Sudah menjadi sebuah tradisi yang
membudaya di kalangan sebagian masyarakat Indonesia dewasa ini perilaku
berburuk sangka kepada orang atau pihak
lain dengan cara mengungkapkannya ataupun sekedar terbetik dalam hati. Malahan
hampir pada semua mass media terutama televisi yang sengaja secara khusus
mengkordinasikan dan mengakomodir orang-orang tertentu dari kalangan
berbagai pengamat atau tokoh-tokoh politik
atau kalangan kritikus untuk berbincang-bincang dengan thema yang dikemas dalam
berbagai ragam acara namun di dalamnya
secara terang benderang sebenarnya
mengandung buruk sangka kepada orang
atau pihak lain.
Selain dari itu juga melalui
demontrasi-demontsrasi yang dilakukan oleh berbagai pihak seperti pada instansi
pemerintah, KPK, Kejaksaan dan
lain-lainnya para oratornya sering melontarkan kata-kata yang bernuansa
buruk sangka.
Perilaku buruk sangka dewasa ini
merebak kemana-mana dan sepertinya merupakan hal yang dianggap lumrah dan biasa
, dimana dalam keseharian nya bila berbincang bincang diantara lebih dari satu orang , maka biasanya tidak
pernah lupa membicarakan orang lain terutama sekali yang terkait dengan hal-hal
yang tidak pada tempatnya untuk dibincangkan karena berkaitan dengan orang lain
atau pihak ketiga.
Buruk sangka sangat terkait dengan
ghibah, dan biasanya apabila seseorang mengghibah dapat dipastikan di dalam
membicarakan orang lain tersebut terkandung buruk sangka terhadap orang yang
dibicarakan ( digunjingkan).
Berkaitan dengan buruk sangka ini,
maka bagaimanakah sesungguhnya sikap dan pandangan syari’at Islam terhadap
buruk sangka yang banyak terdapat dikalangan masyarakat. Sehubungan dengan itu
dalam ulasan berikut ini diungkapkan
bagaimana penegasan al-Qur’an dan as-Sunnah serta pendapat para ulama dalam
menyikapi perilaku buruk sangka .
Hukum Buruk Sangka Terhadap Sesama Islam
Buruk sangka (su'u dzan) adalah salah
satu daripada sifat-sifat mazmumah (buruk/tercela). Manakala mencari-cari
kesalahan orang lain pula hadir apabila wujudnya sangkaan buruk di dalam hati
manusia. Apabila timbulnya buruk sangka, maka sudah tentu rasa ingin mencari
kesalahan seseorang itu timbul sehingga terbukalah kesalahan, aib atau kelemahan
seseorang itu yang menyebabkan si pelaku itu berasa puas. Ia adalah suatu
penyakit hati yang akan menyerang sesiapa sahaja.
Berburuk sangka merupakan
kecurigaan atau menduga terhadap orang
atau pihak lain dengan sesuatu yang bersifat
negatif dan mengandung celaan. Sedangkan sesuatu yang dituduhkan kepada
seseorang atau pihak lain itu masih dalam dugaan yang perlu dipertanyakan
kebenarannya\
Allah 'Azza wa-Jalla telah
mengharamkan sikap buruk sangka terhadap sesama mukmin, karena ia akan
menyebabkan timbulnya fitnah atau tuduhan . Buruk sangka ini mungkin terjadi
antara sdatu individu lainnya atau bahkan dapat pula terjadi antara
anggota/jamaah kelompok kelompok
sesama kaum muslimin. Apabila sikap terkutuk ini terdapat di kalangan
anggota jamaah maka akan mengwujudkan perasaan saling tidak percaya, saling
meragukan , benci-membenci, pertengkaran, perpecahan dan akhirnya
bermusuh-musuhan di antara sesama Islam.
Allah Subhanahu wa-Ta'ala mengharamkan
hambaNya yang beriman dari menyimpan perasaan persangkaan atau sangka-sangka
buruk terhadap Allah dan terhadap saudara-saudaranya yang seagama. Malah Allah
mengharamkan juga segala unsur, bibit atau segala sesuatu yang dapat menyebabkan timbulnya rasa buruk sangka di
kalangan sesama muslim. Pengharaman ini telah ditegaskan di dalam al-Quran dan
hadith-hadith Nabi sallallahu 'alaihi wa-sallam sebagaimana firman Allah dan
sabda Nabi shallallahu’alaihi wasallam .
Firman Allah subhanahu wa ta’ala :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا
كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَب
بَّعْضُكُم بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ
وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka
(kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah
mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain.
Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah
mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.(QS. Al Hujuraat:12 )
Dengan ayat ke 12 surah al Hujuraat
tersebut diatas Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan hamnba-hamba-N ya untuk
menjauhkan diri dari berburuk sangka
kepada saesama mukmin. Demikian pula , tiodak dibenarkan mencara-cari
aib sesama mukmin karena perbuatan tersebut termasuk perilaku yang buruk dan
keji.
Allah subhanahu wa ta’ala melalui ayat
tersebut juga mememerintahkan untuk menjauhi perbujatan ghibah atau membicarakan keburukan saudaranya. Allah
subhanahu wa ta’ala mengumpamakan orang yang melakuykan ghibah ini seperti
orang memakan daging saudaranya yang sudah mati.
Dalam ayat di atas, Allah Subhanahu wa
Ta’ala memerintahkan untuk menjauhi kebanyakan dari prasangka dan tidak
mengatakan agar kita menjauhi semua prasangka. Karena memang prasangka yang
dibangun di atas suatu qarinah (tanda-tanda yang menunjukkan ke arah tersebut)
tidaklah terlarang. Hal itu merupakan tabiat manusia. Bila ia mendapatkan
qarinah yang kuat maka timbullah zhannya, apakah zhan yang baik ataupun yang
tidak baik. Yang namanya manusia memang mau tidak mau akan tunduk menuruti
qarinah yang ada. Yang seperti ini tidak apa-apa. Yang terlarang adalah
berprasangka semata-mata tanpa ada qarinah. Inilah zhan yang diperingatkan oleh
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan dinyatakan oleh beliau sebagai
pembicaraan yang paling dusta. (Syarhu Riyadhis Shalihin, 3/191)
Telah diriwayatkan oleh Ibnul Mundzir
sebuah keterangan yang bersumber dari Ibnu Juraji, b erkenaan dengan sebab
turunnya surah al-Hujuraatayat ke 12 sebagaimana tersebut diatas bahwa dikemukakan tentang kebiasaan Salman
al-Farisi yanmg langsung tidur mendengkur bila selesai makan. Lantas muncullah
seseorang mepergunjingkan perbuata
salman tersebut. Lalu Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan ayat ke 12
tersebut yang melarang perbuatan mengumpat dan menceritakan aib oranglain.
Imam Bukhari rahimahullaah ta’ala
meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah
radhyalllahu’anhuma :
صحيح البخاري ٥٦٠٦: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ
بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ وَلَا
تَحَسَّسُوا وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا تَنَاجَشُوا وَلَا تَحَاسَدُوا وَلَا تَبَاغَضُوا
وَلَا تَدَابَرُوا وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا
Shahih Bukhari 5606: dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu bahwa
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jauhilah prasangka
buruk, karena prasangka buruk ucapan yang paling dusta, dan janganlah kalian
saling mendiamkan, saling mencari kejelekan, saling menipu dalam jual beli, saling
mendengki, saling memusuhi dan janganlah saling membelakangi, dan jadilah
kalian semua hamba-hamba Allah yang bersaudara."
Sesungguhnya prasangka buruk datang
dari syaithan kedalam hati manusia . Dengan kelihaiannya syaithan mempengaruhi
manusia untuk meyakinkan kebenaran prasangka buruk tersebut. Oleh karena itu
barang siapa senantiasa mengikuti hawa nafsu nya untguk berburuk sangka,
niscaya ia akan binasa. Allah subhanahu wa ta’ala b erfirman :
بَلْ ظَنَنتُمْ أَن لَّن يَنقَلِبَ الرَّسُولُ
وَالْمُؤْمِنُونَ إِلَى أَهْلِيهِمْ أَبَدًا وَزُيِّنَ ذَلِكَ فِي قُلُوبِكُمْ وَظَنَنتُمْ
ظَنَّ السَّوْءِ وَكُنتُمْ قَوْمًا بُورًا
Tetapi kamu menyangka bahwa Rasul dan orang-orang mu'min tidak
sekali- kali akan kembali kepada keluarga mereka selama-lamanya dan syaitan
telah menjadikan kamu memandang baik dalam
hatimu persangkaan itu, dan kamu telah menyangka dengan sangkaan yang buruk dan
kamu menjadi kaum yang binasa.(QS.Al Fath: 12 )
Zhan yang disebutkan dalam hadits di
atas dan juga di dalam ayat, kata ulama kita, adalah tuhmah (tuduhan). Zhan
yang diperingatkan dan dilarang adalah tuhmah tanpa ada sebabnya. Seperti
seseorang yang dituduh berbuat fahisyah (zina) atau dituduh minum khamr padahal
tidak tampak darinya tanda-tanda yang mengharuskan dilemparkannya tuduhan
tersebut kepada dirinya. Dengan demikian, bila tidak ada tanda-tanda yang benar
dan sebab yang zahir (tampak), maka haram berzhan yang jelek. Terlebih lagi
kepada orang yang keadaannya tertutup dan yang tampak darinya hanyalah
kebaikan/keshalihan. Beda halnya dengan seseorang yang terkenal di kalangan
manusia sebagai orang yang tidak baik, suka terang-terangan berbuat maksiat,
atau melakukan hal-hal yang mendatangkan kecurigaan seperti keluar masuk ke
tempat penjualan khamr, berteman dengan para wanita penghibur yang fajir, suka
melihat perkara yang haram dan sebagainya. Orang yang keadaannya seperti ini
tidaklah terlarang untuk berburuk sangka kepadanya. (Al-Jami’ li Ahkamil Qur`an
16/217, Ruhul Ma’ani 13/219)
Beberapa Pendapat para ulama tentang buruk sangka
Beberapa orang ulama dari kalangan
salafus shalih rahimahullah ta’ala mengemukakan pendapat mereka tentan berburuk sangka , antara lain :
1. Dari
Haritha bin an-Nukman berkata: Bersabda
Rasulullah s.a.w: Tiga perkara yang sentiasa ada pada umatku: Kepercayaan sial.
Hasad dengki. Prasangka. Beliau bertanya: Apakah yang boleh menghilangkan dari
itu (semua) wahai Rasulullah bagi sesiapa yang telah ada pada dirinya perkara-perkara
tersebut? Baginda bersabda: Apabila berhasad dengki mintalah ampun, apabila
berprasangka janganlah diteruskan dan apabila mempercayai tataiyur hendaklah
dihapuskan". H/R at-Tabrani.
2.. Bakar bin Abdullah Al-Muzani
yang berkata : “Hati-hatilah kalian terhadap perkataan yang sekalipun benar
kalian tidak diberi pahala, namun apabila kalian salah kalian berdosa.
Perkataan tersebut adalah berprasangka buruk terhadap saudaramu”. (Tahdzib At-Tahdzib)
3 Abu Qilabah Abdullah bin Yazid Al-Jurmi berkata : “Apabila ada
berita tentang tindakan saudaramu yang tidak kamu sukai, maka berusaha keraslah
mancarikan alasan untuknya. Apabila kamu tidak mendapatkan alasan untuknya,
maka katakanlah kepada dirimu sendiri, “Saya kira saudaraku itu mempunyai
alasan yang tepat sehingga melakukan perbuatan tersebut”. [kitab Al-Hilyah karya Abu Nu’aim (II/285) ]
4.Sufyan bin Husain berkata,
“Aku pernah menyebutkan keburukn seseorang di hadapan Iyas bin Mu’awiyyah.
Beliaupun memandangi wajahku seraya berkata, “Apakah kamu pernah ikut memerangi
bangsa Romawi?” Aku menjawab, “Tidak”. Beliau bertanya lagi, “Kalau memerangi
bangsa Sind , Hind (India) atau Turki?” Aku juga menjawab, “Tidak”. Beliau
berkata, “Apakah layak, bangsa Romawi, Sind, Hind dan Turki selamat dari
kburuknmu sementara saudaramu yang muslim tidak selamat dari keburukanmu?”
Setelah kejadian itu, aku tidak pernah mengulangi lagi berbuat seperti itu” (
Bidayah wa Nihayah, Ibnu Kathir (XIII/121))
5.Abu Hatim bin Hibban Al-Busti
bekata:
Orang yang berakal wajib mencari
keselamatan untuk dirinya dengan meninggalkan perbuatan tajassus dan senantiasa
sibuk memikirkan keburukan dirinya sendiri. Sesungguhnya orang yang sibuk
memikirkan keburukan dirinya sendiri dan melupakan keburukan orang lain, maka hatinya
akan tenteram dan tidak akan merasa gelisah. Setiap kali dia melihat keburukan
yang ada pada dirinya, maka dia akan merasa hina tatkala melihat keburukan yang
serupa ada pada saudaranya. Sementara orang yang senantiasa sibuk memperhatikan
keburukan orang lain dan melupakan keburukannya sendiri, maka hatinya akan
buta, badannya akan merasa letih dan akan sulit baginya meninggalkan keburukan
dirinya”.[Raudhah Al-‘Uqala (hal.131)]
Beliau juga berkata,:
“Tajassus
adalah cabang dari kemunafikan, sebagaimana sebaliknya prasangka yang baik
merupakan cabang dari keimanan. Orang yang berakal akan berprasangka baik
kepada saudaranya, dan tidak mau membuatnya sedih dan berduka. Sedangkan orang
yang bodoh akan selalu berprasangka buruk kepada saudaranya dan tidak
segan-segan berbuat jahat dan membuatnya menderita”.[Raudhah Al-‘Uqala
(hal.133)]
6. Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullahu menyebutkan dari mayoritas ulama dengan menukilkan dari
Al-Mahdawi, bahwa zhan yang buruk terhadap orang yang zahirnya baik tidak dibolehkan.
Sebaliknya, tidak berdosa berzhan yang jelek kepada orang yang zahirnya jelek.
(Al Jami’ li Ahkamil Qur`an, 16/21
Berburuk sangka Termasuk
membuka aib seseorang
Banyak diantara kaum muslimin yang
tidak menyadari bahwa sebenarnya dalam berburuk sangka terhadap orang lain
sebenarnya di dalamnya terkandung pula hal-hal yang bersifat negatif seperti
mencari-cari aib seseorang, mencela, iri hasad dan dengki.
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu pernah
menyampaikan sebuah hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
berbunyi:
إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ
أَكْذَبُ الْحَدِيْثِ، وَلاَ تَحَسَّسُوْا، وَلاَ تَجَسَّسُوْا، وَلاَ تَنَافَسُوْا،
وَلاَ تَحَاسَدُوْا، وَلاَ تَبَاغَضُوْا، وَلاَ تَدَابَرُوْا، وَكُوْنُوْا عِبَادَ
اللهَ إِخْوَانًا كَمَا أَمَرَكُمْ، الْمُسْلِمُ أَخُوْ الْمُسْلِمِ، لاَ يَظْلِمُهُ،
وَلاَ يَخْذُلُهُ، وَلاَ يَحْقِرُهُ، التَّقْوَى هَهُنَا، التَّقْوَى ههُنَا -يُشِيْرُ
إِلَى صَدْرِهِ- بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ،
كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَعِرْضُهُ وَمَالُهُ، إِنَّ اللهَ
لاَ يَنْظُرُ إِلَى أَجْسَامِكُمْ، وَلاَ إِلَى صُوَرِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى
قُلُوْبِكُمْ وَ أَعْمَالِكُمْ
“Hati-hati kalian dari persangkaan yang buruk (zhan) karena zhan
itu adalah ucapan yang paling dusta. Janganlah kalian mendengarkan ucapan orang
lain dalam keadaan mereka tidak suka. Janganlah kalian mencari-cari
aurat/cacat/cela orang lain. Jangan kalian berlomba-lomba untuk menguasai
sesuatu. Janganlah kalian saling hasad, saling benci, dan saling membelakangi.
Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara sebagaimana yang Dia
perintahkan. Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain, maka
janganlah ia menzalimi saudaranya, jangan pula tidak memberikan
pertolongan/bantuan kepada saudaranya dan jangan merendahkannya. Takwa itu di
sini, takwa itu di sini.” Beliau mengisyaratkan (menunjuk) ke arah dadanya.
“Cukuplah seseorang dari kejelekan bila ia merendahkan saudaranya sesama
muslim. Setiap muslim terhadap muslim yang lain, haram darahnya, kehormatan dan
hartanya. Sesungguhnya Allah tidak melihat ke tubuh-tubuh kalian, tidak pula ke
rupa kalian akan tetapi ia melihat ke hati-hati dan amalan kalian.” (HR. ِAl-Bukhari no. 6066 dan Muslim no. 6482)
Berburuk sangka kepada seseorang kemudian
membeberkannya kepada yang lainnya merupakan rangkaian perbuatan membuka aib
orang lain, padahal membuka aib orang lain sangatlah tercela dan dilarang
menurut agama, sebagaimana yang ditegaskan oleh Rasullullah shallallahu’alaihi
wa sallam dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh imam Muslim rahimahullaah
ta’ala dari Abu Hurairah radhyalllahu’anhuma :
صحيح مسلم ٤٦٩٢: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ
بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَفَّانُ حَدَّثَنَا وُهَيْبٌ حَدَّثَنَا سُهَيْلٌ
عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَسْتُرُ عَبْدٌ عَبْدًا فِي الدُّنْيَا إِلَّا سَتَرَهُ اللَّهُ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Shahih Muslim 4692: dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu
'alaihi wasallam beliau bersabda: "Tidaklah seseorang menutupi aib orang
lain di dunia, melainkan Allah akan menutupi aibnya di hari kiamat kelak."
Selain itu imam Muslim rahimahullah
dalam kitab Shahih-nya meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah
radhyallaahu’anhuma bahwa Rasullullah shallallaahu’alaihi wa sallam bersabda :
صحيح مسلم ٤٦٧٧: حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ
سَعِيدٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ عَنْ عُقَيْلٍ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ سَالِمٍ عَنْ أَبِيهِ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ مَنْ
كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ
كُرْبَةً فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ بِهَا كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ
سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Shahih Muslim 4677: dari Salim dari Bapaknya bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Seorang muslim dengan muslim yang
lain adalah bersaudara. Ia tidak boleh berbuat zhalim dan aniaya kepada
saudaranya yang muslim. Barang siapa yang membantu kebutuhan saudaranya, maka
Allah akan memenuhi kebutuhannya. Barang siapa membebaskan seorang muslim dari
suatu kesulitan, maka Allah akan membebaskannya dari kesulitan pada hari
kiamat. Dan barang siapa
menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat
kelak."
Menurut hadits tersebut diatas,
orang-orang yang menutupi aib seorang muslim yaitu tidak membuka dan
membicarakannya kepada pihak lain, maka Allah subhanahu wa ta’ala akan menutupi
aibnya, karena sesungguhnya aib yang namanya anak manusia itu begitu banyaknya, namun karena Allah subhanahu wa
ta’ala menolong menutupinya maka aib tersebut
tidak nampak kepermukaan.
Hadits yang serupa juga diriwayatkan
oleh imam Abu Daud dalam Sunan-nya dari S alim :
سنن أبي داوود ٤٢٤٨: حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ
بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ عُقَيْلٍ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ سَالِمٍ عَنْ
أَبِيهِ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ مَنْ
كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ فَإِنَّ اللَّهَ فِي حَاجَتِهِ وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ
كُرْبَةً فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ بِهَا كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ
سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Sunan Abu Daud 4248: dari Salim dari Bapaknya dari Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Seorang muslim itu saudara
bagi muslim lainnya, tidak boleh menzhalimi atau merendahkannya. Barang siapa
memenuhi kebutuhan saudaranya maka Allah akan memenuhi kebutuhannya. Dan Barang
siapa membebaskan kesulitan seorang muslim di dunia, maka Allah akan
membebaskan kesulitannya di akhirat. Dan barangsiapa menutupi aib seorang
muslim, maka Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat."
Dampak Negatif Berburuk
Sangka
Banyak diantara kaum muslimin yang selalu berburuk sangka dan mengeluarkan pernyataan tanpa memikirkan kesannya terhadap individu
dan perasaan orang lain dari ingin mencari kesalahan-kesalahan orang yang tidak sejalan , malah ditabur
fitnah dan penuh dengan buruk sangka.
Berburuk sangka kepada saudara sesama
muslim merupakan cikal bakal dari adanya rasa benci yang akan tumbuh dari hati
seseorang yang berburuk sangka kepada orang-orang yang dicurigai.
Buruk sangka merupakan sumber tumbuhnya hal-hal yang tercela seperti timbulnya
pergunjingan ( ghibah ) tentang keburukan seseorang, kemudian mencari-cari
kesalahan atau cela seseorang dan membuka aib diri orang lain . Semua itu
merupakan akumulasi dari dampak negative dari buruk sangka
.Diantara hal-hal yang dapat meretakkan persaudaraan di kalangan kaum
muslimin adalah perbuatan buruk sangka. Yang dimaksud dengan buruk sangka ialah
menjatuhkan dugaan-dugaan buruk kepada seorang muslim, sehingga
tindakan-tindakan maupun ucapannya senantiasa dicurigai. Allah subhanahu wa
ta’ala menegaskan bahwa buruk sangka
termasuk perbuatan berdosa, karena mengkibatkan
keburukan yang sangat besar. Biasanya seseorang yang berburuk sangka
kepada orang lain cenderung menolak bahkan membenci orang tersebut. Lebih buruk
lagi, tidak sedikit diantara mereka yang berusaha mempen garhui orang lain
untuk membencinya juga, Akhirnya ternodalah persaudaraan muslim
Banyak diantara kaum muslimin yang selalu berburuk sangka dan mengeluarkan pernyataan tanpa memikirkan kesannya terhadap individu
dan perasaan orang lain dari ingin mencari kesalahan-kesalahan orang yang tidak sejalan , malah ditabur
fitnah dan penuh dengan buruk sangka. Sehingga dapat melahirkan fitnah (
tuduhan) yang tidak benar kepada seseorang yang juga tidak lain adalah saudara
sesama muslim. Pada gilirannya timbulah perselisihan dan bahkan permusuhan diantara sesama saudara seagama yang
dikhawatirkan akan berdampak lebih buruk lagi bagi hubungan persaudaraan sesama
muslim.
Berburuk sangka juga akan memberikan
dampak negative berupa lahirnya rasa hasad
dan dengki kepada orang lain, padahal hasad dan dengki juga merupakan perbuatan yang terlarang dalam
islam.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
وَلاَ تَتَمَنَّوْاْ مَا فَضَّلَ اللّهُ
بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ لِّلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِّمَّا اكْتَسَبُواْ وَلِلنِّسَاء
نَصِيبٌ مِّمَّا اكْتَسَبْنَ وَاسْأَلُواْ اللّهَ مِن فَضْلِهِ إِنَّ اللّهَ كَانَ
بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا
Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah
kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi
orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para
wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada
Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu.(QS.An Nisaa : 32 )
Selain dari itu adapula hadits yang
menegaskan tentang terlarangnya dasad dan dengki sebagaimana yang diriwayatkan
oleh imam Bukhari rahimahullaah ta’ala dari Abdullah bin Umar
radhyalllaahu’anhuma :
صحيح البخاري ٤٦٣٧: حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ
أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ حَدَّثَنِي سَالِمُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ
أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا حَسَدَ إِلَّا عَلَى اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ
الْكِتَابَ وَقَامَ بِهِ آنَاءَ اللَّيْلِ وَرَجُلٌ أَعْطَاهُ اللَّهُ مَالًا فَهُوَ
يَتَصَدَّقُ بِهِ آنَاءَ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ
Shahih Bukhari 4637: dari Abdullah bin Umar radliallahu 'anhuma
berkata; Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Tidak diperbolehkan hasad kecuali pada dua hal, yaitu; Seorang yang
diberi karunia Alquran oleh Allah sehingga ia membacanya (shalat dengannya) di
pertengahan malam dan siang. Dan seseorang yang diberi karunia harta oleh,
sehingga ia menginfakkannya pada malam dan siang hari."
Selain hadits diatas juga diriwayatkan
sebuah hadits oleh imam Abu Daud
rahimahullah ta’ala dari Abu Huhairah radhyallaahu’anhuma, Raslullah
shallallaahu’alaihi wa sallam bersabda :
سنن أبي داوود ٤٢٥٧: حَدَّثَنَا عُثْمَانُ
بْنُ صَالِحٍ الْبَغْدَادِيُّ حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ يَعْنِي عَبْدَ الْمَلِكِ بْنَ
عَمْرٍو حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ بِلَالٍ عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ أَبِي أَسِيدٍ
عَنْ جَدِّهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ إِيَّاكُمْ وَالْحَسَدَ فَإِنَّ الْحَسَدَ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا
تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ أَوْ قَالَ الْعُشْبَ
Sunan Abu Daud 4257: dari Abu Hurairah bahwa Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Jauhilah hasad (dengki), karena hasad dapat
memakan kabaikan seperti api memakan kayu bakar."
Berbaik Sangka Kepada Sesama Muslim
Islam sesungguhnya
senantiasa selalu menyuruh agar
bersangka baik sesama insan, baik kepada Muslim dan bukan Muslim bukan
sebaliknya berburuk sangka. Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan kepada
hamba-hamba-Nya untuk saling mempererat persaudaraan diantara kaum mukminin ,
sebagaimana firman Allah ta’ala :
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا
بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu
damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah
terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.(QS.Al
Hujuraat : 10)
Ayat Allah itu membawa suatu petunjuk
kepada kita bahawa orang beriman itu
saling bersaudara satu sama lain tidak saling buruk sangka tetapi sebaliknya yaitu
senantiasa berbaik sangka kepada insan, terutama sesama Muslim.
Tentang persaudaraan sesama muslim
ini, oleh Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam disinggung dalam sebuah
hadits riwayat imam Bukhari rahimahullah ta’ala dari sahabat Anas bin Malik radhyallaah’anhu
:
صحيح البخاري ١٢: حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ قَالَ
حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ شُعْبَةَ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَنْ حُسَيْنٍ الْمُعَلِّمِ قَالَ
حَدَّثَنَا قَتَادَةُ عَنْ أَنَسٍ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
Shahih Bukhari 12: dari Anas dari Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam Dan dari Husain Al Mu'alim berkata, telah menceritakan kepada kami
Qotadah dari Anas dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda:
"Tidaklah beriman seseorang dari kalian sehingga dia mencintai untuk
saudaranya sebagaimana dia mencintai untuk dirinya sendiri".
Dari hadits tersebut diatas secara
jelas Rasullullah shallallahu’alahi wa sallam memberikan contoh salah satu
bentuk akrabnya tali persaudaraan diantara sesama muslim adalah mencintai
sesuatu untuk saudaranya sebagaimana dia mencintai untuk dirinya sendiri.Kalau
dirinya sendiri tidak menyukai aib diungkapkan, tidak menyukai adanya rasa
buruk sangka orang kepada dirinya atau adanya kecurigaan seseorang pada
dirinya, maka begitulah pulalah hendaknya sikap dan perilaku dirinya kepada
saudara muslim lainnya.
Hadits riwayat imam at-Tirmidzi rahimahullaah ta’ala
dari Abu Huharorah radhyallaahu’anhuma :
سنن الترمذي ٢٢٢٧: حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ
هِلَالٍ الصَّوَّافُ الْبَصْرِيُّ حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ أَبِي
طَارِقٍ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مَنْ يَأْخُذُ عَنِّي هَؤُلَاءِ الْكَلِمَاتِ فَيَعْمَلُ بِهِنَّ أَوْ يُعَلِّمُ
مَنْ يَعْمَلُ بِهِنَّ فَقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ فَقُلْتُ أَنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ
فَأَخَذَ بِيَدِي فَعَدَّ خَمْسًا وَقَالَ اتَّقِ الْمَحَارِمَ تَكُنْ أَعْبَدَ النَّاسِ
وَارْضَ بِمَا قَسَمَ اللَّهُ لَكَ تَكُنْ أَغْنَى النَّاسِ وَأَحْسِنْ إِلَى جَارِكَ
تَكُنْ مُؤْمِنًا وَأَحِبَّ لِلنَّاسِ مَا تُحِبُّ لِنَفْسِكَ تَكُنْ مُسْلِمًا وَلَا
تُكْثِرْ الضَّحِكَ فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ الْقَلْبَ
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ غَرِيبٌ
لَا نَعْرِفُهُ إِلَّا مِنْ حَدِيثِ جَعْفَرِ بْنِ سُلَيْمَانَ وَالْحَسَنُ لَمْ يَسْمَعْ
مِنْ أَبِي هُرَيْرَةَ شَيْئًا هَكَذَا رُوِيَ عَنْ أَيُّوبَ وَيُونُسَ بْنِ عُبَيْدٍ
وَعَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ قَالُوا لَمْ يَسْمَعْ الْحَسَنُ مِنْ أَبِي هُرَيْرَةَ وَرَوَى
أَبُو عُبَيْدَةَ النَّاجِيُّ عَنْ الْحَسَنِ هَذَا الْحَدِيثَ قَوْلَهُ وَلَمْ يَذْكُرْ
فِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Sunan Tirmidzi 2227: dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda: "Siapa yang mau mengambil
kalimat-kalimat itu dariku lalu mengamalkannya atau mengajarkan pada orang yang
mengamalkannya?" Abu Hurairah menjawab: Saya, wahai Rasulullah. beliau
meraih tanganku lalu menyebut lima hal; jagalah dirimu dari keharaman-keharaman
niscaya kamu menjadi orang yang paling ahli ibadah, terimalah pemberian Allah
dengan rela niscaya kau menjadi orang terkaya, berbuat baiklah terhadap
tetanggamu niscaya kamu menjadi orang mu`min, cintailah untuk sesama seperti yang kau cintai untuk
dirimu sendiri niscaya kau menjadi orang muslim, jangan sering tertawa
karena seringnya tertawa itu mematikan hati."
Orang-orang yang di dalam hatinya
tidak pernah terbetik rasa iri terhadap orang lain akan mendapatkan surga
sebagaimana yang dikatakan oleh Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam dalam sebuah
hadits yang diriwayatkan oleh imam Ahmad
rahimahullah ta’ala dari sahabat Anas bin Malik radhyallaah’anhuma :
مسند أحمد ١٢٢٣٦: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ
حَدَّثَنَا مَعْمَرٌ عَنِ الزُّهْرِيِّ قَالَ أَخْبَرَنِي أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ قَالَ
كُنَّا جُلُوسًا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَطْلُعُ عَلَيْكُمْ الْآنَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ
الْجَنَّةِ فَطَلَعَ رَجُلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ تَنْطِفُ لِحْيَتُهُ مِنْ وُضُوئِهِ
قَدْ تَعَلَّقَ نَعْلَيْهِ فِي يَدِهِ الشِّمَالِ فَلَمَّا كَانَ الْغَدُ قَالَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِثْلَ ذَلِكَ فَطَلَعَ ذَلِكَ الرَّجُلُ مِثْلَ
الْمَرَّةِ الْأُولَى فَلَمَّا كَانَ الْيَوْمُ الثَّالِثُ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِثْلَ مَقَالَتِهِ أَيْضًا فَطَلَعَ ذَلِكَ الرَّجُلُ
عَلَى مِثْلِ حَالِهِ الْأُولَى فَلَمَّا قَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ تَبِعَهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ فَقَالَ إِنِّي لَاحَيْتُ
أَبِي فَأَقْسَمْتُ أَنْ لَا أَدْخُلَ عَلَيْهِ ثَلَاثًا فَإِنْ رَأَيْتَ أَنْ تُؤْوِيَنِي
إِلَيْكَ حَتَّى تَمْضِيَ فَعَلْتَ قَالَ نَعَمْ قَالَ أَنَسٌ وَكَانَ عَبْدُ اللَّهِ
يُحَدِّثُ أَنَّهُ بَاتَ مَعَهُ تِلْكَ
اللَّيَالِي الثَّلَاثَ فَلَمْ يَرَهُ يَقُومُ مِنْ اللَّيْلِ شَيْئًا غَيْرَ أَنَّهُ
إِذَا تَعَارَّ وَتَقَلَّبَ عَلَى فِرَاشِهِ ذَكَرَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَكَبَّرَ
حَتَّى يَقُومَ لِصَلَاةِ الْفَجْرِ قَالَ عَبْدُ اللَّهِ غَيْرَ أَنِّي لَمْ أَسْمَعْهُ
يَقُولُ إِلَّا خَيْرًا فَلَمَّا مَضَتْ الثَّلَاثُ لَيَالٍ وَكِدْتُ أَنْ أَحْتَقِرَ
عَمَلَهُ قُلْتُ يَا عَبْدَ اللَّهِ إِنِّي لَمْ يَكُنْ بَيْنِي وَبَيْنَ أَبِي غَضَبٌ
وَلَا هَجْرٌ ثَمَّ وَلَكِنْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُولُ لَكَ ثَلَاثَ مِرَارٍ يَطْلُعُ عَلَيْكُمْ الْآنَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ
فَطَلَعْتَ أَنْتَ الثَّلَاثَ مِرَارٍ فَأَرَدْتُ أَنْ آوِيَ إِلَيْكَ لِأَنْظُرَ مَا
عَمَلُكَ فَأَقْتَدِيَ بِهِ فَلَمْ أَرَكَ تَعْمَلُ كَثِيرَ عَمَلٍ فَمَا الَّذِي بَلَغَ
بِكَ مَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ مَا هُوَ
إِلَّا مَا رَأَيْتَ قَالَ فَلَمَّا وَلَّيْتُ دَعَانِي فَقَالَ مَا هُوَ إِلَّا مَا
رَأَيْتَ غَيْرَ أَنِّي لَا أَجِدُ فِي نَفْسِي لِأَحَدٍ مِنْ الْمُسْلِمِينَ غِشًّا
وَلَا أَحْسُدُ أَحَدًا عَلَى خَيْرٍ أَعْطَاهُ اللَّهُ إِيَّاهُ فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ
هَذِهِ الَّتِي بَلَغَتْ بِكَ وَهِيَ الَّتِي لَا نُطِيقُ
Musnad Ahmad 12236: Anas bin Malik berkata, ketika kami sedang
duduk bersama Rasulullah Shallallahu'alaihi wa Sallam, beliau bersabda,
"Akan muncul kepada kalian seorang laki-laki penghuni surga", lalu
muncul seorang laki laki Anshor yang jenggotnya masih bertetesan air sisa
wudhu, sambil menggantungkan kedua sandalnya pada tangan kirinya. Esok harinya
Nabi Shallallahu'alaihi wa Sallam bersabda seperti juga, lalu muncul laki laki
itu lagi seperti yang pertama, dan pada hari ketiga Nabi Shallallahu'alaihi wa
Sallam bersabda seperti itu juga dan muncul laki laki itu kembali seperti
keadaan dia yang pertama. Ketika Nabi Shallallahu'alaihi wa Sallam berdiri,
Abdullah bin Amru bin Al-Ash Radhiyallahu'anhu mengikuti laki-laki tersebut
dengan berujar " Kawan, saya ini sebenarnya sedang bertengkar dengan
ayahku dan saya bersumpah untuk tidak menemuinya selama tiga hari, jika boleh,
ijinkan saya tinggal di tempatmu hingga tiga malam", "Tentu",
jawab laki-laki tersebut. Anas bin Malik berkata, Abdullah Radhiyallahu'anhu
bercerita; aku tinggal bersama laki-laki tersebut selama tiga malam, anehnya
tidak pernah aku temukan mengerjakan shalat malam sama sekali, hanya saja jika
ia bangun dari tidurnya dan beranjak dari ranjangnya, lalu berdzikir kepada
Allah 'azza wajalla dan bertakbir sampai ia mendirikan shalat fajar, selain itu
juga dia tidak pernah mendengar dia berkata kecuali yang baik baik saja, maka
ketika berlalu tiga malam dan hampir hampir saja saya menganggap sepele
amalannya, saya berkata, " Wahai kawan, sebenarnya antara saya dengan
ayahku sama sekali tidak ada percekcokan dan saling mendiamkan seperti yang
telah saya katakan, akan tetapi saya mendengar Rasulullah Shallallahu'alaihi wa
Sallam bersabda tentang dirimu tiga kali, "akan muncul pada kalian seorang
laki-laki penghuni surga, lalu kamulah yang muncul tiga kali tersebut, maka
saya ingin tinggal bersamamu agar dapat melihat apa saja yang kamu kerjakan
hingga saya dapat mengikutinya, namun saya tidak pernah melihatmu mengerjakan
amalan yang banyak, lalu amalan apa yang membuat Rasulullah Shallallahu'alaihi
wa Sallam sampai mengatakan engkau ahli surga?", laki-laki itu menjawab,
"Tidak ada amalan yang saya kerjakan melainkan seperti apa yang telah kamu
lihat", maka tatkala aku berpaling laki laki tersebut memanggilku dan
berkata, "Tidak ada amalan yang saya kerjakan melainkan seperti apa yang
telah kamu lihat, hanya saja saya tidak pernah mendapatkan pada diriku, rasa
ingin menipu terhadap siapapun dari kaum muslimin, dan saya juga tidak pernah
merasa iri dengki kepada seorang atas kebaikan yang telah dikaruniakan oleh
Allah kepada seseorang", maka Abdullah Radhiyallahu'anhu berkata,
"Inilah amalan yang menjadikanmu sampai pada derajat yang tidak bisa kami
lakukan."
K h a t i m a h
Adanya pikiran buruk sangka dalam diri
seseorang muslim terhadap diri saudara muslim lainnya sesungguhnya merupakan
hal yang tercela dan berakibat kepada timbulnya dosa. Dan disisi lain buruk
sangka akan berkembang terus dengan diungkapkannya kepada pihak ketiga
jadilah buruk sangka menjadi ghibah,
mengungkit-ungkit/mencari kesalahan dan cela orang lain.
Buruk sangka yang merupakan godaan
syaithan pada hawa nafsu seseorang pada
gilirannya melahirkan rasa kebencian , kemudian fitnah, perselisihan dan
permusuhan dan mungkin saja hal yang lebih buruk dari itu dapat saja terjadi.
Sesama muslim itu adalah saling
bersaudara, karena nya wajib bagi setiap
muslim itu berbaik sangka kepada satu sama lainnya bukanlah sebaliknya. Sesama
muslim hendaknya menjauhkan diri dari rasa kebencian, iri hati , hasad dan
dengki, pergunjingan dan hal-hal yang buruk berkaitan dengan terputusnya hubungan
persaudaraan sesama muslim. ( Wallaahu
ta’ala ‘alam )
S u m b e r :
3.Ayat-ayat Larangan dan Perintah
Dalam Al-Qur’an, KH.Qamaruddin Shaleh dkk
4.Artikel www. arrahmah.com
5.Artikel www.blogtokwan.blogspot.com
6.Artikel : Serambi Indonesia
7.Artikel addienblog.blogspot.com
8.Artikel www. media-islam.or.id
Samarinda, Waktu dhuha 26 Jumadil Tsani 1434 H / 7 Mei 2013
( Musni Japrie )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar