Senin, 06 Mei 2013

JAUHI DAN TINGGALKAN BERBURUK SANGKA KEPADA SESAMA MUSLIM



Sudah menjadi sebuah tradisi yang membudaya di kalangan sebagian masyarakat Indonesia dewasa ini perilaku berburuk sangka kepada orang  atau pihak lain dengan cara mengungkapkannya ataupun sekedar terbetik dalam hati. Malahan hampir pada semua mass media terutama televisi yang sengaja secara khusus mengkordinasikan dan mengakomodir orang-orang tertentu dari kalangan berbagai  pengamat atau tokoh-tokoh politik atau kalangan kritikus untuk berbincang-bincang dengan thema yang dikemas dalam berbagai ragam acara namun  di dalamnya secara terang benderang  sebenarnya mengandung  buruk sangka kepada orang atau pihak lain.
Selain dari itu juga melalui demontrasi-demontsrasi yang dilakukan oleh berbagai pihak seperti pada instansi pemerintah, KPK, Kejaksaan  dan lain-lainnya  para oratornya  sering melontarkan kata-kata yang bernuansa buruk sangka.
Perilaku buruk sangka dewasa ini merebak kemana-mana dan sepertinya merupakan hal yang dianggap lumrah dan biasa , dimana dalam keseharian nya bila berbincang bincang diantara  lebih dari satu orang , maka biasanya tidak pernah lupa membicarakan orang lain terutama sekali yang terkait dengan hal-hal yang tidak pada tempatnya untuk dibincangkan karena berkaitan dengan orang lain atau pihak ketiga.
Buruk sangka sangat terkait dengan ghibah, dan biasanya apabila seseorang mengghibah dapat dipastikan di dalam membicarakan orang lain tersebut terkandung buruk sangka terhadap orang yang dibicarakan ( digunjingkan).
Berkaitan dengan buruk sangka ini, maka bagaimanakah sesungguhnya sikap dan pandangan syari’at Islam terhadap buruk sangka yang banyak terdapat dikalangan masyarakat. Sehubungan dengan itu dalam ulasan  berikut ini diungkapkan bagaimana penegasan al-Qur’an dan as-Sunnah serta pendapat para ulama dalam menyikapi perilaku buruk sangka .
Hukum Buruk Sangka Terhadap Sesama Islam
Buruk sangka (su'u dzan) adalah salah satu daripada sifat-sifat mazmumah (buruk/tercela). Manakala mencari-cari kesalahan orang lain pula hadir apabila wujudnya sangkaan buruk di dalam hati manusia. Apabila timbulnya buruk sangka, maka sudah tentu rasa ingin mencari kesalahan seseorang itu timbul sehingga terbukalah kesalahan, aib atau kelemahan seseorang itu yang menyebabkan si pelaku itu berasa puas. Ia adalah suatu penyakit hati yang akan menyerang sesiapa sahaja.
Berburuk sangka merupakan kecurigaan  atau menduga terhadap orang atau pihak lain dengan sesuatu yang bersifat  negatif dan mengandung celaan. Sedangkan sesuatu yang dituduhkan kepada seseorang atau pihak lain itu masih dalam dugaan yang perlu dipertanyakan kebenarannya\
Allah 'Azza wa-Jalla telah mengharamkan sikap buruk sangka terhadap sesama mukmin, karena ia akan menyebabkan timbulnya fitnah atau tuduhan . Buruk sangka ini mungkin terjadi antara sdatu individu lainnya atau bahkan dapat pula terjadi antara anggota/jamaah  kelompok  kelompok  sesama kaum muslimin. Apabila sikap terkutuk ini terdapat di kalangan anggota jamaah maka akan mengwujudkan perasaan saling tidak percaya, saling meragukan , benci-membenci, pertengkaran, perpecahan dan akhirnya bermusuh-musuhan di antara sesama Islam.
Allah Subhanahu wa-Ta'ala mengharamkan hambaNya yang beriman dari menyimpan perasaan persangkaan atau sangka-sangka buruk terhadap Allah dan terhadap saudara-saudaranya yang seagama. Malah Allah mengharamkan juga segala unsur, bibit atau segala sesuatu  yang dapat  menyebabkan timbulnya rasa buruk sangka di kalangan sesama muslim. Pengharaman ini telah ditegaskan di dalam al-Quran dan hadith-hadith Nabi sallallahu 'alaihi wa-sallam sebagaimana firman Allah dan sabda Nabi shallallahu’alaihi wasallam .
Firman Allah subhanahu wa ta’ala :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.(QS. Al Hujuraat:12 )
Dengan ayat ke 12 surah al Hujuraat tersebut diatas Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan hamnba-hamba-N ya untuk menjauhkan diri dari berburuk sangka  kepada saesama mukmin. Demikian pula , tiodak dibenarkan mencara-cari aib sesama mukmin karena perbuatan tersebut termasuk perilaku yang buruk dan keji.
Allah subhanahu wa ta’ala melalui ayat tersebut juga mememerintahkan untuk menjauhi perbujatan ghibah  atau membicarakan keburukan saudaranya. Allah subhanahu wa ta’ala mengumpamakan orang yang melakuykan ghibah ini seperti orang memakan daging saudaranya yang sudah mati.

Dalam ayat di atas, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan untuk menjauhi kebanyakan dari prasangka dan tidak mengatakan agar kita menjauhi semua prasangka. Karena memang prasangka yang dibangun di atas suatu qarinah (tanda-tanda yang menunjukkan ke arah tersebut) tidaklah terlarang. Hal itu merupakan tabiat manusia. Bila ia mendapatkan qarinah yang kuat maka timbullah zhannya, apakah zhan yang baik ataupun yang tidak baik. Yang namanya manusia memang mau tidak mau akan tunduk menuruti qarinah yang ada. Yang seperti ini tidak apa-apa. Yang terlarang adalah berprasangka semata-mata tanpa ada qarinah. Inilah zhan yang diperingatkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan dinyatakan oleh beliau sebagai pembicaraan yang paling dusta. (Syarhu Riyadhis Shalihin, 3/191)
Telah diriwayatkan oleh Ibnul Mundzir sebuah keterangan yang bersumber dari Ibnu Juraji, b erkenaan dengan sebab turunnya surah al-Hujuraatayat ke 12 sebagaimana tersebut diatas bahwa  dikemukakan tentang kebiasaan Salman al-Farisi yanmg langsung tidur mendengkur bila selesai makan. Lantas muncullah seseorang mepergunjingkan perbuata  salman tersebut. Lalu Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan ayat ke 12 tersebut yang melarang perbuatan mengumpat dan menceritakan aib oranglain.
Imam Bukhari rahimahullaah ta’ala meriwayatkan hadits  dari Abu Hurairah radhyalllahu’anhuma :
صحيح البخاري ٥٦٠٦: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ وَلَا تَحَسَّسُوا وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا تَنَاجَشُوا وَلَا تَحَاسَدُوا وَلَا تَبَاغَضُوا وَلَا تَدَابَرُوا وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا
Shahih Bukhari 5606: dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jauhilah prasangka buruk, karena prasangka buruk ucapan yang paling dusta, dan janganlah kalian saling mendiamkan, saling mencari kejelekan, saling menipu dalam jual beli, saling mendengki, saling memusuhi dan janganlah saling membelakangi, dan jadilah kalian semua hamba-hamba Allah yang bersaudara."

Sesungguhnya prasangka buruk datang dari syaithan kedalam hati manusia . Dengan kelihaiannya syaithan mempengaruhi manusia untuk meyakinkan kebenaran prasangka buruk tersebut. Oleh karena itu barang siapa senantiasa mengikuti hawa nafsu nya untguk berburuk sangka, niscaya ia akan binasa. Allah subhanahu wa ta’ala b erfirman :

بَلْ ظَنَنتُمْ أَن لَّن يَنقَلِبَ الرَّسُولُ وَالْمُؤْمِنُونَ إِلَى أَهْلِيهِمْ أَبَدًا وَزُيِّنَ ذَلِكَ فِي قُلُوبِكُمْ وَظَنَنتُمْ ظَنَّ السَّوْءِ وَكُنتُمْ قَوْمًا بُورًا
Tetapi kamu menyangka bahwa Rasul dan orang-orang mu'min tidak sekali- kali akan kembali kepada keluarga mereka selama-lamanya dan syaitan telah menjadikan kamu memandang baik dalam hatimu persangkaan itu, dan kamu telah menyangka dengan sangkaan yang buruk dan kamu menjadi kaum yang binasa.(QS.Al Fath: 12 )

Zhan yang disebutkan dalam hadits di atas dan juga di dalam ayat, kata ulama kita, adalah tuhmah (tuduhan). Zhan yang diperingatkan dan dilarang adalah tuhmah tanpa ada sebabnya. Seperti seseorang yang dituduh berbuat fahisyah (zina) atau dituduh minum khamr padahal tidak tampak darinya tanda-tanda yang mengharuskan dilemparkannya tuduhan tersebut kepada dirinya. Dengan demikian, bila tidak ada tanda-tanda yang benar dan sebab yang zahir (tampak), maka haram berzhan yang jelek. Terlebih lagi kepada orang yang keadaannya tertutup dan yang tampak darinya hanyalah kebaikan/keshalihan. Beda halnya dengan seseorang yang terkenal di kalangan manusia sebagai orang yang tidak baik, suka terang-terangan berbuat maksiat, atau melakukan hal-hal yang mendatangkan kecurigaan seperti keluar masuk ke tempat penjualan khamr, berteman dengan para wanita penghibur yang fajir, suka melihat perkara yang haram dan sebagainya. Orang yang keadaannya seperti ini tidaklah terlarang untuk berburuk sangka kepadanya. (Al-Jami’ li Ahkamil Qur`an 16/217, Ruhul Ma’ani 13/219)

Beberapa Pendapat para ulama tentang  buruk sangka
Beberapa orang ulama dari kalangan salafus shalih rahimahullah ta’ala mengemukakan pendapat  mereka tentan berburuk sangka , antara lain :
1. Dari Haritha bin an-Nukman berkata: Bersabda Rasulullah s.a.w: Tiga perkara yang sentiasa ada pada umatku: Kepercayaan sial. Hasad dengki. Prasangka. Beliau bertanya: Apakah yang boleh menghilangkan dari itu (semua) wahai Rasulullah bagi sesiapa yang telah ada pada dirinya perkara-perkara tersebut? Baginda bersabda: Apabila berhasad dengki mintalah ampun, apabila berprasangka janganlah diteruskan dan apabila mempercayai tataiyur hendaklah dihapuskan". H/R at-Tabrani.
2.. Bakar bin Abdullah Al-Muzani yang berkata : “Hati-hatilah kalian terhadap perkataan yang sekalipun benar kalian tidak diberi pahala, namun apabila kalian salah kalian berdosa. Perkataan tersebut adalah berprasangka buruk terhadap saudaramu”.  (Tahdzib At-Tahdzib)
3 Abu Qilabah Abdullah bin Yazid Al-Jurmi berkata : “Apabila ada berita tentang tindakan saudaramu yang tidak kamu sukai, maka berusaha keraslah mancarikan alasan untuknya. Apabila kamu tidak mendapatkan alasan untuknya, maka katakanlah kepada dirimu sendiri, “Saya kira saudaraku itu mempunyai alasan yang tepat sehingga melakukan perbuatan tersebut”.  [kitab Al-Hilyah karya Abu Nu’aim (II/285) ]
4.Sufyan bin Husain berkata, “Aku pernah menyebutkan keburukn seseorang di hadapan Iyas bin Mu’awiyyah. Beliaupun memandangi wajahku seraya berkata, “Apakah kamu pernah ikut memerangi bangsa Romawi?” Aku menjawab, “Tidak”. Beliau bertanya lagi, “Kalau memerangi bangsa Sind , Hind (India) atau Turki?” Aku juga menjawab, “Tidak”. Beliau berkata, “Apakah layak, bangsa Romawi, Sind, Hind dan Turki selamat dari kburuknmu sementara saudaramu yang muslim tidak selamat dari keburukanmu?” Setelah kejadian itu, aku tidak pernah mengulangi lagi berbuat seperti itu” ( Bidayah wa Nihayah, Ibnu Kathir (XIII/121))
5.Abu Hatim bin Hibban Al-Busti bekata:
Orang yang berakal wajib mencari keselamatan untuk dirinya dengan meninggalkan perbuatan tajassus dan senantiasa sibuk memikirkan keburukan dirinya sendiri. Sesungguhnya orang yang sibuk memikirkan keburukan dirinya sendiri dan melupakan keburukan orang lain, maka hatinya akan tenteram dan tidak akan merasa gelisah. Setiap kali dia melihat keburukan yang ada pada dirinya, maka dia akan merasa hina tatkala melihat keburukan yang serupa ada pada saudaranya. Sementara orang yang senantiasa sibuk memperhatikan keburukan orang lain dan melupakan keburukannya sendiri, maka hatinya akan buta, badannya akan merasa letih dan akan sulit baginya meninggalkan keburukan dirinya”.[Raudhah Al-‘Uqala (hal.131)]
Beliau juga berkata,:
Tajassus adalah cabang dari kemunafikan, sebagaimana sebaliknya prasangka yang baik merupakan cabang dari keimanan. Orang yang berakal akan berprasangka baik kepada saudaranya, dan tidak mau membuatnya sedih dan berduka. Sedangkan orang yang bodoh akan selalu berprasangka buruk kepada saudaranya dan tidak segan-segan berbuat jahat dan membuatnya menderita”.[Raudhah Al-‘Uqala (hal.133)]
6. Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullahu menyebutkan dari mayoritas ulama dengan menukilkan dari Al-Mahdawi, bahwa zhan yang buruk terhadap orang yang zahirnya baik tidak dibolehkan. Sebaliknya, tidak berdosa berzhan yang jelek kepada orang yang zahirnya jelek. (Al Jami’ li Ahkamil Qur`an, 16/21

Berburuk sangka  Termasuk membuka aib seseorang
Banyak diantara kaum muslimin yang tidak menyadari bahwa sebenarnya dalam berburuk sangka terhadap orang lain sebenarnya di dalamnya terkandung pula hal-hal yang bersifat negatif seperti mencari-cari aib seseorang, mencela, iri hasad dan dengki.
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu pernah menyampaikan sebuah hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi:

إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيْثِ، وَلاَ تَحَسَّسُوْا، وَلاَ تَجَسَّسُوْا، وَلاَ تَنَافَسُوْا، وَلاَ تَحَاسَدُوْا، وَلاَ تَبَاغَضُوْا، وَلاَ تَدَابَرُوْا، وَكُوْنُوْا عِبَادَ اللهَ إِخْوَانًا كَمَا أَمَرَكُمْ، الْمُسْلِمُ أَخُوْ الْمُسْلِمِ، لاَ يَظْلِمُهُ، وَلاَ يَخْذُلُهُ، وَلاَ يَحْقِرُهُ، التَّقْوَى هَهُنَا، التَّقْوَى ههُنَا -يُشِيْرُ إِلَى صَدْرِهِ- بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ، كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَعِرْضُهُ وَمَالُهُ، إِنَّ اللهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى أَجْسَامِكُمْ، وَلاَ إِلَى صُوَرِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوْبِكُمْ وَ أَعْمَالِكُمْ

Hati-hati kalian dari persangkaan yang buruk (zhan) karena zhan itu adalah ucapan yang paling dusta. Janganlah kalian mendengarkan ucapan orang lain dalam keadaan mereka tidak suka. Janganlah kalian mencari-cari aurat/cacat/cela orang lain. Jangan kalian berlomba-lomba untuk menguasai sesuatu. Janganlah kalian saling hasad, saling benci, dan saling membelakangi. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara sebagaimana yang Dia perintahkan. Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain, maka janganlah ia menzalimi saudaranya, jangan pula tidak memberikan pertolongan/bantuan kepada saudaranya dan jangan merendahkannya. Takwa itu di sini, takwa itu di sini.” Beliau mengisyaratkan (menunjuk) ke arah dadanya. “Cukuplah seseorang dari kejelekan bila ia merendahkan saudaranya sesama muslim. Setiap muslim terhadap muslim yang lain, haram darahnya, kehormatan dan hartanya. Sesungguhnya Allah tidak melihat ke tubuh-tubuh kalian, tidak pula ke rupa kalian akan tetapi ia melihat ke hati-hati dan amalan kalian. (HR. ِAl-Bukhari no. 6066 dan Muslim no. 6482)
Berburuk sangka kepada seseorang kemudian membeberkannya kepada yang lainnya merupakan rangkaian perbuatan membuka aib orang lain, padahal membuka aib orang lain sangatlah tercela dan dilarang menurut agama, sebagaimana yang ditegaskan oleh Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh imam Muslim rahimahullaah ta’ala dari Abu Hurairah radhyalllahu’anhuma :
صحيح مسلم ٤٦٩٢: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَفَّانُ حَدَّثَنَا وُهَيْبٌ حَدَّثَنَا سُهَيْلٌ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَسْتُرُ عَبْدٌ عَبْدًا فِي الدُّنْيَا إِلَّا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Shahih Muslim 4692: dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: "Tidaklah seseorang menutupi aib orang lain di dunia, melainkan Allah akan menutupi aibnya di hari kiamat kelak."

Selain itu imam Muslim rahimahullah dalam kitab Shahih-nya meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah radhyallaahu’anhuma bahwa Rasullullah shallallaahu’alaihi wa sallam bersabda :
صحيح مسلم ٤٦٧٧: حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ عَنْ عُقَيْلٍ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ سَالِمٍ عَنْ أَبِيهِ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ مَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ بِهَا كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Shahih Muslim 4677: dari Salim dari Bapaknya bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Seorang muslim dengan muslim yang lain adalah bersaudara. Ia tidak boleh berbuat zhalim dan aniaya kepada saudaranya yang muslim. Barang siapa yang membantu kebutuhan saudaranya, maka Allah akan memenuhi kebutuhannya. Barang siapa membebaskan seorang muslim dari suatu kesulitan, maka Allah akan membebaskannya dari kesulitan pada hari kiamat. Dan barang siapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat kelak."
Menurut hadits tersebut diatas, orang-orang yang menutupi aib seorang muslim yaitu tidak membuka dan membicarakannya kepada pihak lain, maka Allah subhanahu wa ta’ala akan menutupi aibnya, karena sesungguhnya aib yang namanya anak manusia itu begitu  banyaknya, namun karena Allah subhanahu wa ta’ala menolong menutupinya maka aib tersebut  tidak nampak kepermukaan.
Hadits yang serupa juga diriwayatkan oleh imam Abu Daud dalam Sunan-nya dari S alim :
سنن أبي داوود ٤٢٤٨: حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ عُقَيْلٍ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ سَالِمٍ عَنْ أَبِيهِ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ مَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ فَإِنَّ اللَّهَ فِي حَاجَتِهِ وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ بِهَا كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Sunan Abu Daud 4248: dari Salim dari Bapaknya dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Seorang muslim itu saudara bagi muslim lainnya, tidak boleh menzhalimi atau merendahkannya. Barang siapa memenuhi kebutuhan saudaranya maka Allah akan memenuhi kebutuhannya. Dan Barang siapa membebaskan kesulitan seorang muslim di dunia, maka Allah akan membebaskan kesulitannya di akhirat. Dan barangsiapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat."
Dampak  Negatif  Berburuk  Sangka
Banyak diantara  kaum muslimin yang selalu berburuk sangka  dan mengeluarkan pernyataan  tanpa memikirkan kesannya terhadap individu dan perasaan  orang lain dari ingin  mencari kesalahan-kesalahan  orang yang tidak sejalan , malah ditabur fitnah dan penuh dengan buruk sangka.
Berburuk sangka kepada saudara sesama muslim merupakan cikal bakal dari adanya rasa benci yang akan tumbuh dari hati seseorang yang berburuk sangka kepada orang-orang yang dicurigai.
Buruk sangka  merupakan sumber tumbuhnya  hal-hal yang tercela seperti timbulnya pergunjingan ( ghibah ) tentang keburukan seseorang, kemudian mencari-cari kesalahan atau cela seseorang dan membuka aib diri orang lain . Semua itu merupakan akumulasi dari dampak negative dari buruk sangka
.Diantara hal-hal yang dapat  meretakkan persaudaraan di kalangan kaum muslimin adalah perbuatan buruk sangka. Yang dimaksud dengan buruk sangka ialah menjatuhkan dugaan-dugaan buruk kepada seorang muslim, sehingga tindakan-tindakan maupun ucapannya senantiasa dicurigai. Allah subhanahu wa ta’ala menegaskan  bahwa buruk sangka termasuk perbuatan berdosa, karena mengkibatkan  keburukan yang sangat besar. Biasanya seseorang yang berburuk sangka kepada orang lain cenderung menolak bahkan membenci orang tersebut. Lebih buruk lagi, tidak sedikit diantara mereka yang berusaha mempen garhui orang lain untuk membencinya juga, Akhirnya ternodalah persaudaraan muslim
Banyak diantara  kaum muslimin yang selalu berburuk sangka  dan mengeluarkan pernyataan  tanpa memikirkan kesannya terhadap individu dan perasaan  orang lain dari ingin  mencari kesalahan-kesalahan  orang yang tidak sejalan , malah ditabur fitnah dan penuh dengan buruk sangka. Sehingga dapat melahirkan fitnah ( tuduhan) yang tidak benar kepada seseorang yang juga tidak lain adalah saudara sesama muslim. Pada gilirannya timbulah perselisihan dan bahkan  permusuhan diantara sesama saudara seagama yang dikhawatirkan akan berdampak lebih buruk lagi bagi hubungan persaudaraan sesama muslim.
Berburuk sangka juga akan memberikan dampak negative  berupa lahirnya rasa hasad dan dengki kepada orang lain, padahal hasad dan dengki  juga merupakan perbuatan yang terlarang dalam islam.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
وَلاَ تَتَمَنَّوْاْ مَا فَضَّلَ اللّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ لِّلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِّمَّا اكْتَسَبُواْ وَلِلنِّسَاء نَصِيبٌ مِّمَّا اكْتَسَبْنَ وَاسْأَلُواْ اللّهَ مِن فَضْلِهِ إِنَّ اللّهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا
Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.(QS.An Nisaa : 32 )
Selain dari itu adapula hadits yang menegaskan tentang terlarangnya dasad dan dengki sebagaimana yang diriwayatkan oleh imam Bukhari rahimahullaah ta’ala dari Abdullah bin Umar radhyalllaahu’anhuma :
صحيح البخاري ٤٦٣٧: حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ حَدَّثَنِي سَالِمُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا حَسَدَ إِلَّا عَلَى اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ الْكِتَابَ وَقَامَ بِهِ آنَاءَ اللَّيْلِ وَرَجُلٌ أَعْطَاهُ اللَّهُ مَالًا فَهُوَ يَتَصَدَّقُ بِهِ آنَاءَ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ
Shahih Bukhari 4637: dari Abdullah bin Umar radliallahu 'anhuma berkata; Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak diperbolehkan hasad kecuali pada dua hal, yaitu; Seorang yang diberi karunia Alquran oleh Allah sehingga ia membacanya (shalat dengannya) di pertengahan malam dan siang. Dan seseorang yang diberi karunia harta oleh, sehingga ia menginfakkannya pada malam dan siang hari."
Selain hadits diatas juga diriwayatkan sebuah hadits oleh imam Abu Daud  rahimahullah ta’ala dari Abu Huhairah radhyallaahu’anhuma, Raslullah shallallaahu’alaihi wa sallam bersabda :
سنن أبي داوود ٤٢٥٧: حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ صَالِحٍ الْبَغْدَادِيُّ حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ يَعْنِي عَبْدَ الْمَلِكِ بْنَ عَمْرٍو حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ بِلَالٍ عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ أَبِي أَسِيدٍ عَنْ جَدِّهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِيَّاكُمْ وَالْحَسَدَ فَإِنَّ الْحَسَدَ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ أَوْ قَالَ الْعُشْبَ
Sunan Abu Daud 4257: dari Abu Hurairah bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jauhilah hasad (dengki), karena hasad dapat memakan kabaikan seperti api memakan kayu bakar."

Berbaik Sangka Kepada Sesama Muslim
Islam  sesungguhnya  senantiasa selalu  menyuruh agar bersangka baik sesama insan, baik kepada Muslim dan bukan Muslim bukan sebaliknya berburuk sangka. Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk saling mempererat persaudaraan diantara kaum mukminin , sebagaimana firman Allah ta’ala :
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.(QS.Al Hujuraat : 10)
Ayat Allah itu membawa suatu petunjuk kepada kita bahawa orang beriman  itu saling bersaudara satu sama lain tidak saling buruk sangka tetapi sebaliknya yaitu senantiasa berbaik sangka kepada insan, terutama sesama Muslim.
Tentang persaudaraan sesama muslim ini, oleh Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam disinggung dalam sebuah hadits riwayat imam Bukhari rahimahullah ta’ala dari sahabat Anas bin Malik radhyallaah’anhu :
صحيح البخاري ١٢: حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ شُعْبَةَ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَنْ حُسَيْنٍ الْمُعَلِّمِ قَالَ حَدَّثَنَا قَتَادَةُ عَنْ أَنَسٍ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
Shahih Bukhari 12: dari Anas dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam Dan dari Husain Al Mu'alim berkata, telah menceritakan kepada kami Qotadah dari Anas dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Tidaklah beriman seseorang dari kalian sehingga dia mencintai untuk saudaranya sebagaimana dia mencintai untuk dirinya sendiri".
Dari hadits tersebut diatas secara jelas Rasullullah shallallahu’alahi wa sallam memberikan contoh salah satu bentuk akrabnya tali persaudaraan diantara sesama muslim adalah mencintai sesuatu untuk saudaranya sebagaimana dia mencintai untuk dirinya sendiri.Kalau dirinya sendiri tidak menyukai aib diungkapkan, tidak menyukai adanya rasa buruk sangka orang kepada dirinya atau adanya kecurigaan seseorang pada dirinya, maka begitulah pulalah hendaknya sikap dan perilaku dirinya kepada saudara muslim lainnya.
Hadits riwayat  imam at-Tirmidzi rahimahullaah ta’ala dari  Abu Huharorah radhyallaahu’anhuma :
سنن الترمذي ٢٢٢٧: حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ هِلَالٍ الصَّوَّافُ الْبَصْرِيُّ حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ أَبِي طَارِقٍ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ يَأْخُذُ عَنِّي هَؤُلَاءِ الْكَلِمَاتِ فَيَعْمَلُ بِهِنَّ أَوْ يُعَلِّمُ مَنْ يَعْمَلُ بِهِنَّ فَقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ فَقُلْتُ أَنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ فَأَخَذَ بِيَدِي فَعَدَّ خَمْسًا وَقَالَ اتَّقِ الْمَحَارِمَ تَكُنْ أَعْبَدَ النَّاسِ وَارْضَ بِمَا قَسَمَ اللَّهُ لَكَ تَكُنْ أَغْنَى النَّاسِ وَأَحْسِنْ إِلَى جَارِكَ تَكُنْ مُؤْمِنًا وَأَحِبَّ لِلنَّاسِ مَا تُحِبُّ لِنَفْسِكَ تَكُنْ مُسْلِمًا وَلَا تُكْثِرْ الضَّحِكَ فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ الْقَلْبَ
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ غَرِيبٌ لَا نَعْرِفُهُ إِلَّا مِنْ حَدِيثِ جَعْفَرِ بْنِ سُلَيْمَانَ وَالْحَسَنُ لَمْ يَسْمَعْ مِنْ أَبِي هُرَيْرَةَ شَيْئًا هَكَذَا رُوِيَ عَنْ أَيُّوبَ وَيُونُسَ بْنِ عُبَيْدٍ وَعَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ قَالُوا لَمْ يَسْمَعْ الْحَسَنُ مِنْ أَبِي هُرَيْرَةَ وَرَوَى أَبُو عُبَيْدَةَ النَّاجِيُّ عَنْ الْحَسَنِ هَذَا الْحَدِيثَ قَوْلَهُ وَلَمْ يَذْكُرْ فِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Sunan Tirmidzi 2227: dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda: "Siapa yang mau mengambil kalimat-kalimat itu dariku lalu mengamalkannya atau mengajarkan pada orang yang mengamalkannya?" Abu Hurairah menjawab: Saya, wahai Rasulullah. beliau meraih tanganku lalu menyebut lima hal; jagalah dirimu dari keharaman-keharaman niscaya kamu menjadi orang yang paling ahli ibadah, terimalah pemberian Allah dengan rela niscaya kau menjadi orang terkaya, berbuat baiklah terhadap tetanggamu niscaya kamu menjadi orang mu`min, cintailah untuk sesama seperti yang kau cintai untuk dirimu sendiri niscaya kau menjadi orang muslim, jangan sering tertawa karena seringnya tertawa itu mematikan hati."

Orang-orang yang di dalam hatinya tidak pernah terbetik rasa iri terhadap orang lain akan mendapatkan surga sebagaimana yang dikatakan oleh Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh imam Ahmad  rahimahullah ta’ala dari sahabat Anas bin Malik radhyallaah’anhuma  :
مسند أحمد ١٢٢٣٦: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ حَدَّثَنَا مَعْمَرٌ عَنِ الزُّهْرِيِّ قَالَ أَخْبَرَنِي أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ قَالَ
كُنَّا جُلُوسًا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَطْلُعُ عَلَيْكُمْ الْآنَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَطَلَعَ رَجُلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ تَنْطِفُ لِحْيَتُهُ مِنْ وُضُوئِهِ قَدْ تَعَلَّقَ نَعْلَيْهِ فِي يَدِهِ الشِّمَالِ فَلَمَّا كَانَ الْغَدُ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِثْلَ ذَلِكَ فَطَلَعَ ذَلِكَ الرَّجُلُ مِثْلَ الْمَرَّةِ الْأُولَى فَلَمَّا كَانَ الْيَوْمُ الثَّالِثُ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِثْلَ مَقَالَتِهِ أَيْضًا فَطَلَعَ ذَلِكَ الرَّجُلُ عَلَى مِثْلِ حَالِهِ الْأُولَى فَلَمَّا قَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَبِعَهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ فَقَالَ إِنِّي لَاحَيْتُ أَبِي فَأَقْسَمْتُ أَنْ لَا أَدْخُلَ عَلَيْهِ ثَلَاثًا فَإِنْ رَأَيْتَ أَنْ تُؤْوِيَنِي إِلَيْكَ حَتَّى تَمْضِيَ فَعَلْتَ قَالَ نَعَمْ قَالَ أَنَسٌ وَكَانَ عَبْدُ اللَّهِ يُحَدِّثُ أَنَّهُ بَاتَ مَعَهُ تِلْكَ اللَّيَالِي الثَّلَاثَ فَلَمْ يَرَهُ يَقُومُ مِنْ اللَّيْلِ شَيْئًا غَيْرَ أَنَّهُ إِذَا تَعَارَّ وَتَقَلَّبَ عَلَى فِرَاشِهِ ذَكَرَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَكَبَّرَ حَتَّى يَقُومَ لِصَلَاةِ الْفَجْرِ قَالَ عَبْدُ اللَّهِ غَيْرَ أَنِّي لَمْ أَسْمَعْهُ يَقُولُ إِلَّا خَيْرًا فَلَمَّا مَضَتْ الثَّلَاثُ لَيَالٍ وَكِدْتُ أَنْ أَحْتَقِرَ عَمَلَهُ قُلْتُ يَا عَبْدَ اللَّهِ إِنِّي لَمْ يَكُنْ بَيْنِي وَبَيْنَ أَبِي غَضَبٌ وَلَا هَجْرٌ ثَمَّ وَلَكِنْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَكَ ثَلَاثَ مِرَارٍ يَطْلُعُ عَلَيْكُمْ الْآنَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَطَلَعْتَ أَنْتَ الثَّلَاثَ مِرَارٍ فَأَرَدْتُ أَنْ آوِيَ إِلَيْكَ لِأَنْظُرَ مَا عَمَلُكَ فَأَقْتَدِيَ بِهِ فَلَمْ أَرَكَ تَعْمَلُ كَثِيرَ عَمَلٍ فَمَا الَّذِي بَلَغَ بِكَ مَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ مَا هُوَ إِلَّا مَا رَأَيْتَ قَالَ فَلَمَّا وَلَّيْتُ دَعَانِي فَقَالَ مَا هُوَ إِلَّا مَا رَأَيْتَ غَيْرَ أَنِّي لَا أَجِدُ فِي نَفْسِي لِأَحَدٍ مِنْ الْمُسْلِمِينَ غِشًّا وَلَا أَحْسُدُ أَحَدًا عَلَى خَيْرٍ أَعْطَاهُ اللَّهُ إِيَّاهُ فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ هَذِهِ الَّتِي بَلَغَتْ بِكَ وَهِيَ الَّتِي لَا نُطِيقُ
Musnad Ahmad 12236: Anas bin Malik berkata, ketika kami sedang duduk bersama Rasulullah Shallallahu'alaihi wa Sallam, beliau bersabda, "Akan muncul kepada kalian seorang laki-laki penghuni surga", lalu muncul seorang laki laki Anshor yang jenggotnya masih bertetesan air sisa wudhu, sambil menggantungkan kedua sandalnya pada tangan kirinya. Esok harinya Nabi Shallallahu'alaihi wa Sallam bersabda seperti juga, lalu muncul laki laki itu lagi seperti yang pertama, dan pada hari ketiga Nabi Shallallahu'alaihi wa Sallam bersabda seperti itu juga dan muncul laki laki itu kembali seperti keadaan dia yang pertama. Ketika Nabi Shallallahu'alaihi wa Sallam berdiri, Abdullah bin Amru bin Al-Ash Radhiyallahu'anhu mengikuti laki-laki tersebut dengan berujar " Kawan, saya ini sebenarnya sedang bertengkar dengan ayahku dan saya bersumpah untuk tidak menemuinya selama tiga hari, jika boleh, ijinkan saya tinggal di tempatmu hingga tiga malam", "Tentu", jawab laki-laki tersebut. Anas bin Malik berkata, Abdullah Radhiyallahu'anhu bercerita; aku tinggal bersama laki-laki tersebut selama tiga malam, anehnya tidak pernah aku temukan mengerjakan shalat malam sama sekali, hanya saja jika ia bangun dari tidurnya dan beranjak dari ranjangnya, lalu berdzikir kepada Allah 'azza wajalla dan bertakbir sampai ia mendirikan shalat fajar, selain itu juga dia tidak pernah mendengar dia berkata kecuali yang baik baik saja, maka ketika berlalu tiga malam dan hampir hampir saja saya menganggap sepele amalannya, saya berkata, " Wahai kawan, sebenarnya antara saya dengan ayahku sama sekali tidak ada percekcokan dan saling mendiamkan seperti yang telah saya katakan, akan tetapi saya mendengar Rasulullah Shallallahu'alaihi wa Sallam bersabda tentang dirimu tiga kali, "akan muncul pada kalian seorang laki-laki penghuni surga, lalu kamulah yang muncul tiga kali tersebut, maka saya ingin tinggal bersamamu agar dapat melihat apa saja yang kamu kerjakan hingga saya dapat mengikutinya, namun saya tidak pernah melihatmu mengerjakan amalan yang banyak, lalu amalan apa yang membuat Rasulullah Shallallahu'alaihi wa Sallam sampai mengatakan engkau ahli surga?", laki-laki itu menjawab, "Tidak ada amalan yang saya kerjakan melainkan seperti apa yang telah kamu lihat", maka tatkala aku berpaling laki laki tersebut memanggilku dan berkata, "Tidak ada amalan yang saya kerjakan melainkan seperti apa yang telah kamu lihat, hanya saja saya tidak pernah mendapatkan pada diriku, rasa ingin menipu terhadap siapapun dari kaum muslimin, dan saya juga tidak pernah merasa iri dengki kepada seorang atas kebaikan yang telah dikaruniakan oleh Allah kepada seseorang", maka Abdullah Radhiyallahu'anhu berkata, "Inilah amalan yang menjadikanmu sampai pada derajat yang tidak bisa kami lakukan."

K h a t i m a h
 Adanya pikiran buruk sangka dalam diri seseorang muslim terhadap diri saudara muslim lainnya sesungguhnya merupakan hal yang tercela dan berakibat kepada timbulnya dosa. Dan disisi lain buruk sangka akan berkembang terus dengan diungkapkannya kepada pihak ketiga jadilah  buruk sangka menjadi ghibah, mengungkit-ungkit/mencari kesalahan dan cela orang lain.
Buruk sangka yang merupakan godaan syaithan pada hawa nafsu seseorang  pada gilirannya melahirkan rasa kebencian , kemudian fitnah, perselisihan dan permusuhan dan mungkin saja hal yang lebih buruk dari itu dapat saja terjadi.
Sesama muslim itu adalah saling bersaudara, karena nya wajib bagi  setiap muslim itu berbaik sangka kepada satu sama lainnya bukanlah sebaliknya. Sesama muslim hendaknya menjauhkan diri dari rasa kebencian, iri hati , hasad dan dengki, pergunjingan dan hal-hal yang buruk berkaitan dengan terputusnya hubungan persaudaraan sesama muslim.  ( Wallaahu ta’ala ‘alam )

S u m b e r :
1.Al-Qur’an dan Terjemahan , www.salafi-db.com
2.Ensiklopedi Hadits Kitab 9 Imam, www.lidwapusaka.com
3.Ayat-ayat Larangan dan Perintah Dalam Al-Qur’an, KH.Qamaruddin Shaleh dkk
4.Artikel  www. arrahmah.com
5.Artikel www.blogtokwan.blogspot.com
6.Artikel  : Serambi Indonesia
7.Artikel addienblog.blogspot.com
8.Artikel www. media-islam.or.id

Samarinda, Waktu dhuha  26 Jumadil Tsani 1434 H / 7 Mei 2013
( Musni Japrie )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar