alam akhirat yang kekal nanti, setelah kehidupan dunia ini.
Allah ta’ala berfirman :
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ
فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ
مَا كَانُواْ يَعْمَلُونَ
Barangsiapa yang
mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman,
maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik [839]
dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih
baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS.An-Nahl : 97 )
Firman Allah ta’ala :
لَهُمْ دَارُ السَّلاَمِ عِندَ رَبِّهِمْ وَهُوَ وَلِيُّهُمْ بِمَا كَانُواْ
يَعْمَلُونَ
Bagi mereka
(disediakan) darussalam (syurga) pada sisi Tuhannya dan Dialah Pelindung mereka
disebabkan amal-amal saleh yang selalu mereka
kerjakan.
( QS.Al An’am : 127 )
Di ayat lain Allah berfirman :
إِلاَّ الَّذِينَ صَبَرُواْ وَعَمِلُواْ الصَّالِحَاتِ أُوْلَـئِكَ لَهُم
مَّغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ كَبِيرٌ
kecuali orang-orang
yang sabar (terhadap bencana), dan mengerjakan amal-amal saleh; mereka itu
beroleh ampunan dan pahala yang besar. (QS.Huud: 11)
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman
:
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَهُمْ جَنَّاتُ
النَّعِيمِ
Sesungguhnya
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, bagi mereka
syurga-syurga yang penuh keni'matan, (QS.Luqman : 8 )
Amal shalih yang paling utama yang
wajib dilakukan oleh setiap Muslim adalah imam kepada Allah subhanahu wa ta’ala
sebagaimana ditegaskan dalam hadits Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam
yang diriwayatkan oleh Imam Muslim rahimahulah dalam kitab Shahih beliau
و حَدَّثَنَا مَنْصُورُ بْنُ أَبِي مُزَاحِمٍ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ
سَعْدٍ ح حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرِ بْنِ زِيَادٍ أَخْبَرَنَا
إِبْرَاهِيمُ يَعْنِي ابْنَ سَعْدٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ
الْمُسَيَّبِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْأَعْمَالِ أَفْضَلُ قَالَ إِيمَانٌ بِاللَّهِ قَالَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ حَجٌّ مَبْرُورٌ
وَفِي رِوَايَةِ مُحَمَّدِ بْنِ جَعْفَرٍ قَالَ إِيمَانٌ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ و حَدَّثَنِيهِ مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ وَعَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ عَنْ عَبْدِ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ بِهَذَا الْإِسْنَادِ مِثْلَهُ
سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْأَعْمَالِ أَفْضَلُ قَالَ إِيمَانٌ بِاللَّهِ قَالَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ حَجٌّ مَبْرُورٌ
وَفِي رِوَايَةِ مُحَمَّدِ بْنِ جَعْفَرٍ قَالَ إِيمَانٌ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ و حَدَّثَنِيهِ مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ وَعَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ عَنْ عَبْدِ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ بِهَذَا الْإِسْنَادِ مِثْلَهُ
dari Abu Hurairah
Radhiyallahu 'anhu , ia berkata:Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah
ditanya: Apakah amal yang paling utama? Beliau menjawab Iman kepada Allah.
Orang bertanya lagi: Kemudian apa? Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
menjawab:Berjuang di jalan Allah. Kembali ia bertanya: Kemudian apa? Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: Haji mabrur (haji yang diterima)
(Shahih Muslim )
Di lain hadits oleh Imam Muslim rahimahulah dalam kitab Shahih beliau
diriwayatkan pula sebuah hadits tentang
iman kepada Allah ta’ala merupakan amal
yang paling utama
صحيح مسلم ١١٨: و حَدَّثَنَا مَنْصُورُ بْنُ أَبِي مُزَاحِمٍ حَدَّثَنَا
إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ ح حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرِ بْنِ زِيَادٍ أَخْبَرَنَا
إِبْرَاهِيمُ يَعْنِي ابْنَ سَعْدٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْأَعْمَالِ
أَفْضَلُ قَالَ إِيمَانٌ بِاللَّهِ قَالَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ
اللَّهِ قَالَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ حَجٌّ مَبْرُورٌ
وَفِي رِوَايَةِ مُحَمَّدِ بْنِ جَعْفَرٍ قَالَ إِيمَانٌ بِاللَّهِ
وَرَسُولِهِ و حَدَّثَنِيهِ مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ وَعَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ عَنْ عَبْدِ
الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ بِهَذَا الْإِسْنَادِ مِثْلَهُ
Shahih Muslim 118: Dan
telah menceritakan kepada kami Manshur bin Abu Muzahim telah menceritakan
kepada kami Ibrahim bin Sa'd. (dalam riwayat lain disebutkan) telah
menceritakan kepadaku Muhammad bin Ja'far bin Ziyad telah mengabarkan kepada
kami Ibrahim -yaitu bin Sa'd- dari Ibnu Syihab dari Sa'id bin al-Musayyab dari
Abu Hurairah dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah
ditanya, "Amal apa yang paling utama? ' Beliau menjawab, "Iman kepada
Allah." Dia bertanya lagi, "Kemudian apa?" Beliau menjawab, "Jihad
di jalan Allah." Dia bertanya lagi, "Kemudian apa?" Beliau
menjawab, "Haji yang mabrur." Dan dalam riwayat Muhammad bin Ja'far,
'Iman kepada Allah dan Rasul-Nya'
Imam Muslim rahimahullah ta’ala juga
meriwayatkan sebuah hadits dari
Abduyllah bin Mas’u radhyalllahu’anhu :
صحيح مسلم ١٢١: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي عُمَرَ الْمَكِّيُّ
حَدَّثَنَا مَرْوَانُ الْفَزَارِيُّ حَدَّثَنَا أَبُو يَعْفُورٍ عَنْ الْوَلِيدِ بْنِ
الْعَيْزَارِ عَنْ أَبِي عَمْرٍو الشَّيْبَانِيِّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ
قَالَ
قُلْتُ يَا نَبِيَّ اللَّهِ أَيُّ الْأَعْمَالِ أَقْرَبُ إِلَى الْجَنَّةِ
قَالَ الصَّلَاةُ عَلَى مَوَاقِيتِهَا قُلْتُ وَمَاذَا يَا نَبِيَّ اللَّهِ قَالَ بِرُّ
الْوَالِدَيْنِ قُلْتُ وَمَاذَا يَا نَبِيَّ اللَّهِ قَالَ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ
اللَّهِ
Shahih Muslim 121:
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abu Umar al-Makki telah
menceritakan kepada kami Marwan al-Fazari telah menceritakan kepada kami Abu
Ya'fur dari al-Walid bin al-Aizar dari Abu Amru asy-Syaibani dari Abdullah bin
Mas'ud dia berkata, "Saya bertanya, 'Wahai Nabi Allah, amal apakah yang
paling dekat kepada surga? ' Beliau menjawab: 'Shalat pada waktunya.' Aku
bertanya lagi, 'Dan apalagi wahai Nabi Allah? ' Beliau menjawab: 'Berbakti
kepada kedua orang tua.' Aku bertanya lagi, 'Dan apa wahai Nabi Allah? ' Beliau
menjawab: 'Jihad di jalan Allah'."
Sesungguhnya amal shaleh itu tidak
terbatas hanya pada perbuatan-perbuatan yang bersifat besar , namun sekecil
apapun perbuatan amal shalih mempunyai
nilai tersendiri, seperti misalnya menyingkirkan gangguan dari jalan termasuk
bagian dari iman sebagaimana yang disebutkan dalam hadits :
صحيح مسلم ٥١: حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ
عَنْ سُهَيْلٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْإِيمَانُ
بِضْعٌ وَسَبْعُونَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لَا إِلَهَ
إِلَّا اللَّهُ وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الْأَذَى عَنْ الطَّرِيقِ وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ
مِنْ الْإِيمَانِ
Shahih Muslim 51: Telah
menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb telah menceritakan kepada kami Jarir
dari Suhail dari Abdullah bin Dinar dari Abu Shalih dari Abu Hurairah dia
berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Iman itu
ada tujuh puluh lebih, atau enam puluh lebih cabang. Yang paling utama adalah
perkataan, LAA ILAAHA ILLALLAHU (Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain
Allah). Dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan
malu itu adalah sebagian dari iman.
Nilai kebaikan diukur melalui amal shalih.
Amal shaleh merupakan implikasi dari keimanan seseorang. Amal shaleh memiliki
tempat yang mulia dalam ajaran Islam. Karena itu, Islam memberikan balasan
kebajikan untuk orang-orang yang istikamah dalam beramal shaleh.
Di antara balasan yang dijanjikan Allah subhanahu wa ta’ala itu adalah, pertama, diberi pahala yang besar. Sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah ta’ala
Di antara balasan yang dijanjikan Allah subhanahu wa ta’ala itu adalah, pertama, diberi pahala yang besar. Sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah ta’ala
وَعَدَ اللّهُ
الَّذِينَ آمَنُواْ وَعَمِلُواْ الصَّالِحَاتِ لَهُم مَّغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ عَظِيمٌ
Allah telah
menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan yang beramal saleh, (bahwa)
untuk mereka ampunan dan pahala yang besar. (QS.A l Maidah : 9 )
Amal shalih yang membawa seseorang kepada husnul khatimah meliputi semua perbuatan baik yang berhubungan dengan hak-hak Allah azza wa jalla ( hablun minallah) maupun yang berkaitan dengan hubungan sesama manusia (hablun minannas)
صحيح البخاري ٢٦٤٤: حَدَّثَنِي إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ سَمِعَ
يَحْيَى بْنَ آدَمَ حَدَّثَنَا أَبُو الْأَحْوَصِ عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ عَنْ عَمْرِو
بْنِ مَيْمُونٍ عَنْ مُعَاذٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
كُنْتُ رِدْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى
حِمَارٍ يُقَالُ لَهُ عُفَيْرٌ فَقَالَ يَا مُعَاذُ هَلْ تَدْرِي حَقَّ اللَّهِ عَلَى
عِبَادِهِ وَمَا حَقُّ الْعِبَادِ عَلَى اللَّهِ قُلْتُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ
قَالَ فَإِنَّ حَقَّ اللَّهِ عَلَى الْعِبَادِ أَنْ يَعْبُدُوهُ وَلَا يُشْرِكُوا بِهِ
شَيْئًا وَحَقَّ الْعِبَادِ عَلَى اللَّهِ أَنْ لَا يُعَذِّبَ مَنْ لَا يُشْرِكُ بِهِ
شَيْئًا فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا أُبَشِّرُ بِهِ النَّاسَ قَالَ لَا تُبَشِّرْهُمْ
فَيَتَّكِلُوا
Shahih Bukhari 2644: dari
Mu'adz radliallahu 'anhu berkata: "Aku pernah membonceng di belakang Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam diatas seekor keledai yang diberi nama 'Uqoir lalu
Beliau bertanya: "Wahai Mu'adz, tahukah kamu apa hak Allah atas para
hamba-Nya dan apa hak para hamba atas Allah?" Aku jawab: "Allah dan
Rosul-Nya yang lebih tahu". Beliau bersabda: "Sesungguhnya hak Allah
atas para hamba-Nya adalah hendaklah beribadah kepada-Nya dan tidak
menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun dan hak para hamba-Nya atas Allah adalah
seorang hamba tidak akan disiksa selama dia tidak menyekutukan-Nya dengan
sesuatu apapun". Lalu aku berkata: "Wahai Rasulullah, apakah boleh
aku menyampaikan kabar gembira ini kepada manusia?" Beliau menjawab:
"Jangan kamu beritahukan mereka sebab nanti mereka akan berpasrah
saja".
Berkaitan dengan itu maka seorang muslim yang
menginginkan husnul khatimah maka ia wajib untuk melakukan berbagai ibadah yang
disyari’atkan baik yang bersifat fardhu maupun sunnah sesuai dengan yang
dicontohkan oleh Rasullullah shallalahu’alaihi wa sallam tanpa ditambahi-tambahi
atau dikurangi.
Amal shalih yang dilakukan seorang Muslim dalam
rangka untuk melaksanakan keta’atan kepada Allah subhanahu wa ta’ala tiada lain
adalah seluruh perbuatan yang dilakukan
untuk mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Kemudian selain itu mengerjakan amal shalih dalam
rangka memperoleh husnul khatimah juga perlu mendapatkan perhatian hal-hal yang
berkaitan dengan hak-hak sesama muslim. Karena Rasullullah shallallahu’alaihi
wa sallam dalam sebuah hadits riwayat dari imam Bukhari bersabda :
صحيح البخاري ١١٦٤: حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ أَبِي
سَلَمَةَ عَنْ الْأَوْزَاعِيِّ قَالَ أَخْبَرَنِي ابْنُ شِهَابٍ قَالَ أَخْبَرَنِي
سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيَّبِ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ
حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ خَمْسٌ رَدُّ السَّلَامِ وَعِيَادَةُ الْمَرِيضِ
وَاتِّبَاعُ الْجَنَائِزِ وَإِجَابَةُ الدَّعْوَةِ وَتَشْمِيتُ الْعَاطِسِ
تَابَعَهُ عَبْدُ الرَّزَّاقِ قَالَ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ وَرَوَاهُ
سَلَامَةُ بْنُ رَوْحٍ عَنْ عُقَيْلٍ
Shahih Bukhari 1164: bahwa
Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata; Aku mendengar Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Hak muslim atas muslim lainnya ada lima,
yaitu; menjawab salam, menjenguk yang sakit, mengiringi jenazah, memenuhi
undangan dan mendoakan orang yang bersin". Hadits ini diriwayatkan pula
oleh 'Abdur Razaq berkata, telah mengabarkan kepada kami Ma'mar dan
meriwayatkan kepadanya Salamah bin Rauh dari 'Uqail.
Melakukan amal shalih bagi saudara sesama muslim
tentunya tidak hanya terbatas sebagaimana yang disebutkan dalam hadits tersebut
diatas, sesungguhnya banyak sekali perbuatan yang termasuk dalam amal shalih
yang terkait dengan hak sesama muslim.
2.Menjauhi dnan Meninggalkan Segala Bentuk Larangan Dari Allah dan Rasul-Nya.
Husnul khatimah oleh setiap kaum muslimin diperoleh
tidak saja sebatas dengan melakukan perbuatan amal shalih, tetapi penting pula
untuk meninggalkan dan menjauhi semua perbuatan yang dilarang oleh Allah
subhanahu wa ta’ala yang tertuang dalam
al-Qur’an serta apa-apa yang dilarang oleh Rasullullah
shallallahu’alaihi wa sallam sebagaimana yang terkandung dalam as-Sunnah.
Hampir setengah ajaran Islam berupa larangan yang
harus dijauhi oleh ummatnya. Ini berarti, orang yang menjauhi seluruh larangan
telah mengamalkan hampir setengah hukum Islam, dan sebaliknya yang melanggar
seluruh larangan berarti telah melanggar hampir setengah ajarannya.
Imam Ibn Qayyim rahimahullah berkata, “ sesungguhnya
bangunan dan pondasi syari’at dibangun diatas hikmah dan kemaslahatan para
hamba, didunia dan akhirat. Seluruh syari’at Islam adalah keadilan, rahmat,
maslahat dan hikmah.” Syari’at Islam itu sendiri terdiri dari perintah dan
larangan , maka larangan yang berlaku terhadap para hamba pun didasarkan atas
hikmah dan kemaslahatan.
Begitu banyak kaum yang binasa akibat melanggar
syari’at sebagai alasan atas kejahilan dan kezhaliman mereka. Allah Ta’ala
berfirman, artinya: “Sungguh Kami telah mengemukakan amanah pada langit, bumi
dan gunung-gunung. Maka semuanya enggan untuk memikul amanah tersebut dan
mereka khawatir terhadapnya dan dipikullah amanah tersebut oleh manusia . Allah
subhanahu wa ta’ala berfirman :
إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَن يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا
الْإِنسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا
Sesungguhnya Kami
telah mengemukakan amanat [1234] kepada langit, bumi dan
gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka
khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia.
Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh,
(QS.Al-Ahzab :72 )
Firman Allah subhanahu wa ta’ala :
قُلْ إِنِّي نُهِيتُ أَنْ أَعْبُدَ الَّذِينَ تَدْعُونَ مِن دُونِ اللّهِ
قُل لاَّ أَتَّبِعُ أَهْوَاءكُمْ قَدْ ضَلَلْتُ إِذًا وَمَا أَنَاْ مِنَ
الْمُهْتَدِينَ
Katakanlah:
"Sesungguhnya aku dilarang menyembah tuhan-tuhan yang kamu sembah selain
Allah". Katakanlah: "Aku tidak akan mengikuti hawa nafsumu, sungguh
tersesatlah aku jika berbuat demikian dan tidaklah (pula) aku termasuk
orang-orang yang mendapat petunjuk". (QS.Al An’am : 56 )
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
الَّذِينَ
يَأْكُلُونَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ
الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُواْ إِنَّمَا الْبَيْعُ
مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ
وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَن جَاءهُ مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِ فَانتَهَىَ فَلَهُ مَا
سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُوْلَـئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ
هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Orang-orang yang makan
(mengambil) riba [174] tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila [175].
Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai
kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),
maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu [176] (sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil
riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
(QS.Al Baqarah : 275 )
Firman Allah ta’ala :
إِن تَجْتَنِبُواْ كَبَآئِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنكُمْ
سَيِّئَاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُم مُّدْخَلاً كَرِيمًا
Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang
dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan- kesalahanmu
(dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga).(QS.An Nisaa : 31)
Allah subhanahu ta’ala berfirman :
وَأَخْذِهِمُ الرِّبَا وَقَدْ نُهُواْ عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ
النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا
dan disebabkan mereka
memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan
karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan
untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.
(QS.An Nisaa: 161 )
Syaikh Abdurrahman Ibn Nashir as-Sa’di
berkata,”Allah mengagungkan urusan amanah yang Dia amanatkan kepada para
mukallaf, yaitu melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala larangan,
dalam kondisi sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan”. Kenyataannya,
mayoritas manusia lebih sulit untuk meninggalkan larangan dibandingkan
melaksanakan perintah padahal menurut logikanya, seharusnya meninggalkan
larangan relatif lebih mudah dibandingkan melaksanakan perintah. Sebab untuk
meninggalkan larangan tidak diperlukan usaha dan tenaga, berbeda dengan
perintah. Hal ini disebabkan, meninggalkan perkara yang dilarang itu
bertentangan dengan hawa nafsu.
Berbeda dengan melaksanakan perintah, yang pada
umumnya tidak bertentangan dengan hawa nafsu. Karena itulah Allah Ta’ala
menganugerahkan ganjaran yang besar dan member pujian pada orang yang mampu
menahan hawa nafsunya. Sebagian ulama bahkan mengatakan larangan itu sifatnya
lebih berat dibandingkan perintah. Sebab, tidak ada dispensasi (keringanan)
sedikitpun bagi pelanggaran larangan, sedangkan pelaksanaan perintah dilakukan
sesuai kemampuan sebagaimana sabda Nabi shallallaahu alaihi wa sallam,
Mengingat eksistensi larangan itu dibangun diatas
hikmah dan maslahat maka pelanggaran terhadap larangan dan perbuatan dosa pasti
akan menimbulkan mudharat, baik didunia maupun diakhirat. Perbuatan inilah yang
telah membinasakan umat-umat terdahulu. Bukankah akibat dosa dan maksiat yang
menyebabkan Adam dan Hawa dikeluarkan dari surga yang penuh dengan kenikmatan
menuju dunia yang penuh dengan penderitaan dan kesedihan? Bukankah dosa yang
menyebabkan tenggelamnya penduduk bumi (kaum Nabi Nuh), hingga air menutupi
puncak-puncak gunung? Renungilah bagaimana suara yang menggelegar membinasakan
kaum Tsamud, terjadinya hujan batu dan terangkatnya tanah hingga menjungkir
balikkan kaum Luth, terkirimnya awan yang menurunkan hujan api yang
menghancukan kaum Syu’aib dan binasanya orang-orang yang zhalim seperti Fir’aun
disebabkan oleh dosa-dosa?
Sungguh seseorang belumlah dikatakan bertakwa selama
ia masih melakukan perbuatan yang dilarang syari’at walaupun ia seorang yang
tekun menjalankan perintah agama. Sebab definisi dari takwa itu sendiri
melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-laranganNya.
Termasuk cermin pribadi yang bertakwa yaitu meninggalkan perkara-perkara yang
masih samar (syubhat), yaitu perkara yang tidak jelas antara kehalalan dan
keharamannya. Sebab, apabaila seseorang terjerumus kedalam perkara yang syubhat
maka dikhawatirkan ia telah terjerumus kedalam perkara yang haram sementara ia
tidak menyadarinya. Jika perkara yang syubhat saja diperintahkan untuk
ditinggalkan maka untuk perkara yang haram tentu lebih ditekankan untuk
ditinggalkan sebagaimana sabda Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam, :
صحيح البخاري ١٩١٠: حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا
ابْنُ أَبِي عَدِيٍّ عَنْ ابْنِ عَوْنٍ عَنْ الشَّعْبِيِّ سَمِعْتُ النُّعْمَانَ بْنَ
بَشِيرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
و حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ حَدَّثَنَا
أَبُو فَرْوَةَ عَنْ الشَّعْبِيِّ قَالَ سَمِعْتُ النُّعْمَانَ بْنَ بَشِيرٍ قَالَ
سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ و حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ
بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ أَبِي فَرْوَةَ سَمِعْتُ الشَّعْبِيَّ
سَمِعْتُ النُّعْمَانَ بْنَ بَشِيرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ كَثِيرٍ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ
عَنْ أَبِي فَرْوَةَ عَنْ الشَّعْبِيِّ عَنْ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ قَالَ
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحَلَالُ بَيِّنٌ
وَالْحَرَامُ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا أُمُورٌ مُشْتَبِهَةٌ فَمَنْ تَرَكَ مَا شُبِّهَ
عَلَيْهِ مِنْ الْإِثْمِ كَانَ لِمَا اسْتَبَانَ أَتْرَكَ وَمَنْ اجْتَرَأَ عَلَى مَا
يَشُكُّ فِيهِ مِنْ الْإِثْمِ أَوْشَكَ أَنْ يُوَاقِعَ مَا اسْتَبَانَ وَالْمَعَاصِي
حِمَى اللَّهِ مَنْ يَرْتَعْ حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ أَنْ يُوَاقِعَهُ
Shahih Bukhari 1910: dari
An-Nu'man bin Basyir radliallahu 'anhu berkata, telah bersabda Nabi shallallahu
'alaihi wasallam: "Yang halal sudah jelas dan yang haram juga sudah jelas.
Namun diantara keduanya ada perkara yang syubhat (samar). Maka barangsiapa yang
meninggalkan perkara yang samar karena khawatir mendapat dosa, berarti dia
telah meninggalkan perkara yang jelas keharamannya dan siapa yang banyak
berdekatan dengan perkara samar maka dikhawatirkan dia akan jatuh pada
perbuatan yang haram tersebut. Maksiat adalah larangan-larangan Allah. Maka
siapa yang berada di dekat larangan Allah itu dikhawatirkan dia akan jatuh pada
larangan tersebut".
3. Bertaubat Dari Seluruh
Dosa-Dosa
Sungguh
Allah subhanahu wa ta’ala itu maha bijaksana,
karena berkenan untuk memberikan
ampunan kepada mereka-mereka yang telah melakukan perbuatan dosa dengan
melakukan perbuatan-perbuatan yang terlarang.Hal ini ditegaskan dalam
firman-Nya :
إِنَّمَا التَّوْبَةُ عَلَى اللّهِ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السُّوَءَ
بِجَهَالَةٍ ثُمَّ يَتُوبُونَ مِن قَرِيبٍ فَأُوْلَـئِكَ يَتُوبُ اللّهُ
عَلَيْهِمْ وَكَانَ اللّهُ عَلِيماً حَكِيماً
Sesungguhnya taubat di
sisi Allah hanyalah taubat bagi orang- orang yang mengerjakan kejahatan
lantaran kejahilan [277], yang kemudian mereka bertaubat dengan
segera, maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS.An Nisaa: 17)
Allah subhanahu wa ta’ala
sesungguhnya adalah Allah yang maha penerima taubat dari hamba-hambanya yang
mengakui telah berbuat dosa, akan hal ini telah ditegaskan oleh Allah subhanahu
wa ta’ala dalam firman-Nya :
فَتَلَقَّى آدَمُ مِن رَّبِّهِ كَلِمَاتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ إِنَّهُ هُوَ
التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
Kemudian Adam menerima
beberapa kalimat [40] dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (QS. Al B aqarah :
37)
Allah berfirman :
وَالَّذِينَ عَمِلُواْ السَّيِّئَاتِ ثُمَّ تَابُواْ مِن بَعْدِهَا
وَآمَنُواْ إِنَّ رَبَّكَ مِن بَعْدِهَا لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ
Orang-orang yang
mengerjakan kejahatan, kemudian bertaubat sesudah itu dan beriman; sesungguhnya
Tuhan kamu sesudah taubat yang disertai dengan iman itu adalah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang. (QS.Al A’raf : 153 )
Bahkan Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan
dan mewajibkan bagi setiap hamba-Nya untuk meminta ampun dan bertaubat
sebagaimana yang banyak disebutkan dalam beberapa firman-Nya yang tercantum
dalam al-Qur’an.
Allah
berfirman :
فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا
maka bertasbihlah
dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah
Maha Penerima taubat. ( Qs.An-Nashr:3)
Firman
Allah ta’ala :
وَهُوَ الَّذِي يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ وَيَعْفُو عَنِ
السَّيِّئَاتِ وَيَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ
Dan Dialah yang
menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan dan
mengetahui apa yang kamu kerjakan, (QS.Asy Syuura : 25
)
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
أَلَمْ يَعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ هُوَ يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ
وَيَأْخُذُ الصَّدَقَاتِ وَأَنَّ اللّهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
Tidaklah mereka
mengetahui, bahwasanya Allah menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan menerima
zakat dan bahwasanya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang?
(QS.At Taubah : 104)
Bagi mereka- mereka yang telah
berbuat dosa karena telah melakukan perbuatan yang terlarang, maka seyogyanya
untuk segera bertaubat sebelum datangnya kematian, bertaubat sebelum terlambat.
Sebagaimana yang Allah subhanahu perintahkan sesuai denmgan firman-Nya :
وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ
لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتَّى إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ
قَالَ إِنِّي تُبْتُ الآنَ وَلاَ الَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمْ كُفَّارٌ
أُوْلَـئِكَ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا
Dan tidaklah taubat
itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga
apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan
: "Sesungguhnya saya bertaubat sekarang". Dan tidak (pula diterima
taubat) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi
orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih.
(QS. An-Nisaa: 18 )
Sesungguhnya taubat itu dalam Islam mempunyai arti
yang sangat penting, sehingga Allah subhanahu wa ta’ala sangatlah bergembira
terhadap taubatnya para hamba-hamba-Nya sesuai dengan hadits Rasullullah
shallallahu’alaihi wa sallam , dimana Imam Bukhari rahimahullah dalam shahihnya
meriwayatkan hadits dari Anas radhyaallahu’anhu :
صحيح البخاري ٥٨٣٤: حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ أَخْبَرَنَا حَبَّانُ حَدَّثَنَا
هَمَّامٌ حَدَّثَنَا قَتَادَةُ حَدَّثَنَا أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ح و حَدَّثَنَا هُدْبَةُ حَدَّثَنَا هَمَّامٌ حَدَّثَنَا
قَتَادَةُ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اللَّهُ أَفْرَحُ
بِتَوْبَةِ عَبْدِهِ مِنْ أَحَدِكُمْ سَقَطَ عَلَى بَعِيرِهِ وَقَدْ أَضَلَّهُ فِي
أَرْضِ فَلَاةٍ
Shahih Bukhari 5834: dari Anas bin Malik dari Nabi shallallahu
'alaihi wasallam. Dan diriwayatkan dari jalur lain, telah menceritakan kepada
kami Hudbah telah menceritakan kepada kami Hammam telah menceritakan kepada
kami Qatadah dari Anas radliallahu 'anhu dia berkata; Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Allah lebih gembira dengan taubat hamba-Nya
melebihi salah seorang dari kalian yang mendapatkan hewan tunggangannya yang
telah hilang di padang yang luas."
Allah subhanahu wa ta’ala memberikan peluang yang
besar kepada hamba-hamba-Nya untuk bertaubat dengan senatiasa membuka
lebar-lebar tangan-Nya baik pada malam maupun siang hari bagi mereka yang mau
bertaubat. Hal ini disebutkan dalam hadits riwayat imam Muslim rahimahullah
ta’ala dari Abu Musa Radhyallahu’anhu :
صحيح مسلم ٤٩٥٤: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ قَالَ سَمِعْتُ
أَبَا عُبَيْدَةَ يُحَدِّثُ عَنْ أَبِي مُوسَى
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ
عَزَّ وَجَلَّ يَبْسُطُ يَدَهُ بِاللَّيْلِ لِيَتُوبَ مُسِيءُ النَّهَارِ وَيَبْسُطُ
يَدَهُ بِالنَّهَارِ لِيَتُوبَ مُسِيءُ اللَّيْلِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِه
و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ حَدَّثَنَا
شُعْبَةُ بِهَذَا الْإِسْنَادِ نَحْوَهُ
Shahih Muslim 4954: dari
Abu Musa dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: " Allah
Subhanahu Wa Ta'ala akan senantiasa membuka lebar-lebar tangan-Nya pada malam
hari untuk menerima taubat orang yang berbuat dosa pada siang hari dan Allah
senantiasa akan membuka tangan-Nya pada siang hari untuk menerima taubat orng
yang berbuat dosa pada malam hari, dan yang demikian terus berlaku hingga
matahari terbit dari barat."
Betapa pentingnya taubat itu bagi setiap muslim, hal
ini ditunjukkan dan dicontohkan oleh
Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam, dimana beliau selalu meminta ampun,
sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh imam Abu Daud rahimahullah ta’ala
dari Abu Musa radhyallaahu’anhu :
سنن أبي داوود ١٢٩٥: حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ حَدَّثَنَا
أَبُو أُسَامَةَ عَنْ مَالِكِ بْنِ مِغْوَلٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سُوقَةَ عَنْ نَافِعٍ
عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ
إِنْ كُنَّا لَنَعُدُّ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فِي الْمَجْلِسِ الْوَاحِدِ مِائَةَ مَرَّةٍ رَبِّ اغْفِرْ لِي وَتُبْ عَلَيَّ إِنَّكَ
أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
Sunan Abu Daud 1295: dari
Ibnu Umar, ia berkata; sungguh Kami telah menghitung ucapan Rasulullah shallla
Allahu 'alaihi wa sallam dalam satu majlis beliau "RABBIGHFIRLII WA TUB
'ALAYYA, INNAKAT TAWWAABUR RAHIIM" (Ya Tuhanku, ampunilah aku dan
terimalah taubatku sesungguhnya Engkau adalah Dzat yang Maha menerima taubat
lagi Maha Penyayang) sebanyak seratus kali.
Dari hadits tersebut dapat disimpulkan bahwa
Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam yang terjaga dari segala kesalahan dan
dosa tetap meminta ampun dan bartaubat, lalu bagaimana dengan umatnya yang
tidak pernah terlepas dari kesalahan dan perbuatan dosa, tentunya perlu
mencontoh bagaimana sikap Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam.
Mereka-mereka yang telah melakukan pelanggaran
larangan yang ditetapkan namun tidak meminta ampun dan bertaubat maka niscaya
kesengsaraanlah yang kelak yang akan diperoleh.
Husnul khatimah akan diperoleh oleh siapa saja yang
bertaubat dari segala dosa dan perbuatan yang terlarang yang kemudian mereka
menjaga dirinya agar selamat dari berbagai perbuatan yang terlarang.
K E S I M P U L A N
Husnul khatimah artinya berakhimya kehidupan manusia
di dunia dengan kesudahan yang baik, dan sebaliknya Su’ul khatimah (akhir yang
buruk) adalah meninggal dalam keadaan berpaling dari Allah, berada di atas
murka-Nya serta meninggalkan kewajiban dari Allah. Tidak diragukan lagi,
demikian ini akhir kehidupan yang menyedihkan, selalu dikhawatirkan oleh
orang-orang yang bertakwa.
Setiap orang yang beriman berhak untuk mendapatkan
husnul khatimah, yaitu kesudahan yang baik dari kehidupan di dunia untuk melangkah lebih lanjut menuju alam akhirat
yang dijanjikan Allah d disyengan surga sebagai balasan atgas jerih payahnya
melakukan berbagai kebajikan dan amal shalih yang disyari’atkan.
Khusnul khatimah hanya akan diperoleh dengan
melakukan perbuatan yang meliputi :
1.Mengerjakan perbuatan/amal shalih yang disyari’atkan
dalam al-Qur’an dan as-Sunnah tanpa ditambah-tambahi dengan hal-hal yang baru
di luar syari’at ataupun dikurangi
berdasarkan pertimbangan akal/pikiran dan perasaan semata.
2.Meninggalkan atau menjauhi semua hal-hal yang
dilarang oleh Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasullullah shallallahu’alaihi wa
sallam.
3.Bertaubat dari seluruh dosa, baik dosa kecil
terlebih lagi dosa-dosa besar
(
Wallahu’alam )
Sumber
:
1.Al-Qur’an dan Terjemahan : www.salafi-db.com,
2.Ensiklopedi Hadits Kitab 9 Imam: www.lidwapusaka.com
3.Riyadus Shalihin Imam Nopawawi ( Terjemahan ) : www.salafi-db.com
4. Majalah
AsySyariah Edisi 038
5.Artikel /www.hidayatullah.com/
6.Artikel www.jalandakwahbersama.wordpress.com
Samarinda, 9 Jumadil Akhir 1434 H / 20 April 2013
(Musni Japrie )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar