Jumat, 02 November 2012

HARAM HUKUMNYA BERIBADAH DI KUBURAN




Seluruh tempat di muka bumi ini bisa dijadikan tempat untuk shalat, itulah kaidah ( hukum)  asalnya. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits Rasullulah shallallahu’alaihi wa salam, Dari Jabir bin ‘Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَجُعِلَتْ لِىَ الأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا ، وَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِى أَدْرَكَتْهُ الصَّلاَةُ فَلْيُصَلِّ
Seluruh bumi dijadikan sebagai tempat shalat dan untuk bersuci. Siapa saja dari umatku yang mendapati waktu shalat, maka shalatlah di tempat tersebut” (HR. Bukhari no. 438 dan Muslim no. 521).
Di tempat mana saja di bumi ini kita   diperpolehkan untuk melakukan ibadah namun bukan berarti bahwa kita bebas memilih tempat sesuka hati sesuai dengan keinginan, karena ada tempat tempat tertentu yang kita dilarang melakukan ibadah sebagaimana yang diatur dalam syari’at.
Namun demikian tidak sedikit diantara  kaum muslimin yang tidak bisa membedakan tempat dimana saja yang diperbolehkan dan dimana saja tempat yang dilarang melakukan ibadah. Tidak sedikit diantara mereka melakukan ibadah disembarang tempat sesuai dengan keinginan tanpa mempertimbangkan adanya larangan dari agama.
Melakukan ibadah yang dimaksudkan disini tidak hanya terbatas pada pengertian sholat, yang meliputi Sholat di atas kubur, dengan arti sujud di atasnya, sujud menghadap kubur, dan menghadap kubur dengan sholat dan doa,membangun masjid di atas kubur, dan menyengaja sholat di kuburan-kuburan. Selain itu termasuk pula di dalam pengertian disini adalah segala perbuatan mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala seperti berdoa dan membaca ayat-ayat al-Qur’an
 Hal tersebut dapat dilihat begitu banyaknya orang-orang yang datang berziarah ke kubur tidak pernah lupa  untuk membaca ayat-ayat al-Qur’an seperti surah Yasin dan  tahlil atau minimal mereka sekedar membaca surah-surah pendek yang lazim menjadi hafalan berupa surah Al-Fatihah, surah Al-Ikhlas, surah Al Falaq dan surah Annas, kemudian ditutup dengan membaca doa. Selain itu banyak pula orang-orang yang berziarah ke kubur-kubur keramat yang melakukan ibadah sholat di tempat itu.
Mereka-mereka sebahagian kaum muslimin yang melakukan ibadah pada saat menziarahi kubur itu beranggapan bahwa ibadah yang mereka lakukan tersebut tentunya mendapat ganjaran pahala yang mana pahala tersebut disedeqahkan atau dikirimkan kepada akhlul kubur yang diziarahi.
Padahal sesungguhnya bahwa kubur adalah merupakan  tempat yang terlarang untuk melakukan berbagai aktifitas ibadah di atasnya baik membaca ayat-ayat al-Quran, berdoa dan sholat baik sunnah maupun sholat fardu.

Haramnya Melalukan Sholat ( Beribadah ) di Kuburan
Melakukan berbagai aktifitas ibadah, baik sholat maupun membaca ayat-ayat al-Qur’an dan berdoa  di kuburan merupakan perbuatan yang dilarang. Pelarangan  melakukan ibadah di kuburan tersebut berlandaskan kepada beberapa hadits dari Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam tentang larangan melakukan sholat di kuburan, sedangkan larangan hukum asalnya adalah haram. Berbagai hadits Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam antara lain :
Dari Abu Sa’id Al Khudri, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الأَرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدٌ إِلاَّ الْمَقْبُرَةَ وَالْحَمَّامَ
Seluruh bumi adalah masjid (boleh digunakan untuk shalat) kecuali kuburan dan tempat pemandian” (HR. Tirmidzi no. 317, Ibnu Majah no. 745, Ad Darimi no. 1390, dan Ahmad 3: 83. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Dari Abu Martsad Al Ghonawi, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تُصَلُّوا إِلَى الْقُبُورِ وَلاَ تَجْلِسُوا عَلَيْهَا
Janganlah shalat menghadap kubur dan janganlah duduk di atasnya” (HR. Muslim no. 972).

Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اجْعَلُوا مِنْ صَلاَتِكُمْ فِى بُيُوتِكُمْ وَلاَ تَتَّخِذُوهَا قُبُورًا
Jadikanlah shalat (sunnah) kalian di rumah kalian dan jangan menjadikannya seperti kuburan” (HR. Muslim no. 777).
 Hadits ini, kata Ibnu Hajar menunjukkan bahwa kubur bukanlah tempat untuk ibadah. Hal ini menunjukkan bahwa shalat di pekuburan adalah terlarang (Lihat Fathul Bari, 1: 529).

Selain hadits-hadits yang dikemukan diatas diriwayatkan pula bahwa 5 hari menjelang wafatnya Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam beliau bersabda :

عَنْ جُنْدَبٍ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبْلَ أَنْ يَمُوتَ بِخَمْسٍ وَهُوَ يَقُولُ إِنِّي أَبْرَأُ إِلَى اللَّهِ أَنْ يَكُونَ لِي مِنْكُمْ خَلِيلٌ فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى قَدْ اتَّخَذَنِي خَلِيلًا كَمَا اتَّخَذَ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا وَلَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا مِنْ أُمَّتِي خَلِيلًا لَاتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ خَلِيلًا أَلَا وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوا يَتَّخِذُونَ قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيهِمْ مَسَاجِدَ أَلَا فَلَا تَتَّخِذُوا الْقُبُورَ مَسَاجِدَ إِنِّي أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ
Dari Jundab, dia berkata: Lima hari sebelum Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, aku mendengar beliau bersabda: “Aku berlepas diri kepada Allah bahwa aku memiliki kekasih di antara kamu. Karena sesungguhnya Allah telah menjadikanku sebagai kekasihNya sebagaimana Dia telah menjadikan Ibrahim menjadi kekasihNya (QS. 4:125-pen). Jika aku menjadikan kekasih di antara umatku, pastilah aku telah menjadikan Abu Bakar sebagai kekasih. Ketahuilah, sesungguhnya orang-orang sebelum kamu dahulu telah menjadikan kubur-kubur Nabi-Nabi mereka dan orang-orang sholih mereka sebagai masjid-masjid! Ingatlah, maka janganlah kamu menjadikan kubur-kubur sebagai masjid-masjid, sesungguhnya aku melarang kamu dari hal itu!” (HSR. Muslim no:532)

Berkaitan dengan hadits tersebut diatas ada pula hadits Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam yang menyebutkan bahwa Allah melaknat  kepada orang-orang yang menjadikan kubur-kubur sebagai masjid. Sesuai dengan yang diberitakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau menjelang wafat.
أَنَّ عَائِشَةَ وَعَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَبَّاسٍ قَالَا لَمَّا نَزَلَ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَفِقَ يَطْرَحُ خَمِيصَةً لَهُ عَلَى وَجْهِهِ فَإِذَا اغْتَمَّ بِهَا كَشَفَهَا عَنْ وَجْهِهِ فَقَالَ وَهُوَ كَذَلِكَ لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الْيَهُودِ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ يُحَذِّرُ مَا صَنَعُوا
Dari ‘Aisyah dan Abdullah bin Abbas –semoga Allah meridhoi mereka- mengatakan: “Ketika kematian datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau mulai meletakkan kain wol bergaris-garis pada wajah beliau, sewaktu beliau susah bernafas karenanya, beliau membukanya dari wajahnya, ketika dalam keadaan demikian, lalu beliau mengatakan: “Laknat Allah atas orang-orang Yahudi dan Nashoro, mereka menjadikan kubur-kubur Nabi-Nabi mereka sebagai masjid-masjid”. Beliau memperingatkan apa yang telah mereka lakukan. (HSR. Bukhari no: 435, 436; Muslim no:531)

Syaikh Ali Al-Qori mengatakan: “Sebab laknat kepada mereka: kemungkinan karena mereka dahulu sujud kepada kubur-kubur Nabi-Nabi mereka, karena mengagungkan mereka. Ini adalah syirik yang nyata. Kemungkinan karena mereka dahulu melakukan sholat karena Allah di tempat-tempat dikuburnya para Nabi mereka, dan sujud di atas kubur-kubur mereka, dan menghadap kepada kubur-kubur mereka pada sholat, karena anggapan mereka hal itu merupakan ibadah kepada Allah dan berlebihan di dalam mengagungkan para Nabi. Ini adalah syirik yang samar, karena mengandung pengagungan terhadap makhluk yang tidak diidzinkan baginya. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang umatnya dari itu, kemungkinan karena perbuatan itu menyerupai jalan orang-orang Yahudi, atau karena mengandung syirik yang samar”. (Mirqootul Mafaatiih Syarh Misykaatul Mashoobiih, juz 1, hlm:

456. Dinukil dari Tahdzirus Sajid, hlm: 32, karya Syaikh Al-Albani, penerbit: Al-Maktabul Islami)
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Tidak boleh membangun masjid di atas kubur karena seperti itu adalah wasilah (perantara) menuju kesyirikan dan dapat mengantarkan pada ibadah kepada penghuni kubur. Dan tidak boleh pula kubur dijadikan tujuan (maksud) untuk shalat. Perbuatan ini termasuk dalam menjadikan kuburan sebagai masjid. Karena alasan menjadikan kubur sebagai masjid ada dalam shalat di sisi kubur. Jika seseorang pergi ke pekuburan lalu ia shalat di sisi kubur wali –menurut sangkaannya-, maka ini termasuk menjadikan kubur sebagai masjid. Perbuatan semacam ini terlaknat sebagaimana laknat yang ditimpakan pada Yahudi dan Nashrani yang menjadikan kubur nabi mereka sebagai masjid” (Al Qoulul Mufid, 1: 404).
Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam dalam sebuah hadits menyebutkan bahwa umat-umat terdahulu ( Yahudi dan Nasrani) menjadikan kubur orang-orang shalih diantara mereka tempat untuk membangun masjid dan melakukan ibadah, dan mereka tersebut dikatakan sebagai seburuk-buruk manusia di sisi Allah, sehingga beliau  melarang kepada umat muslim  agar tidak menjadikan kuburan sebagai tempat beribadah sebagaimana yang dilakukan oleh kaum Yahudi dan  Nasrani. Hal ini disinggung dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari :

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ لَمَّا اشْتَكَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَكَرَتْ بَعْضُ نِسَائِهِ كَنِيسَةً رَأَيْنَهَا بِأَرْضِ الْحَبَشَةِ يُقَالُ لَهَا مَارِيَةُ وَكَانَتْ أُمُّ سَلَمَةَ وَأُمُّ حَبِيبَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَتَتَا أَرْضَ الْحَبَشَةِ فَذَكَرَتَا مِنْ حُسْنِهَا وَتَصَاوِيرَ فِيهَا فَرَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ أُولَئِكِ إِذَا مَاتَ مِنْهُمْ الرَّجُلُ الصَّالِحُ بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا ثُمَّ صَوَّرُوا فِيهِ تِلْكَ الصُّورَةَ أُولَئِكِ شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ اللَّهِ
Dari ‘Aisyah –semoga Allah meridhoinya-, dia berkata: “Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sakit, sebagian istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan sebuah gereja yang mereka lihat di negeri Habasyah, yang dinamakan gereja Mariyah. Dahulu Ummu Salamah dan Ummu HAbibah –semoga Allah meridhoikeduanya- pernah mendatangi negeri Habasya. Keduanya menyebutkan tentang keindahannya dan patung-patung/gambar-gambar yang ada di dalamnya. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat kepalanya, lalu bersabda: “Mereka itu, jika ada seorang yang sholih di antara mereka mati, mereka membangun masjid di atas kuburnya, kemudian membuat patung/gambar orang sholih itu di dalamnya. Mereka itu seburuk-buruk manusia di sisi Allah”. (HSR. Bukhari no:1341; Muslim no:528)

Sehubungan dengan hadits tersebut diatas Al-Hafizh Ibnu Rajab berkata: “Hadits ini menunjukkan keharaman membangun masjid-masjid di atas kubur-kubur orang-orang sholih, dan menggambar gambar-gambar mereka di dalamnya, sebagaimana telah dilakukan oleh orang-orang Nashoro. Tidak ada keraguan bahwa tiap satu dari keduanya itu diharamkan, membuat gambar-gambar manusia diharamkan, dan membangun masjid-masjid di atas kubur-kubur, perbuatan ini saja juga haram”. (Fathul Bari, dinukil dari Tahdzirus Sajid, halm: 13, karya Syaikh Al-Albani, penerbit: Al-Maktabul Islami)
Dalam hadits lain disebutkan:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ مِنْ شِرَارِ النَّاسِ مَنْ تُدْرِكُهُ السَّاعَةُ وَهُمْ أَحْيَاءٌ وَمَنْ يَتَّخِذُ الْقُبُورَ مَسَاجِدَ
Dari Abdullah, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda: “Sesungguhnya di antara seburuk-buruk manusia adalah orang-orang yang ketika hari kiamat datang mereka masih hidup, dan orang-orang yang menjadikan kubur-kubur sebagai masjid”. (HSR. Ahmad 1/432; no: 4132; Ibnu Hibban; Thobaroni di dalam Mu’jamul Kabir. Dishohihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir)

Larangan beribadah di kuburan terdapat pula dalam hadits diriwayatkan dari Abu Martsad al-Ghanawi radhyallahu’anhu, ia berkata : aku mendengar Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda : “Janganlah kalian shalat menghadap lubur dan jangan pula dudukdi atasnya” ( Muslim )

Hal yang sama juga diriwayatkan pula dari Abdullah bin ‘Abbas radhyallahu’anhu bahwasanya Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda : “ Janganlah kalian shalat menghadap kubur dan jangan pula shalat diatasnya” ( Hadits shahih diriwayatklan oleh Ath-Thabrani dalam al-Kabir )

Sedangkan riwayat dari Anas bin Malik radhyallahu’anhu ia berkata bahwa Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam melarang
Shalat dengan menghadap kuburan ( HR. Ibnu Hibban )

Hadits-hadits tersebut diatas secara jelas menunjukkan haramnya shalat menghadap kubur berdasarkan larangan yang tertera dalam hadits dimaksud.
Al-Manawi berkata dalam kitab Faidhul Qadiir ( VI/190): berkata bahwa haramnya  shalat dengan menghadap kepada kubur karena  merupakan pengagungan berlebihan terhadap kubur dan dapat dikatagorikan ssbagai sesuatu yang disembah. Disebutkan pula bahwa dalam hadits tersebut bergabung antara larangan memberi hak pengagungan kepada kubur danlarangan pengagungan berlebihan terhadap kubur.

Syaikh ‘Ali al-Qari berkata dalam kitab al-Mirqaah( II/372 ) : “Jika pengagungan tersebut ditujukan kepada kubur atau kepada penghuni kubur. Maka pelakunya jatuh kafir.

Dari banyak hadis-hadits yang dikemukakan diatas, maka sangatlah jelas bahwa sesungguhnya beribadah di kuburan merupakan perbuatan yang terlarang (haram) dalam syari’at Islam.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Sholat di semua masjid yang dibangun di atas kubur terlarang secara umum, kecuali masjid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (di kota Madinah), karena shalat di sana pahalanya seribu kali lipat, karena masjid itu dibangun di atas taqwa, dan kemuliaannya ada sejak kehidupan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para kholifah yang lurus sebelum masuknya kamar (kubur) di dalam masjid. Dan dimasukkannya kamar ke dalam masjid dilakukan setelah habis masa sahabat”. (Dinukil dari Tahdzirus Sajid, hlm: 137, karya Syaikh Al-Albani, penerbit: Al-Maktabul Islami)

Menjaga Tauhid dan Menutup Jalan Menuju Pintu Syirik
Dakwah Islam yang disampaikan oleh Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam adalah dalam rangka untuk menegakkan tauhid, yaitu pengakuan bahwa tidak ada  yang berhak disembah secara benar kecuali Allah subhanahu wa ta’ala semata , sehingga Islam melarang keras adanya perbuatan syirik karenanya syirik merupakan dosa yang tidak akan diampuni dan nerakalah  tempatnya.
Karena kerasnya larangan perbuatan syirik, maka Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam berusaha keras untuk menjaga umatnya agar tidak terjatuh kedalam perbuatan syirik dengan secara tegas mengingatkan agar umatnya tidak melakukan hal-hal yang dapat menjadi pintu masuk bagi syirik yaitu antara lain dengan melarang umatnya melakukan ibadah di kuburan.
Berbagai ragam rupa perbuatan yang tanpa disadari sesungguhnya adalah merupakan pintu-pintu menuju syirik yang secara perlahan-lahan dan lama kelamaan menjerumuskan pelakunya kedalam jurang kesyirikan. Hal ini sejalan dengan yang diriwayatkan dalam Ash-Shahih tentang tafsiran dari Ibnu “Abbas  mengenai firman Allah :
 وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا
Dan mereka berkata: "Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa', yaghuts, ya'uq dan nasr (QS. Nuh : 23 )
Ia mengatakan : “ Ini adalah nama orang-orang shalih dari kaumNabi Nuh. Tatkala meninggal, setan membisikkan kepada kaum mereka : “ Dirikanlah patung-patung pada tempat yang pernah diadakan pertemuan di sana oleh  mereka, dan namailah patung-patung itu dengan nama-nama mereka. Orang-orang itu pun melaksanakan bisikan setan tersebut, tetapi patung-patung mereka ketika itu belum disembah. Kemudian setelah orang-orang mendirikan patung itu meninggal dan ilmu agam dilupakan orang, barulah patung-patung tadi disembah oleh generasi belakangan.
Berkaitan dengan tafsir diatas Ibnu Jarir mengatakan bahwa Yaguts,Ya’uq dan Nasr adalah orang-orang shalih, mereka mempunyai banyak pengikut yang mengikuti mereka. Ketika mereka meninggal, para pengikutnya “ seandainya kita membuat tiruan ( patung ) mereka tentu kita akan lebih giat beribadah.” Maka merekapun membuat patung-patung orang shalih tersebut dan diberi nama sesuai nama-nama mereka. Ketika generasi itu telah berlalu dan datang generasi berikutnya,iblis memalingkan mereka  dengan mengatakan : “ Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian itu dahulu menyembah patung-patung tersebutdan dengan perantaraan patung-patung itu merfeka mendapatkan hujan” Karena itulah generasi itu akhirnya menyembah berhala-berhala tersebut.
Syaikh Abdurrahman Hasan Alku Syaikh dalam kitabnya Fahthul Majid ( Penjelasan Kitab Tauhid ) mengemukakan bahwa “ ini mengandung peringatan untuk menjauhi ghuluw dan perantara-perantara yang dapat membawa kita kepada perbuatan syirik, sekalipun maksudnya baik. Karena syetan telah menjerumuskan mereka kedalam kessyirikan melaluji pintu ghuluw ( sikap berlebihan )  terhadap orang-orang shalih dan berlebihan dalam mencintai m ereka , sebagaimana yang terjadi di kalangan umat ini.Syetan menampakkan bid’ah dan ghuluw dalam kemasan pengagungan terhadap orang-orang shalih dan kecintaan terhadap mereka, hal ini mengantarkan mereka kepada hal yang lebih besar dari itu, yaitu menyembah mereka. Dalam sebuah riwayat disedbutkan ,”mereka mengatakan : olrang-orang pendahulu kami tidak mengagungkan morang-orang shalih itu,kecuali untuk mengharapkan syafaat mereka disisi Allah “.Yakni mengharapkan syafa’at orang-orang shalih yang mana mereka telah membuatkan patung-patungnya dan menamainya dengan nama-nama mereka. Dari sini diketahui bahwa menjadikan mereka sebagai pemberi syafaat dan mengharapkan syafa’at mereka dengan memintanya dari mereka termasuk perbuatan syirik. ( Lihat Fathul Majid hal.411-421)
Demikianlah riwayat bagaimana umatnya Nabi Nuh’alaihi wa sallam terjerumus kedalam syirik sebagai akibatnya adanya jalan menuju pintu syirik yaitu berupa pembuatan patung-patung orang shalih sebagai bentuk pengagungan yang berlebihan (ghuluw) kemudian lalu disembah oleh generasi berikutnya.
Kekhawatiran Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam terhadap umatnya agar  tidak menjadikan kuburan sebagai masjid dimaksudkan agar umat ini tidak berlebihan (ghuluw ) terhadap ulama atau orang-orang shalih yang dikubur disitu karena sikap ghuluw akan berujung kepada perbuatan syirik yaitu disembahnya kubur-kubur tersebut, sehingga untuk itu jalan menuju pintu kesyirikan haruslah ditutup dengan pelarangan beribadah di kuburan.
Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam mengingatkan hal tersebut dengan memberikan contoh bagaimana orang-orang Yahudi dan Nasrani mendapat laknat Allah karena menjadikan kubur-kubur Nabi-Nabi mereka sebagai masjid-masjid. Hal ini diberitakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau menjelang wafat.
أَنَّ عَائِشَةَ وَعَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَبَّاسٍ قَالَا لَمَّا نَزَلَ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَفِقَ يَطْرَحُ خَمِيصَةً لَهُ عَلَى وَجْهِهِ فَإِذَا اغْتَمَّ بِهَا كَشَفَهَا عَنْ وَجْهِهِ فَقَالَ وَهُوَ كَذَلِكَ لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الْيَهُودِ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ يُحَذِّرُ مَا صَنَعُوا
Dari ‘Aisyah dan Abdullah bin Abbas –semoga Allah meridhoi mereka- mengatakan: “Ketika kematian datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau mulai meletakkan kain wol bergaris-garis pada wajah beliau, sewaktu beliau susah bernafas karenanya, beliau membukanya dari wajahnya, ketika dalam keadaan demikian, lalu beliau mengatakan: “Laknat Allah atas orang-orang Yahudi dan Nashoro, mereka menjadikan kubur-kubur Nabi-Nabi mereka sebagai masjid-masjid”. Beliau memperingatkan apa yang telah mereka lakukan.(HSR. Bukhari no: 435, 436; Muslim no:531)

Syaikh Ali Al-Qori mengatakan: “Sebab laknat kepada mereka: kemungkinan karena mereka dahulu sujud kepada kubur-kubur Nabi-Nabi mereka, karena mengagungkan mereka. Ini adalah syirik yang nyata. Kemungkinan karena mereka dahulu melakukan sholat karena Allah di tempat-tempat dikuburnya para Nabi mereka, dan sujud di atas kubur-kubur mereka, dan menghadap kepada kubur-kubur mereka pada sholat, karena anggapan mereka hal itu merupakan ibadah kepada Allah dan berlebihan di dalam mengagungkan para Nabi. Ini adalah syirik yang samar, karena mengandung pengagungan terhadap makhluk yang tidak diidzinkan baginya. Kemudian Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam melarang umatnya dari itu, kemungkinan karena perbuatan itu menyerupai jalan orang-orang Yahudi, atau karena mengandung syirik yang samar”. (Mirqootul Mafaatiih Syarh Misykaatul Mashoobiih, juz 1, hlm: 456. Dinukil dari Tahdzirus Sajid, hlm: 32, karya Syaikh Al-Albani, penerbit: Al-Maktabul Islami)

Mengingat bahwa beribadah di kuburan orang-orang shalih merupakan perbuatan yang dapat membawa kepada jalan perbuatan syirik maka Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam mengharamkannya.Akan hal ini SyaikhMuhammadAt Tamimi rahimahullah membawakandalam Kitab Tauhid dalam Bab “Peringatan keras terhadap siapa yang beribadah kepada Allah di sisi kubur orang sholeh, lebih-lebih jika beribadah kepada orang sholeh tersebut”. Penulis Fathul Majid, Syaikh ‘Abdurrahman Alu Syaikh berkata, “Jika seseorang beribadah pada orang sholeh (yang ada dalam kubur,), maka perbuatan tersebut adalah syirik akbar. Sedangkan beribadah kepada Allah di sisi kubur orang sholeh adalah wasilah (perantara) untuk beribadah padanya dan ini adalah termasuk perantara kepada syirik yang diharamkan. Beribadah di sisi kuburan orang sholeh dapat mengantarkan kepada syirik akbar. Dan itu adalah sebesar-besarnya dosa” (Fathul Majid, hal. 243).

Sesungguhnya larangan bagi umat Islam untuk beribadah di kuburan sebagaimana yang digariskan oleh rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam di dalamnya  terkandung  hikmah yang sangat besar yaitu terselamatkannya aqidah dari kotoran dan debu-debu syirik yang merusak  tauhid, sedangkan larangan itu sendiri tiada lain adalah upaya Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam untuk mencegah umatnya berbuat syirik dengan menutup jalan menuju pintu syirik.
K e s i m p u l an
Di tempat mana saja di bumi ini kita   diperpolehkan untuk melakukan ibadah namun bukan berarti bahwa kita bebas memilih tempat sesuka hati sesuai dengan keinginan, karena ada tempat tempat tertentu yang kita dilarang melakukan ibadah sebagaimana yang diatur dalam syari’at.
Namun demikian tidak sedikit diantara  kaum muslimin yang tidak bisa membedakan tempat dimana saja yang diperbolehkan dan dimana saja tempat yang dilarang melakukan ibadah. Tidak sedikit diantara mereka melakukan ibadah disembarang tempat sesuai dengan keinginan tanpa mempertimbangkan adanya larangan dari agama.
Melakukan ibadah yang dimaksudkan disini tidak hanya terbatas pada pengertian sholat, yang meliputi Sholat di atas kubur, dengan arti sujud di atasnya, sujud menghadap kubur, dan menghadap kubur dengan sholat dan doa,membangun masjid di atas kubur, dan menyengaja sholat di kuburan-kuburan. Selain itu termasuk pula di dalam pengertian disini adalah segala perbuatan mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala seperti berdoa dan membaca ayat-ayat al-Qur’an
Padahal sesungguhnya bahwa kubur adalah merupakan  tempat yang terlarang untuk melakukan berbagai aktifitas ibadah di atasnya baik membaca ayat-ayat al-Quran, berdoa dan sholat baik sunnah maupun sholat fardu.
Berbagai ragam rupa perbuatan yang tanpa disadari sesungguhnya adalah merupakan pintu-pintu menuju syirik yang secara perlahan-lahan dan lama kelamaan menjerumuskan pelakunya kedalam jurang kesyirikan.

Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam berusaha keras untuk menjaga umatnya agar tidak terjatuh kedalam perbuatan syirik dengan secara tegas mengingatkan agar umatnya tidak melakukan hal-hal yang dapat menjadi pintu masuk bagi syirik yaitu antara lain dengan melarang umatnya melakukan ibadah di kuburan. (Wallahu’alam )
Naskah bersumber dari :
1. Al-Qur’an dan Terjemahan, www.Salafi-DB.com
2. Kitab Hadits 9 Imam, www  Lidwa Pusaka .com
3.Fathul Majid ( Terjemahan ),Penjelasan Kitab Tauhid,Dyaikh Abdurrahman Hasan Alu Syaikh,Penerbit Pustaka Azzam
4.Perilaku & Akhlak Jahiliyah,Al-Imam Muhammad bin Abdul Wahab At-Tamimi, penerbit Pustaka Sumayah
5.Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Yazid bin Abdul Qadir Jawas, penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i
6. Ayat-ayat Larangan dan Perintah dalam Al-Qur’an KH.Qomaruddin dkk, penerbit Diponogoro
7. Ghuluw Benalu Dalam Ber-Islam Abdurrahman bin MNU’alla Al-Luwaihiq,penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i
8. Mantan Kiai NU Menggugat Sholawat & Dzikir Syirik H.Mahrus Ali, penerbit Laa Tasyuki Press
9. Bahaya Mengekor Non Muslim Muhammad bin ‘Ali Adh Dhabi’I, penerbit  Media Hidayah
 10.Artikel www.UstadzMuslim.com
11.Artikel Muslim.Or.Id
12.Artikel Pustakaimamsyafi’i.com

Diselesaikan Jum’at, menjelang dzuhur, 17 Dzulhijjah 1433, 2 Nopember 2012.
( Musni Japrie )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar