Selasa, 13 November 2012

MENGAWALI TAHUN BARU ISLAM DENGAN MEMPERBAHARUI IMAN





Dewasa ini kita telah memasuki dan  berada di tahun yang baru dalam perhitungan kalender Islam yang dikenal dengan tahun Hijriyah. Berdasarkan pergantian tahun tersebut ternyata perhitungan umur manusia telah bertambah lagi satu tahun, yang dalam hal ini berarti bahwa kita semakin mendekati berakhirnya kehidupan di dunia fana untuk beralih ke alam barzah, alam penantian dimana nantinya semua yang mati akan dibangkitkan kembali di alam akhirat untuk menempati surga atau neraka. Suatu tempat yang kekal tiada berkesudahan dimana untuk menempati salah satu diantaranya didasarkan kepada semua yang telah dilakukan selama manusia berada dialam dunia ini. Siapa saja yang selama hidupnya telah melakukan amal kebajikan sebagai bentuk keataatannya kepada Allah subhanahu wa ta’ala serta meninggalkan segala bentuk larangan, maka sesuai dengan yang dijanjikan oleh Allah, kelak akan memperoleh balasan surga, namun sebaliknya siapa saja yang meninggalkan ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala, melakukan perbuatan maksiat dan kemunkaran serta hidup dengan bergelimang dalam perbuatan-perbuatan yang dilarang, maka niscaya Allah Rabbul Alamin akan memberikan hukuman dengan menempatkannya dalam neraka.
Sejalan dengan dimasukinya tahun yang baru dan ditinggalkannya sudah perjalanan hidup selama satu tahun yang lalu, maka setiap hamba Allah patut kiranya untuk melakukan intropeksi dan evaluasi terhadap perjalanan yang sudah dilalui tersebut dengan mengadakan tela’ahan seputar tingkah polah sebagai seorang muslim yang terikat dengan syari’at. Apakah apa yang telah diperbuat tersebut merupakan amal kebajikan ataukah penuh dengan kemaksiatan dan kemunkaran. Dengan hasil evaluasi dan audit prilaku kehidupan tersebut maka jadilah dia sebagai bekal catatan untuk melangkah kedepan. Apabila ternyata dari hasil evaluasi dan audit tersebut ternyata selama setahun lalu hidup ini dihiasi dengan kemaksiatan dan kemunkaran, maka di dalam melangkah kedepan mutlak harus ada langkah-langkah perbaikan, sehingga hari esok harus lebih baik dari hari ini, agar tidak termasuk dalam golongan yang merugi.
Buruknya catatan hasil evaluasi dan audit prilaku selama satu tahun berlalu tiada lain merupakan buah dari kurangnya penghayatan seseorang terhadap nilai-nilai keimanan khususnya yang berkaitan dengan keta’atan kepada Alllah subhanahu wa ta’ala berupa ketaqwaan, sehingga yang bersangkutan tidak pernah merasa takut meninggalkan perintah-perintah dan dengan bangga melakukan perbuatan-perbuatan yang terlarang. Untuk itu sebagai langkah pendahuluan memasuki perjalanan hidup selama setahun ke depan, setiap muslim berkewajiban memperbarui imannya.
Naik Turunnya Kadar Iman Seseorang
Tentang naik turunnya kadar iman seseorang dijelaskan dalam banyak nash-nash al-Qur`an dan as-Sunnah ‘
Pertama: Firman Allah Ta’ala ,
الَّذِينَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَانًا وَقَالُوا حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ
“(Yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: “Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka”, Maka Perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: “Cukuplah Allah menjadi penolong Kami dan Allah adalah Sebaik-baik Pelindung“.” (QS Alimron: 173).
Para ulama Ahlus Sunnah menjadikan ayat ini sebagai dasar adanya pertambahan dan pengurangan iman, sebagaimana pernah ditanyakan kepada imam Sufyaan bin ‘Uyainah rahimahullah, “Apakah iman itu bertambah atau berkurang?” Beliau rahimahullah menjawab, “Tidakkah kalian mendengar firman Allah Ta’ala,
فَزَادَهُمْ إِيمَانًا
Maka perkataan itu menambah keimanan mereka”. (QS Alimron: 173) dan firman Allah Ta’ala,
وَزِدْنَاهُمْ هُدًى
Dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk”.(QS al-Kahfi: 13) dan beberapa ayat lainnya”. Ada yang bertanya, “Bagaimana iman bisa dikatakan berkurang?” Beliau rahimahullah menjawab, “Jika sesuatu bisa bertambah, pasti ia juga bisa berkurang”.( Diriwayatkan kisah ini oleh al-Aajuriy dalam kitab asy-Syari’at hlm 117)
Kedua: Firman Allah Ta’ala,
وَيَزِيدُ اللَّهُ الَّذِينَ اهْتَدَوْا هُدًى وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ مَرَدًّا
Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk. dan amal-amal saleh yang kekal itu lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu dan lebih baik kesudahannya.” (QS Maryam: 76).
Syeikh Abdurrahman as-Sa’di menjelaskan tafsir ayat ini dengan menyatakan, “Terdapat dalil yang menunjukkan pertambahan iman dan pengurangannya, sebagaimana pendapat para as-Salaf ash-Shaalih. Hal ini dikuatkan juga dengan firman Allah Ta’ala,
وَيَزْدَادَ الَّذِينَ آَمَنُوا إِيمَانًا
Dan supaya orang yang beriman bertambah imannya.” (QS al-Mudatstsir: 31) dan firman Allah Ta’ala,
Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya).” (QS al-Anfaal:8/2)
Juga dikuatkan dengan kenyataan bahwa iman itu adalah perkataan qolbu (hati) dan lisan, amalan qolbu, lisan dan anggota tubuh. Juga kaum mukminin sangat bertingkat-tingkat dalam hal ini. ( Tafsir as-Sa’di 5/33)
Ketiga: Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لَا يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَشْرَبُ الْخَمْرَ حِينَ يَشْرَبُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَسْرِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ
Tidaklah seorang pezina berzina dalam keadaan mukmin dan tidaklah minum minuman keras ketika minumnya dalam keadaan mukmin serta tidaklah mencuri ketika mencuri dalam keadaan mukmin”.[13]( Muttafaqun ‘Alaihi, Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)
Ishaaq bin Ibraahim an-Naisaaburi berkata, “Abu Abdillah (Imam Ahmad) pernah ditanya tentang iman dan berkurangnya iman. Beliau rahimahullah menjawab, “Dalil mengenai berkurangnya iman terdapat pada sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidaklah seorang pezina berzina dalam keadaan mukmin dan tidaklah mencuri dalam keadaan mukmin.” ( Diriwayatkan oleh al-Kholaal dalam kitab as-Sunnah no. 1045)
Keempat: Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الْإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الْأَذَى عَنْ الطَّرِيقِ وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنْ الْإِيمَانِ
Iman itu lebih dari tujuh puluh atau lebih dari enampuluh. Yang paling utama adalah perkataan: “Laa Ilaaha Illa Allah” dan yang terendah adalah membersihkan gangguan dari jalanan dan rasa malu adalah satu cabang dari iman.” ( Muttafaqun ‘alaihi, diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)
Hadits yang mulia ini menjelaskan bahwa iman memiliki cabang-cabang, ada yang tertinggi dan ada yang terendah . Cabang-cabang iman ini bertingkat-tingkat dan tidak berada dalam satu derajat dalam keutamaannya, bahkan sebagiannya lebih utama dari lainnya. Oleh karena itu Imam At-Tirmidzi memuat bab dalam sunannya: “Bab Kesempurnaan, bertambah dan berkurangnya iman”.
Syeikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah ketika menjelaskan hadits di atas menyatakan, Ini jelas sekali menunjukkan iman itu bertambah dan berkurang sesuai dengan pertambahan aturan syariat dan cabang-cabang iman serta amalan hamba tersebut atau tidak mengamalkannya. Sudah dimaklumi bersama bahwa manusia sangat bertingkat-tingkat dalam hal ini. Siapa yang berpendapat bahwa iman itu tidak bertambah dan berkurang, sungguh ia telah menyelisihi realita yang nyata di samping menyelisihi nash-nash syariat sebagaimana telah diketahui. ( Lihat Iman Bisa Bertambah dan Berkurang oleh Ustadz Kholid Syamhudi, Lc dalam Artikel www.muslim.or.id)
Menurunnya kadar keimanan seseorang itu dipengaruhi oleh banyak hal baik yang bersumber dari dalam diri sendiri sebagai faktor internal, maupun yang bersumber dari luar sebagai faktor eksternal.Secara garis besar dapat disebutkan antara lain yang bersumber dari dalam diri sendiri ( faktor internal ) :
1. Perbuatan syirik
Sebagai seorang muslim mengakui bahwa tiada ilah lain yang diibadahi kecuali Allah Yang Maha Pencipta, tetapi dalam praktek kehidupannya sehari-hari banyak sekali perbuatannya yang menunjukkan bahwa apa yang diyakininya bertentangan karena disamping mengakui adanya Allah ternyata juga mengakui adanya eksistensi kekuatan dan kekuasaan lain selain Allah. Sebagai seorang yang beriman hanya kepada Allah tetapi yang bersangkutan melakukan kesyirikan antara lain seperti memberikan sesajen sebagai bentuk penghambaan kepada sesuatu selain Allah, mempercayai dukun dan tukang sihir. Mempercayai jimat-jimat dan sesuatu yang dianggap dapat memberikan perlindungan dan pertolongan. Berkenaan dengan perbuatan syirik menyembah dan tunduk kepada selain Allah, Allah berfirman :
قُلْ إِنِّي نُهِيتُ أَنْ أَعْبُدَ الَّذِينَ تَدْعُونَ مِن دُونِ اللّهِ قُل لاَّ أَتَّبِعُ أَهْوَاءكُمْ قَدْ ضَلَلْتُ إِذًا وَمَا أَنَاْ مِنَ الْمُهْتَدِينَ
Katakanlah: "Sesungguhnya aku dilarang menyembah tuhan-tuhan yang kamu sembah selain Allah". Katakanlah: "Aku tidak akan mengikuti hawa nafsumu, sungguh tersesatlah aku jika berbuat demikian dan tidaklah (pula) aku termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk". (QS.Al An’am)
Perbuatan syirik yang dilakukan oleh seorang muslim sungguh telah menurunkan tingkat kualitas keimanannya ketempat yang paling rendah
2. Kebodohan
Kebodohan merupakan salah satu hal yang mengakibatkan berbagai perbuatan buruk. Boleh jadi seseorang berbuat buruk karena ia tidak mengetahui bahwa perbuatannya itu dilarang oleh agama. Bahkan bisa jadi ia tidak tahu akan balasan atas perbuatannya kelak di akhirat. Karena itu, marilah kita berupaya semaksimal mungkin untuk mencari dan menuntut ilmu, terutama ilmu agama, sehingga terhindar dari perbuatan-perbuatan yang buruk, sebagai akibat dari kebodohan kita sendiri.
3. Ketidak-pedulian, keengganan, dan melupakan kewajiban
Keengganan seseorang dalam ketika berurusan dengan hal-hal yang berbsifat ukhrowi membuatnya sulit untuk dapat melakukan kebaikan. Padahal berbuat baik sudah merupakan salah satu hal yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa ta’alaa.
Melupakan kewajibannya sebagai makhluk untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa ta’alaa dapat pula menyebabkan kadar iman kita berkurang. Padahal, kita sebagai manusia diciptakan Allah Subhanahu wa ta’alaa semata-mata untuk beribadah kepadanya. Nafsu duniawi membuat orang lupa kewajiban utamanya ini. Akibatnya, ia akan semakin jauh dari cahaya Allah Subhanahu wa ta’alaa.
4. Menyepelekan perintah dan larangan Allah Subhanahu wa ta’alaa
Awal dari perbuatan dosa adalah sikap menganggap sepele apa yang telah diperintahkan dan dilarang oleh Allah Subhanahu wa ta’alaa. Sebagai akibatnya, orang yang menganggap sepele perintah dan larangan-Nya akan senang sekali melakukan perbuatan-perbuatan dosa. Sering juga ia menganggap bahwa apa yang dilakukannya hanyalah dosa kecil. Padahal, jika dilakukan terus menerus, dosa-dosa kecil tersebut akan semakin besar. Karena terbiasa melakukan dosa-dosa kecil, maka ia sudah tidak ada perasaan takut dan ragu lagi untuk melakukan dosa-dosa besar..
Dari Abu Hurairah RA berkat: Rasulallah SAW pernah bersabda:
إن المؤمن إذا أذنب ذنبا كانت نكتة سوداء في قلبه فإن تاب ونزع واستغفر صقل منها قلبه وإن زاد زادت حتى يغلق بها قلبه فذلك الران الذي ذكر الله عز وجل في كتابه كلا بل ران على قلوبهم ما كانوا يكسبون
"Sesungguhnya orang mukmin apabila melakukan suatu dosa terbentuklah bintik hitam di dalam hatinya. Apabila ia bertaubat, kemudian menghentikan dosa-dosanya dan beristighfar bersihlah daripadanya bintik hitam itu. Dan apabila dia terus melakukan dosa bertambahlah bintik hitam pada hatinya sehingga tertutuplah seluruh hatinya, itulah karat yang disebutkan Allah di dalam kitab Nya: "Sekali-kali tidak demikian, sebenarnya apa yang mereka usahakan telah menutup hati mereka". [QS. Al Mutaffifin: 14]. [HR. Al Baihaqi]

Imam al Ghazali pernah berkata, " Qolbu itu ibarat cermin. Saat seseorang melakukan dosa/ maksiat, maka ada satu noktah hitam menodai Qolbunya. Semakinbanyak dosa, semakin banyak noktah hitam. Qolbu yang ibarat cermin itu tidak bisa lagi digunakan untuk bercermin; untuk mengaca diri dan mengevaluasi diri. saat demikian, kepekaan spiritual biasanya akan lenyap dari dirinya. jika sudah seperti itu, jangankan dosa kecil apalagi sekedar berbuat makruh daan melakukan hal yang mubah yang melalaikan, dosa besar sekalipun tidak lagi dianggap besar. jangankan meninggalkan yang sunnah, meninggalkan kewajiban pun sudah dianggap biasa. Pasalnya, kepekaan Qolbu sudah nyaris hilang, tidak mampu lagi mendeteksi dosa, apalagi dosa yang dianggap kecil.
Begitulah, Maksiat itu tidak jarang melahirkan maksiat yang lain. Jika sering dikerjakan maka terjadilah akumulasi maksiat. Dosa-dosa kecilpun akhirnya menjadi besar.
5. Jiwa yang selalu memerintahkan berbuat jahat
Ibnul Qayyim Al Jauziyyah mengatakan, Allah Subhanahu wa ta’alaa menggabungkan dua jiwa, yakni jiwa jahat dan jiwa yang tenang sekaligus dalam diri manusia, dan mereka saling bermusuhan dalam diri seorang manusia. Disaat salah satu melemah, maka yang lain menguat. Perang antar keduanya berlangsung terus hingga si empunya jiwa meninggal dunia.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “..barang siapa yang diberi petunjuk Allah maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barang siapa yang disesatkannya maka tidak ada seorangpun yang dapat memberinya petunjuk”.
Sifat lalai, tidak mau belajar agama, sombong dan tidak peduli merupakan beberapa cara untuk membiarkan jiwa jahat dalam tubuh kita berkuasa. Sedangkan sifat rendah hati, mau belajar, mau melakukan instropeksi (muhasabah) merupakan cara untuk memperkuat jiwa kebaikan (jiwa tenang) yang ada dalam tubuh kita.
6.Hawa Nafsu
Nafsu yang tidak terkendalikan oleh iman dan akal selalu meminta untuk dipenuhi dan dipuaskan, sehingga seseorang yang dikuasai oleh nafsunya akan terjerumus dalam perbuatan melanggar larangan. Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam menyebutkan tentang nafsu dalam sebuah sabda beliau :
صحيح البخاري ٦٠٠٦: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ قَالَ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ حُجِبَتْ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ وَحُجِبَتْ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ
Shahih Bukhari 6006: Telah menceritakan kepada kami Ismail mengatakan, telah menceritakan kepadaku Malik dari Abu Az Zanad dari Al A'raj dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Neraka dikelilingi dengan syahwat (hal-hal yang menyenangkan nafsu), sedang surga dikelilingi hal-hal yang tidak disenangi (nafsu)."
7.Perbuatan maksiat
Perbuatan maksiat yang dilakukan seseorang sebagai perbuatan dosa sangatlah dimurkai karena itu bertentangan dengan akhlak yang mulia, karenanya seseorang yang kadar imannya menurun akan begitu mudah melakukan kemaksiatan . Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لَا يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَشْرَبُ الْخَمْرَ حِينَ يَشْرَبُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَسْرِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ
Tidaklah seorang pezina berzina dalam keadaan mukmin dan tidaklah minum minuman keras ketika minumnya dalam keadaan mukmin serta tidaklah mencuri ketika mencuri dalam keadaan mukmin”. ( Muttafaqun ‘Alaihi, Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)
8. Mengamalkan bid’ah
Seseorang yang terbiasa mengerjakan amalan-amalan bid’ah dengan dalih untuk dapat memperoleh lebih banyak kebaikan dan pahala, sebenarnya yang bersangkutan telah mematikan sunnah Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam. Sedangkan meninggalkan sunnah Rasul merupakan cermin dari rendahnya tingkat keimanan seseorang.
Sedangkan dari luar diri kita, ada beberapa hal yang dapat menurunkan kadar keimanan kita, diantaranya adalah:
1.Syaithan
Syaithan adalah musuh manusia. Tujuan syaithan adalah untuk merusak keimanan orang. Siapa saja yang tidak membentengi dirinya dengan selalu mengingat Allah Subhanahu wa ta’alaa, maka ia menjadi sarang syaithan, menjerumuskannya dalam kesesatan, ketidak patuhan terhadap Allah Subhanahu wa ta’alaa, membujuknya melakukan dosa.
2.Bujuk rayu dunia
Allah Subhanahu wa ta’alaa berfirman dalam Al Quran:
اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu”. (QS, al-Hadiid: 20).
Pada hakikatnya, tujuan hidup manusia adalah untuk akhirat. Dunia ini merupakan tempat kita untuk mengumpulkan bekal bagi kehidupan kita di akhirat kelak. Segala kesenangan yang ada di dunia ini merupakan kesenangan semu.Namun tidak sedikit orang yang tergoda oleh kesenangan sesaat ini, sehingga rela melakukan apa saja demi kehidupan dunia. Bahkan meskipun harus menyalahi perintah Allah Shubhanahu Ta’ala sekalipun.
3.Pergaulan yang buruk
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
سنن أبي داوود ٤١٩٣: حَدَّثَنَا ابْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ وَأَبُو دَاوُدَ قَالَا حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَ حَدَّثَنِي مُوسَى بْنُ وَرْدَانَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
Seseorang itu terletak pada agama teman dekatnya, sehingga masing-masing kamu sebaiknya melihat kepada siapa dia mengambil teman dekatnya” (HR Tirmidzi, Abu Dawud, al-Hakim, al-Baghawi).
Didalam pergaulan sehari-hari antara sesama manusia sebagai makhluk sosial akan terjadi hubungan interaksi yang dapat saling pengaruh mempengaruhi, apalagi antara sesama teman dekatnya. Apabila seseorang dalam pergaulan sehari-harinya berhubungan dengan seseorang yang suka meminum minuman keras, merokok, berzinah, maka niscaya yang bersangkutan akan terpengarah dan ikut pula melakukan apa-apa yang diperbuat oleh temannya tersebut. Seseorang yang bergaul dekat dengan seseorang yang suka lalai dari melaksanakan keta’atan kepada Allah, maka niscaya juga ia akan turut pula lalai dari keta’atan kepada Allah. Sedangkan perbuatan tersebut merupakan gambaran lemahnya iman seseorang.
4.Film, sinetron,video forno dan majalah
Dunia yang sekarang ini berada dalam era informasi dan keterbukaan dan kebebasan sangatlah besar sekali perannya terhadap penurunan kualitas keimanan seseorang, dimana melalui berbagai saluran informasi baik berupa media cetak,media elektronika seperti televise, radio, jaringan internet dan telepon selulair dapat diakses informasi dan tontonan yang menggoda dan menimbulkan dampak berupa dorongan nafsu menuju kepada perbuatan maksiat. Bukan sudah barang yang asing lagi bahwa televisi, video forno sangat mempengaruhi berkembang suburnya perbuatan asusila dan sex bebas.
Sedangkan tentang peningkatan keimanan atas diri seseorang muslim tentunya terkait langsung dengan bagaimana kadar dan kualitas pendekatan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Semakin gencar dan aktif seseorang melaksanakan ketaqwaan dan keta’atan kepada Allah dengan melakukan segala bentuk perintah dan meninggalkan hal-hal yang terlarang dan syubhat, maka niscaya tingkat keimanannya semakin meningkat dari hari kehari.
Memperbarui Iman
Dalam bahasa Arab, ada yang mengartikan kata iman dengan “tashdîq” (membenarkan); thuma’nînah (ketentraman); dan iqrâr (pengakuan). Makna ketiga inilah yang paling tepat. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Telah diketahui bahwa iman adalah iqrâr (pengakuan), tidak semata-mata tashdîq (membenarkan). Dan iqrâr (pengakuan) itu mencakup perkataan hati, yaitu tashdîq (membenarkan), dan perbuatan hati, yaitu inqiyâd (ketundukan hati)”.
Dengan demikian, iman adalah iqrâr (pengakuan) hati yang mencakup:
1. Keyakinan hati, yaitu membenarkan terhadap berita.
2.Perkataan hati, yaitu ketundukan terhadap perintah.
Yaitu: keyakinan yang disertai dengan kecintaan dan ketundukan terhadap semua yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Allah Ta’ala .
Adapun secara syar’i (agama), iman yang sempurna mencakup qaul (perkataan) dan amal (perbuatan). Syaikul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Dan di antara prinsip Ahlus sunnah wal jamâ’ah, ad-dîn (agama/amalan) dan al-imân adalah perkataan dan perbuatan, perkataan hati dan lisan, perbuatan hati, lisan dan anggota badan”.
Dari perkataan Syaikhul Islam di atas, nampak bahwa iman menurut Ahlus sunnah wal jamâ’ah mencakup lima perkara, yaitu perkataan hati, perkataan lisan, perbuatan hati, perbuatan lisan dan perbuatan anggota badan.
Banyak dalil yang menunjukkan masuknya lima perkara di atas dalam kategori iman, di antaranya adalah sebagai berikut:
Pertama: Perkataan hati, yaitu pembenaran dan keyakinan hati. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آَمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah orang-orang yang hanya beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu, dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS al-Hujurât: 15)
Kedua: Perkataan lisan, yaitu mengucapkan syahadat Lâ ilâha illallâh dan syahadat Muhammad Rasulullâh dengan lisan dan mengakui kandungan syahadatain tersebut. Di antara dalil hal ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوْا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللَّهِ وَيُقِيْمُوْا الصَّلاَةَ وَيُؤْتُوْا الزَّكَاةَ فَإِذَا فَعَلُوْا ذَلِكَ عَصَمُوْا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلاَّ بِحَقِّ اْلإِسْلاَمِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ
Aku diperintah (oleh Allah) untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada yang berhak diibadahi selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, dan sampai mereka menegakkan shalat, serta membayar zakat. Jika mereka telah melakukan itu, maka mereka telah mencegah darah dan harta mereka dariku kecuali dengan hak Islam, dan perhitungan mereka pada tanggungan Allah.”
Ketiga: Perbuatan hati, yaitu gerakan dan kehendak hati, seperti ikhlas, tawakal, mencintai Allah Ta’ala , mencintai apa yang dicintai oleh Allah Ta’ala , rajâ’ (berharap rahmat/ampunan Allah Ta’ala), takut kepada siksa Allah Ta’ala , ketundukan hati kepada Allah Ta’ala, dan lain-lain yang mengikutinya. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آَيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah, hati mereka gemetar, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Rabbnya mereka bertawakkal (QS al-Anfâl: 2.
Keempat: Perbuatan lisan/lidah, yaitu amalan yang tidak dilakukan kecuali dengan lidah. Seperti membaca al-Qur’ân, dzikir kepada Allah Ta’ala, doa, istighfâr, dan lainnya. Allah Ta’ala berfirman,
وَاتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنْ كِتَابِ رَبِّكَ لَا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِهِ وَلَنْ تَجِدَ مِنْ دُونِهِ مُلْتَحَدًا
Dan bacakanlah apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu kitab Rabb-mu (al-Qur’ân). Tidak ada (seorang pun) yang dapat merubah kalimat-kalimat-Nya.” (QS al-Kahfi: 27).
Kelima: Perbuatan anggota badan, yaitu amalan yang tidak dilakukan kecuali dengan anggota badan. Seperti: berdiri shalat, rukû’, sujud, haji, puasa, jihad, membuang barang mengganggu dari jalan, dan lain-lain. Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah, sujudlah, sembahlah Rabbmu dan berbuatlah kebajikan supaya kamu mendapat kemenangan.” (QS al-Hajj: 77)
Bagi sebagian orang ada yang beranggapan bahwa apabila sudah beriman kepada Allah Subhanahu wa ta’alaa saja sudah merasa cukup. Apapun yang dilakukannya, iman yang ada dirinya tidak akan pernah luntur. Padahal tidaklah demikian. Iman yang ada pada hati seseorang dapat luntur, atau bahkan hilang, jika orang tersebut tidak menjaganya. Iman yang ada dalam hati kita mengalami fluktuasi. Iman tersebut bisa bertambah kuat, namun juga dapat terkikis tanpa kita sadari. Naik turunnya iman yang kita miliki tergantung kepada diri kita sendiri dalam menjaganya. Sebagai seorang muslim, tentunya kita menginginkan agar iman yang kita miliki tidak berkurang, tapi justru bertambah kuat..
Kemuliaan dan keterpujian seseorang berkaitan erat dengan kesungguhannya dalam menambah dan meningkatkan iman. Dan perkarayang paling berpotensi menambah dan menguatkan iman adalah ilmu', kemudian amal shalih dan zikrullah. Maka setiap kali seorang hamba menambah ilmu dan amal shalihnya berarti dia sedang memperbaharui imannya dan inilah yang dimaksud dengan hadits Rasulallah Shalallahu’alaihi wa Sallam dalam sabdanya:
جددوا إيمانكم قيل يا رسول الله وكيف نجدد إيماننا قال أكثروا من قول لا إله إلا الله
"Perbaharuilah iman kamu, beliau ditanya: "bagaimana kami memperbaharui iman kami, beliau menjawab: "perbanyaklah mengucapkan kalimat laa ilaaha illallaah." [HR. Ahmad dan Al Hakim
Memperbarui iman sangatlah penting bagi setiap muslim, karena dengan banyaknya kesibukan rutinitas ditambah dengan kesibukan mencari nafkah atau mengurus rumah tangga, banyak orang terkadang lalai dari mengingat Allah,bahkan kadang-kadang sampai berbuat dosa dengan melakukan berbagai perbuatan yang melanggar syari’at.
Dari Abu Hurairah Radhyallahu’anhu berkata: Rasulallah Shallalahu’alaihi wa Sallam pernah bersabda:
إن المؤمن إذا أذنب ذنبا كانت نكتة سوداء في قلبه فإن تاب ونزع واستغفر صقل منها قلبه وإن زاد زادت حتى يغلق بها قلبه فذلك الران الذي ذكر الله عز وجل في كتابه كلا بل ران على قلوبهم ما كانوا يكسبون
"Sesungguhnya orang mukmin apabila melakukan suatu dosa terbentuklah bintik hitam di dalam hatinya. Apabila ia bertaubat, kemudian menghentikan dosa-dosanya dan beristighfar bersihlah daripadanya bintik hitam itu. Dan apabila dia terus melakukan dosa bertambahlah bintik hitam pada hatinya sehingga tertutuplah seluruh hatinya, itulah karat yang disebutkan Allah di dalam kitab Nya: "Sekali-kali tidak demikian, sebenarnya apa yang mereka usahakan telah menutup hati mereka". [QS. Al Mutaffifin: 14]. [HR. Al Baihaqi]
Dalam rangka meningkatkan keimanan atau setidaknya mempertahankan kondisi iman agar tetap dalam berkualitas maka dipandang perlu setiap invidu muslim setiap saat memperbarui imannya dengan berbagai upaya sebagimana yang dinasihatkan oleh ulama salaf , yaitu antara lain :
1.Meminta ampun dengan beristigfar dan bertaubat.
Bagi mereka yang telah meninggalkan keta’atannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala karena melakukan berbagai perbuatan maksiat dan kemunkaran bersegeralah meminta ampun ( beristigfar ) dan bertaubat untuk tidak akan mengulangi kembali kekeliruan yang telah pernah dilakukan sebelumnya. Karena meminta ampun dan bertaubat itu diwajibkan sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
وَسَارِعُواْ إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,”( QS. Ali Imran : 133 )
Sedangkan perintah bertaubat sebagaimana yang firmankan Allah Subhanahuwa Ta’ala :
وَأَنِ اسْتَغْفِرُواْ رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُواْ إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُم مَّتَاعًا حَسَنًا إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ فَضْلَهُ وَإِن تَوَلَّوْاْ فَإِنِّيَ أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ كَبِيرٍ
“dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberikan kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat.(QS. Huud:3
2. Meninggalkan perbuatan syirik
Mereka yang menginginkan perbaikan imannya kearah peningkatatan, maka yang pertama harus dijauhi dan ditinggalkannya adalah praktek kesyirikan yang mengakui adanya kekuatan dan keuasaan selain yang dimiliki Allah.Perbuatan syirik yang dilakukan oleh kebanyakan Orang tidak diberikan ampunan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagaimana disebutkan salam sebuah firmannya :
إِنَّ اللّهَ لاَ يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَاء وَمَن يُشْرِكْ بِاللّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.( QS.An Nisaa : 48 )
Salah satu upaya meninggalkan perbuatan syirik adalah mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala, bukan untuk siapa-siapa. Ibadah yang ikhlas hanya untuk Allah dengan mengikuti sunnah akan menyelamatkan
seseorang dari perbuatan syirik.
3.Kembali melakukan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya dengan mengikuti sunnah Rasulullah Shallalahu’alaihi wa Sallam.
Bagi mereka yang selama ini terlena dan larut dalam perbuatan bid’ah karena menginginkan banyak memperoleh kebaikan dan pahala tetapi tidak sesuai sunnah, tidak ada tuntunannya dari Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam, maka segeralah meninggalkan segala bentuk kebid’ahan karena perbuatan yang mengada-ada dalam hal agama merupakan perbuatan yang tercela bahkan dianggap sesat sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam :
Amma ba’du :Sesungguhnya sebaik-baik nya ucapan adalah Kitabullah dan sebaik-baiknya petunjuk adalah petunjuk Muh“ammad. Seburuk-buruknya ibadah adalah yang dibikin-bikin , dan setiap bid’ah itu sesat “( HR. Muslim )
4.Melakukan berbagai macam ibadah wajib.
Memperbarui iman dilakukan pula dengan melaksanakan ibadah wajib yang diperintahkan secara kontinyu ( istiqomah) dan konsisten yang meliputi ibadah sholat fardu 5 waktu serta ibadah puasa dan mengeluarkan zakat serta ibadah haji.memiliki banyak ragamnya. Ada ibadah fisik seperti puasa, ibadah materi seperti zakat, ibadah lisan seperti doa dan dzikir. Apabila selama ini seseorang telah melaksanakan ibadah wajib seperti sholat 5 waktu, maka dengan memperbarui iman berarti ibadah wajib tersebut ditingkatkan lagi kualitasnya seperti khusyu, tepat waktu dan melakukannya secara berjamaah dimasjid.
5. Melakukan ibadah-ibadah sunah
Ibadah-ibadah wajib perlu lebih disempurnakan dan diikuti dengan ibadah-ibadah sunah yang disyari’atkan seperti sholat rawatib yang mengikuti sholat-sholat wajib, melaksanakan sholat malam ( qiyamul lail ) yang dikenal pula dengan sebutan sholat tahajut yang diikuti dengan sholat witir, sholat dhuha . Ibadah sunah lainnya seperti puasa setiap hari senin dan kamis, puasa 3 hari pada setiap pertengahan bulan ( bulan hijriyah ) perlu lebih dilazimkan secara konsisten.
6.Memperbanyaklah amal shalih
صحيح مسلم ١٧٠٧: حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عُمَرَ حَدَّثَنَا مَرْوَانُ يَعْنِي الْفَزَارِيَّ عَنْ يَزِيدَ وَهُوَ ابْنُ كَيْسَانَ عَنْ أَبِي حَازِمٍ الْأَشْجَعِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ الْيَوْمَ صَائِمًا قَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَا قَالَ فَمَنْ تَبِعَ مِنْكُمْ الْيَوْمَ جَنَازَةً قَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَا قَالَ فَمَنْ أَطْعَمَ مِنْكُمْ الْيَوْمَ مِسْكِينًا قَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَا قَالَ فَمَنْ عَادَ مِنْكُمْ الْيَوْمَ مَرِيضًا قَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا اجْتَمَعْنَ فِي امْرِئٍ إِلَّا دَخَلَ الْجَنَّةَ
Shahih Muslim 1707: Dan telah menceritakan kepadaku Ibnu Abu Umar telah menceritakan kepada kami Marwan Al Fazari dari Yazid, ia adalah anak Kaisan dari Abu Hazim Al Asyja'i dari Abu Hurairah ia berkata; Suatu ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah bertanya: "Siapakah di antara kalian yang pagi ini sedang berpuasa?" Abu Bakar menjawab, "Aku." Beliau bertanya lagi: "Siapa di antara kalian yang hari ini telah menghantarkan jenazah?" Abu Bakar menjawab: "Aku." Beliau bertanya lagi: "Siapa di antara kalian yang hari ini telah memberi makan orang miskin?" Abu Bakar menjawab: "Aku." Beliau bertanya lagi: "Siapa di antara kalian yang hari ini telah menjenguk orang sakit?" Abu Bakar menjawab, "Aku." Selanjutnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidaklah semua itu ada pada seseorang kecuali dia pasti akan masuk surga."

Begitulah seharusnya sikap seorang mukmin yang begitu antusias menggunakan setiap kesempatan untuk memperbanyak amal shalih. Mereka berlomba-lomba untuk mendapatkan surge sebagaimana firman Allah Subhanahuwa Ta’ala :
سَابِقُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا كَعَرْضِ السَّمَاء وَالْأَرْضِ أُعِدَّتْ لِلَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَن يَشَاء وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ
Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan syurga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.(QS.Al Hadiid:21)
“Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Rabb-mu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi.” (Al-Hadid: 21)
7. Meninggalkan dan menjauhkan semua perbuatan yang dilarang syari’at
Memperbarui iman termasuk di dalamnya dengan meninggalkan dan menjauhkan diri dari perbuatan yang tercela serta dilarang. Dengan menjauhkan diri dari perbuatan tercela serta terlarang berarti meninggalkan perbuatan yang diharamkan sehingga diri benar-benar bersih dari kemaksiatan dan kemunkaran. Karena orang-orang yang beriman adalah orang-orang yang menjaga kebersihan dirinya dari perbuatan yang dzalim. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:-
فَالزَّاجِرَاتِ زَجْرًا
dan demi (rombongan) yang melarang dengan sebenar-benarnya (dari perbuatan-perbuatan ma'siat), (QS.Ash-Shaaffat:2)
8.Menuntut ilmu syar’i
Menuntut ilmu syar’i adalah langkah penting untuk menghapus kebodohan (kejahilan ) terhadap agama, karena sesungguhnya kebodohan itu akan menyebabkan kesesatan, tidak dapat membedakan yang mana haq dan yang mana bathil, yang mana perintah dan yang mana larangan.Dengan ilmu seseorang diangkat derajatnya melebihi orang-orang yang bodoh.Allah berfirman,:
1. أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاء اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الْآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُوْلُوا الْأَلْبَابِ
Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (( QS.Az-Zumar:9)
Orang yang tahu tentang apa yang halal dan haram, tentu lebih bisa menjaga diri daripada orang yang tidak tahu. Orang yang tahu bagaiman dahsyatnya siksa neraka, tentu akan lebih khusyuk. Orang yang tidak tahu bagaimana nikmatnya surga, tentu tidak akan pernah punya rasa rindu untuk meraihnya.
9.Membaca dan menyimak Kitab Suci Al-Qur’an
Membaca dan menyimak Al-Qur’an secara rutin dan berkelanjutan setiap hari akan mendapatkan perolehan pahala yang besar. Al-Qur’an diturunkan Allah sebagai cahaya dan petunjuk, juga sebagai obat bagi hati manusia. Sebagaimana firman Allah :
2. وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاء وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ وَلاَ يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إَلاَّ خَسَارًا
“Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an sesuatu yang menjadi obat dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Al-Isra’: 82).
Kata Ibnu Qayyim, yang seharusnya dilakukan oleh seorang muslim untuk menyembuhkan hatinya melalui Al-Quran, “Caranya ada dua macam: pertama, engkau harus mengalihkan hatimu dari dunia, lalu engkau harus menempatkannya di akhirat. Kedua, sesudah itu engkau harus menghadapkan semua hatimu kepada pengertian-pengertian Al-Qur’an, memikirkan dan memahami apa yang dimaksud dan mengapa ia diturunkan. Engkau harus mengamati semua ayat-ayat-Nya. Jika suatu ayat diturunkan untuk mengobati hati, maka dengan izin Allah hati itu pun akan sembuh.”
10.Merasakan keagungan Allah seperti yang digambarkan Al-Qur’an dan Sunnah.
Al-Qur’an dan Sunnah banyak sekali mengungkap keagungan Allah swt. Seorang muslim yang ketika dihadapkan dengan keagungan Allah, hatinya akan bergetar dan jiwanya akan tunduk. Kekhusukan akan hadir mengisi relung-relung hatinya.Resapi betapa agungnya Allah yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui, yang memiliki nama-nama yang baik (asma’ul husna). Dialah Al-’Azhim, Al-Muhaimin, Al-Jabbar, Al-Mutakabbir, Al-Qawiyyu, Al-Qahhar, Al-Kabiir, Al-Muth’ali. Dia yang menciptakan segala sesuatu dan hanya kepada-Nya lah kita kembali. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
3. وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ وَالْأَرْضُ جَمِيعًا قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالسَّماوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ
Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya [1317]. Maha Suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.” ( QS.Az-Zumar:67 )
11. Melazimkan diri dengan zikrullah ( mengingat Allah )
Dalam hal ini bukan hanya semata banyaknya jumlah hitungan zikir yang tiada henti dengan menggunakan tasbeh serta mengikuti zikir berjama’ah di dalam suatu majelis, tetapi zikir yang dilazimkan yang disesuaikan dengan waktu, keadaan dan tempat sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah Shalallahu wa Sallam seperti zikir dan doa bangun tidur, zikir dan doa pagi dan petang, zikir setelah sholat fardu dan banyak lagi yang lainnya. Diriwayatkan bahwa
suatu hari Abu Bakar mengunjungi Hanzhalah. “Bagaimana keadaanmu, wahai Hanzhalah?” Hanzhalah menjawab, “Hanzhalah telah berbuat munafik.” Abu Bakar menanyakan apa sebabnya. Kata Hanzhalah, “Jika kami berada di sisi Rasulullah saw., beliau mengingatkan kami tentang neraka dan surga yang seakan-akan kami bisa melihat dengan mata kepala sendiri. Lalu setelah kami pergi dari sisi Rasulullah saw. kami pun disibukkan oleh urusan istri, anak-anak, dankehidupan, lalu kami pun banyak lupa.”
Lantas keduanya mengadukan hal itu kepada Rasulullah saw. Kata Rasulullah,:
صحيح مسلم ٤٩٣٧: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى التَّيْمِيُّ وَقَطَنُ بْنُ نُسَيْرٍ وَاللَّفْظُ لِيَحْيَى أَخْبَرَنَا جَعْفَرُ بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ إِيَاسٍ الْجُرَيْرِيِّ عَنْ أَبِي عُثْمَانَ النَّهْدِيِّ عَنْ حَنْظَلَةَ الْأُسَيِّدِيِّ قَالَ وَكَانَ مِنْ كُتَّابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
لَقِيَنِي أَبُو بَكْرٍ فَقَالَ كَيْفَ أَنْتَ يَا حَنْظَلَةُ قَالَ قُلْتُ نَافَقَ حَنْظَلَةُ قَالَ سُبْحَانَ اللَّهِ مَا تَقُولُ قَالَ قُلْتُ نَكُونُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُذَكِّرُنَا بِالنَّارِ وَالْجَنَّةِ حَتَّى كَأَنَّا رَأْيُ عَيْنٍ فَإِذَا خَرَجْنَا مِنْ عِنْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَافَسْنَا الْأَزْوَاجَ وَالْأَوْلَادَ وَالضَّيْعَاتِ فَنَسِينَا كَثِيرًا قَالَ أَبُو بَكْرٍ فَوَاللَّهِ إِنَّا لَنَلْقَى مِثْلَ هَذَا فَانْطَلَقْتُ أَنَا وَأَبُو بَكْرٍ حَتَّى دَخَلْنَا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُلْتُ نَافَقَ حَنْظَلَةُ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَا ذَاكَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ نَكُونُ عِنْدَكَ تُذَكِّرُنَا بِالنَّارِ وَالْجَنَّةِ حَتَّى كَأَنَّا رَأْيُ عَيْنٍ فَإِذَا خَرَجْنَا مِنْ عِنْدِكَ عَافَسْنَا الْأَزْوَاجَ وَالْأَوْلَادَ وَالضَّيْعَاتِ نَسِينَا كَثِيرًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنْ لَوْ تَدُومُونَ عَلَى مَا تَكُونُونَ عِنْدِي وَفِي الذِّكْرِ لَصَافَحَتْكُمْ الْمَلَائِكَةُ عَلَى فُرُشِكُمْ وَفِي طُرُقِكُمْ وَلَكِنْ يَا حَنْظَلَةُ سَاعَةً وَسَاعَةً ثَلَاثَ مَرَّاتٍ
Shahih Muslim 4937: kali. Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya At Taimi dan Qathan bin Nusair -dan lafadh ini milik Yahya- telah mengabarkan kepada kami Ja'far bin Sulaiman dari Sa'id bin Iyas Al Jurairi dari Abu 'Utsman An Nahdi dari Hanzhalah Al Usayyidi dia berkata; (salah seorang juru tulis Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam) dia berkata; "Saya pernah berjumpa dengan Abu Bakar dan ia berkata kepada saya; 'Bagaimanakah keadaanmu ya Hanzhalah? ' Saya (Hanzhalah) menjawab; 'Hanzhalah telah menjadi orang munafik.' Abu Bakar terperanjat seraya berkata; 'Subhanallah, apa maksud ucapanmu tadi hai Hanzhalah? ' Saya menjawab; 'Ketahuilah olehmu hai Abu Bakar, ketika kami berada di sisi Rasulullah, beliau sering mengingatkan kami tentang siksa neraka dan nikmat surga hingga seolah-olah kami melihatnya dengan mata kepala kami sendiri. Akan tetapi, ketika kami keluar dari sisi Rasulullah, maka kami pun berlaku kasar dan jahat kepada isteri dan anak-anak kami serta sering melakukan perbuatan yang tidak berguna. Jadi, kami ini sering lengah.' Abu Bakar berkata; 'Demi Allah, kami juga sering berbuat seperti itu hai Hanzhalah.' Kemudian saya dan Abu Bakar pergi menuju ke rumah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Sesampainya di sana, saya berkata; 'Ya Rasulullah, Hanzhalah telah menjadi munafik.' Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertanya: 'Apa maksudmu hai Hanzhalah? ' Saya meneruskan ucapan saya; 'Ya Rasulullah, ketika saya berada di sisi engkau, kemudian engkau menerangkan kepada saya tentang siksa neraka dan nikmat surga, seolah-olah saya melihatnya dengan mata kepala saya sendiri. Akan tetapi, ketika saya telah keluar dari sisi engkau, maka saya pun berlaku kasar kepada istri dan anak-anak saya serta sering melakukan perbuatan yang tidak berguna. Jadi saya sering bersikap Iengah.' Mendengar pernyataan tersebut, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Demi Dzat yang jiwaku ditangan-Nya, sungguh jika kamu senantiasa menetapi apa yang kamu lakukan ketika kamu berada di sisiku dan ketika kamu berzikir, niscaya para malaikat akan menjabat tanganmu dalam setiap langkah dan perjalananmu. Tetapi, tentunya yang demikian itu dilakukan sedikit demi sedikit (dari waktu-kewaktu, secara berkala, tidak spontanitas).' Beliau mengulangi kata-kata itu tigakali.
12. Mengingat akan mati dan hadirkan perasaan takut mati dalam keadaan su’ul khatimah
Mengingat akan mati dan azab kubur akan mendorong kita untuk mempersiapkan diri menghadapi kematian tersebut agar terbebas dari azab kubur dan nantinya dibangkitkan dihari pengadilan termasuk kedalam golongan orang-orang yang mendapatkan naungan. Rasulullah bersabda :
سنن الترمذي ٢٢٢٩: حَدَّثَنَا مَحْمُودُ بْنُ غَيْلَانَ حَدَّثَنَا الْفَضْلُ بْنُ مُوسَى عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ يَعْنِي الْمَوْتَ
قَالَ وَفِي الْبَاب عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ غَرِيبٌ
Sunan Tirmidzi 2229: Telah menceritakan kepada kami Mahmud bin Ghailan telah menceritakan kepada kami Al Fadl bin Musa dari Muhammad bin 'Amru dari Abu Salamah dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda: "Banyak-banyaklah mengingat pemutus kenikmatan yaitu kematian" Berkata Abu Isa: Dalam hal ini ada hadits serupa dari Abu Sa'id. Berkata Abu Isa: Hadits ini hasan shahih gharib.
Melihat orang sakit yang sedang sakaratul maut sangat memberi bekas. Saat berziarah kubur, bayangkan kondisi keadaan orang yang sudah mati. Tubuhnya rusak membusuk. Ulat memakan daging, isi perut, lidah, dan wajah. Tulang-tulang hancur.Bayangan seperti itu jika membekas di dalam hati, akan membuat kita menyegerakan taubat, membuat hati kita puas dengan apa yang kita miliki, dan tambah rajin beribadah.
Disamping itu rasa takut su’ul khatimah akan mendorong kita untuk taat dan senantiasa menjaga iman kita. Penyebab su’ul khatimah adalah lemahnya iman menenggelamkan diri kita ke dalam jurang kedurhakaan. Sehingga, ketika nyawa kita dicabut oleh malaikat Izrail, lidah kita tidak mampu mengucapkan kalimat laa ilaha illallah di hembusan nafas terakhir.
13. Mengingat-ingat dahsyatnya keadaan di hari akhirat
Tentang hari kiamat dengan kedahsyatannya digambarkan oleh Allah dalam firman-Nya :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ إِنَّ زَلْزَلَةَ السَّاعَةِ شَيْءٌ عَظِيمٌ
Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu; sesungguhnya kegoncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat) ( QS. Al Hajj : 1 ).
Mengingat akan dahsyatnya hari kiamat maka akan terpikirkan oleh kita bagaimana dan apa yang harus dilakukan agar terbebas dari kedahsyatannya tersebut, dan Allah menyebutkan dalam firman-Nya :
فَأَمَّا مَن تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَعَسَى أَن يَكُونَ مِنَ الْمُفْلِحِينَ
Adapun orang yang bertaubat dan beriman, serta mengerjakan amal yang saleh, semoga dia termasuk orang-orang yang beruntung.(QS.Al Qashash : 67 )
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَيُدْخِلُهُمْ رَبُّهُمْ فِي رَحْمَتِهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْمُبِينُ
Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh maka Tuhan mereka memasukkan mereka ke dalam rahmat-Nya (surga). Itulah keberuntungan yang nyata.( QS. Al Jaatsiyah : 30)
14. Perbanyaklah munajat kepada Allah dan pasrah kepada-Nya
Seseorang selagi banyak pasrah dan tunduk, niscaya akan lebih dekat dengan Allah. Sabda Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam ;
صحيح مسلم ٧٤٤: و حَدَّثَنَا هَارُونُ بْنُ مَعْرُوفٍ وَعَمْرُو بْنُ سَوَّادٍ قَالَا حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ الْحَارِثِ عَنْ عُمَارَةَ بْنِ غَزِيَّةَ عَنْ سُمَيٍّ مَوْلَى أَبِي بَكْرٍ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا صَالِحٍ ذَكْوَانَ يُحَدِّثُ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ
Shahih Muslim 744: Dan telah menceritakan kepada kami Harun bin Ma'ruf dan Amru bin Sawwad keduanya berkata, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Wahb dari Amru bin al-Harits dari Umarah bin Ghaziyyah dari Sumai, maula Abu Bakar bahwasanya dia mendengar Abu Shalih Dzakwan bercerita dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda, "Keadaan seorang hamba yang paling dekat dari Rabbnya adalah ketika dia sujud, maka perbanyaklah doa."
15. Tinggalkan angan-angan yang muluk-muluk
Ini penting untuk meningkatkan iman. Sebab, hakikat dunia hanya sesaat saja. Banyak berangan-angan hanyalah memenjara diri dan memupuk perasaan hubbud-dunya. Padahal, hidup di dunia hanyalah sesaat saja.Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam bersabda :
صحيح البخاري ٥٩٤١: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا أَبُو صَفْوَانَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا يُونُسُ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ أَخْبَرَنِي سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيَّبِ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَزَالُ قَلْبُ الْكَبِيرِ شَابًّا فِي اثْنَتَيْنِ فِي حُبِّ الدُّنْيَا وَطُولِ الْأَمَلِ
قَالَ اللَّيْثُ حَدَّثَنِي يُونُسُ وَابْنُ وَهْبٍ عَنْ يُونُسَ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ أَخْبَرَنِي سَعِيدٌ وَأَبُو سَلَمَةَ
Shahih Bukhari 5941: Telah menceritakan kepada kami Ali bin Abdullah telah menceritakan kepada kami Abu Shufwan Abdullah bin Sa'id telah menceritakan kepada kami Yunus dari Ibnu Syihab dia berkata; telah mengabarkan kepadaku Sa'id bin Al Musayyab bahwa Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata; saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Hati orang tua masih tetap berjiwa muda dalam dua perkara, yaitu; mencintai dunia dan panjang angan-angan." Al Laits mengatakan; telah menceritakan kepadaku Yunus dan Ibnu Wahb dari Yunus dari Ibnu Syihab dia berkata; telah mengabarkan kepadaku Sa'id dan Abu Salamah.
16. Memikirkan bahwa dunia itu memperdaya
Sesungguhnya bagi orang-orang yang beriman dan selalu mengingat kehidupan yang abadi diakhirat dunia itu sebenarnya hanyalah memperdayakan manusia sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ وَاخْشَوْا يَوْمًا لَّا يَجْزِي وَالِدٌ عَن وَلَدِهِ وَلَا مَوْلُودٌ هُوَ جَازٍ عَن وَالِدِهِ شَيْئًا إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَلَا يَغُرَّنَّكُم بِاللَّهِ الْغَرُورُ
بِاللَّهِ
Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu dan takutilah suatu hari yang (pada hari itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya dan seorang anak tidak dapat (pula) menolong bapaknya sedikitpun. Sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu, dan jangan (pula) penipu (syaitan) memperdayakan kamu dalam (mentaati) Allah. ( QS. Luqman : 33 )
17. Bersikap tawadhu
Rasulullah saw. bersabda,
سنن الترمذي ١٩٥٢: حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ الْعَلَاءِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ رَجُلًا بِعَفْوٍ إِلَّا عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللَّهُ
قَالَ أَبُو عِيسَى وَفِي الْبَاب عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ وَابْنِ عَبَّاسٍ وَأَبِي كَبْشَةَ الْأَنَّمَارِيِّ وَاسْمُهُ عُمَرُ بْنُ سَعْدٍ وَهَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
Sunan Tirmidzi 1952: Telah menceritakan kepada kami Qutaibah Telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin Muhammad dari Al Ala` bin Abdurrahman dari bapaknya dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sedekah itu, pada hakekatnya tidak akan mengurangi harta. Tidaklah seorang memberikan maaf, kecuali ia akan semakin bertambah mulia. Dan tidaklah seorang yang tawadhu' karena Allah, kecuali Allah akan meninggikan derajatnya." Abu Isa berkata; Hadits semakna juga diriwayatkan dari Abdurrahman bin Auf, Ibnu Abbas, dan Ibnu Kasyabah Al Anmari, namanya adalah Umar bin Sa'd. Hadits ini adalah hadits hasan shahih.
Rasulullah juga berkata, “Barangsiapa menanggalkan pakaian karena merendahkan diri kepada Allah padahal dia mampu mengenakannya, maka Allah akan memanggilnya pada hati kiamat bersama para pemimpin makhluk, sehingga dia diberi kebebasan memilih di antara pakaian-pakaian iman mana yang dikehendaki untuk dikenakannya.” (Tirmidzi no. 2481)
18. Perbanyak amalan hati
Hati akan hidup jika ada rasa mencintai Allah, takut kepada-Nya, berharap bertemu dengan-Nya, berbaik sangka dan ridha dengan semua takdir yang ditetapkan-Nya. Hati juga akan penuh dengan iman jika diisi dengan perasaan syukur dan taubat kepada-Nya. Amalan-amalan hati seperti itu akan menghadirkan rasa khusyuk, zuhud, wara’, dan mawas diri. Inilah halawatul iman (manisnya iman)
19. Sering menghisab diri
Allah berfirman,:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS. Al Hasyr : 18 )
Umar bin Khattab r.a. berwasiat, “Hisablah dirimu sekalian sebelum kamu dihisab.” Selagi waktu kita masih longgar, hitung-hitunglah bekal kita untuk hari akhirat. Apakah sudah cukup untuk mendapat ampunan dan surga dari Allah swt.? Sungguh ini sarana yang efektif untuk memperbaharui iman yang ada di dalam diri kita.
20. Berdoa kepada Allah agar diberi ketetapan iman
Perbanyaklah doa. Sebab, doa adalah kekuatan yang luar biasa yang dimiliki seorang hamba. Rasulullah Shalallahu’alaih wa Sallam berwasiat, :“Iman itu dijadikan di dalam diri salah seorang di antara kamu bagaikan pakaian yang dijadikan, maka memohonlah kepada Allah agar Dia memperbaharui iman di dalam hatimu.”
Ya Allah, perbaharuilah iman yang ada di dalam dada kami. Tetapkanlah hati kami dalam taat kepadamu. Tidak ada daya dan upaya kami kecuali dengan pertolonganMu.
Rasulullah saw. mengajarkan kepada kita sebuah doa agar Allah saw. menetapkan hati kita dalam ketaatan.:
“Ya Allah Yang membolak-balikan hati-hati manusia, balikanlah hati kami untuk taat kepada-Mu.” (Muslim no. 2654
P e n u t u p
Sudah merupakan sunatullah bahwa iman dalam diri seseorang muslim itu kadarnya turun naik, dimana pada saat seseorang melakukan kemaksiatan dan kemunkaran serta lalai dari keta’atan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala maka pada saat tersebut kondisi imannya sedang turun dan bahkan melorot tajam sehingga dapat menjadikan sesatnya seseorang muslim dari agamanya. Namun pada sementara sebagian orang kadar imannya terus meningkat sehingga seluruh perbuatan dalam hidupnya selalu berkaitan dengan pendekatan dirinya kepada Allah Yang Maha Pencipta. Imannya terus dipelihara sehingga amal kebaikanlah yang menghiasi dirinya.
Mengingat iman itu kadang-kadang turun dan kadang-kadang naik maka dibutuhkan upaya untuk selalu merawatnya secara seksama dengan selalu mendekatkan diri kepada Allah dengan melakukan berbagai amal shalih sesuai dengan tuntunan syari’at. Bagi seseorang yang merasa imannya menurun maka segeralah melakukan perbaikan dan memperbarui imannya karena Rasulullah memerintahkan kepada umatnya untuk selalu memperbarui iman. Namun memperbarui iman itu seyogyanya dilakukan oleh seluruh individu muslim tidak terkecuali.
Dalam mengawali tahun baru ini marilah kita seluruhnya memperbarui iman kita agar Allah Subhanahu wa Ta’ala akan meridhai dan memberikan rahmat serta hidayahnya kepada kita . ( Wallaahu’alam bishawab )
( Musni Japrie )
Sumber :
 1. Al-Qur’an dan Terjemahan, shofware Salafi DB
2. Ensiklopedi Hadits Kitab 9 Iman, shofware Lidwa Pusaka
3. Artikel Muslim.or.id
4. Dakwatuna.Com
5. Majelis ilmu Ar-Royan
6. Jurnal Akutansi
7. www, Syahadat.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar